KONDISI ekonomi tahun ini dinilai cukup berat sehingga membuat penerimaan pajak tertekan. Target pajak Rp 1.546 triliun bakal tidak tercapai dan diperkirakan berkurang Rp 219 triliun.
Akibatnya, pemerintah pun memangkas anggaran hingga Rp 133,8 triliun berupa anggaran Kementerian/Lembaga dan transfer ke daerah. Menteri Keuangan Sri Mulyani memastikan anggaran yang dipotong bukan terkait dengan infrastruktur.
Walaupun Sri mulyani menjamin pemotongannya anggaran tidak memotong infrastruktur. Juga hal-hal yang sudah dikontrakkan tidak akan diganggu. Jadi Presiden Joko Widodo sudah melihat bahwa banyak sekali ruangan untuk efisiensi, apakah itu biaya perjalanan, dana operasional yang memang tidak prioritas. Jadi ini tidak memotong hal hal yang memang sudah merupakan prioritas pemerintah seperti infrastruktur," kata Sri Mulyani.
Memang sebuah pemerintahan harus dibangun dengan sebuah fakta kejujuran dan tidak berhalusinasi dalam penerapan politik anggaran negara.
Reshuffle kabinet yang menempatkan Sri Mulyani sebagai Menkeu jelas sudah membangunkan Joko Widodo sebagai Presiden dari mimpi panjangnya di kapsul waktu Trisakti dan Nawacita, terutama untuk berkhayal membangun infrastruktur seperti tol laut, proyek Listrik 45 ribu megawatt, jalan tol hingga ribuan kilo dan lain-lain, yang diharapkan bisa memberikan dampak pada pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 7 persen dan bisa menekan inflansi serta meningkatkan pendapatan masyarakat serta lapangan kerja baru .ini bagaikan besar pasak daripada tiang yang dilakukan Presiden Joko Widodo.
Namun setelah APBN 2016 dikuliti oleh Sri Mulyani tampak jelas kalau dari sisi target penerimaan dari seperti sektor pajak yang terlalu optimis tanpa memperhitungkan kondisi ekonomi global yang sedang lesu dalam 3 tahun terakhir. Sehingga meyebabkan defisit anggaran berjalan yang tentu saja tidak baik dari sisi makro ekonomi dan ketahanan ekonomi nasional.
Hampir dua tahun pemerintahan Joko Widodo makin tampak jelas kalau ditinjau pengaturan dan pengelolaan anggaran, setelah di
break down oleh Sri Mulyani juga membuktikan kalau telah terjadi inefisiensi, tidak efektif serta adanya kebocoran APBN dalam pengaturan anggaran, hal tampak jelas dalam pemotongan anggaran APBN dimana Sri Mulyani berencana melakukan efisiensi.
Walaupun Sri Mulyani menjamin pemotongannya anggaran tidak memotong infrastruktur. Juga hal-hal yang sudah dikontrakkan tidak akan diganggu. Jadi Presiden Jokowi sudah melihat bahwa banyak sekali ruangan untuk efisiensi, apakah itu biaya perjalanan, dana operasional yang memang tidak prioritas. Kata Sri mulyani, jadi ini tidak memotong hal-hal yang memang sudah merupakan prioritas pemerintah seperti infrastruktur.
Sebenarnya bukan hanya biaya operasional dan biaya perjalanan bisa dilakukan efisiensi anggaran ,sebenarnya masih banyak sekali belanja pemerintah disetiap kementerian yang dianggarkan hanya sengaja untuk merampok APBN, seperti anggaran untuk subsidi Pupuk ini bisa kita buktikan dengan hasil produksi padi dari jumlah luasan sawah dan besarnya dana subsidi pupuk yang yang tidak seimbang dengan biaya subsidi Pupuk yang sudah dikeluarkan oleh pemerintah.
Hal lain seperti belanja Lembaga dan Kementrian terhadap alat alat kantor yang tidak dikontrol dengan baik sehingga terjadi inefisiensi dan selalu setiap tahun dianggap habis.
Hal lain penyebab inefisiensi pengunaan ruang di setiap lembaga negara dan kementerian misalnya pembelian aksesoris ruang di kantor milik negara ,serta ruangan kerja yang sangat besar tapi pegawainya sedikit seperti contoh gedung kementriam BUMN yang over space kantor kementerian dan menyebabkan tinggi biaya operasional Kantor kementerian
Belum lagi banyak dalam satu tahun itu satu kementerian saja bisa melakukan 380 kali seminar dan simposium yang dianggarkan dalam anggaran kementerian nah ini sebuah bentuk ketidak efisiensian dalam pemerintah Joko Widodo ,belum lagi program blusukan Joko Widodo yang juga banyak menghasilkan dana anggaran negara dan tidak punya dampak yang significant
Strategi Defisit Anggaran dalam Penyusunan APBN Harus DihentikanDampak politik anggaran terhadap ketahanan ekonomi nasional dengan mengunakan strategi anggaran defisit anggaran sebagai bagian dari agenda neoliberalisme dengan tujuan mengekploitasi sumberdaya ekonomi Indonesia, sebab dengan kebijakan APBN Selalu dalam posisi defisit akan melegitimasi untuk melakukan pencarian dana untuk menutup defisit anggaran tersebut dan biasanya dengan melakukan Penjualan Surat berharga berupa obligasi negara,SUN, Privatisasi BUMN, menjual aset negara atau berhutang pada luar negeri .
Hal ini terbukti dengan makin tingginya hutang negara,serta makin terpuruknya nilai tukar mata uang rupiah serta makin tergerusnya aset negara berupa BUMN , Hutan,laut dan Sumber daya alam yang terkandung dalam bumi Indonesia didalam penguasaan asing ,juga berdampak pada lambatnya pertumbuhan sektor Industri dan manufacturing akibat high cost economy yang disebabkan oleh hutang luar negeri yang pada akhirnya berdampak pada meningkatnya kemiskinan dan pengangguran yang tinggi .
Karena itu sudah saatnya Joko Widodo berpikir realistis dalam memerintah terutama dalam penerapan politik anggaran yang katanya berpegang pada Trisakti dan Nawa Cita ,sebenar gampang saja mengelola anggaran negara bagi Joko Widodo ,apalagi dia cukup pengalaman dalam menjalankan usaha Mebel yang bisa dijadikan rujukan untuk mengelola anggaran misalnya dengan membangun infrastruktur yang sifatnya prioritas sama seperti berproduksi Mebel yang sifatnya memang banyak dibutuhkan Konsumen rumah tangga. [***]
Penulis adalah Ketua Umum Federasi Serikat Pekerja BUMN Bersatu