Kedutaan Besar Turki meminta Pemerintah Indonesia menutup sembilan sekolah. Musababnya, sekolah-sekolah itu dituding terkait Fethullah Terorist Organisation (FETO). Teroris versi Pemerintah Turki.
Jam menunjukkan pukul 13.30 WIB. Seorang guru di Kharisma Bangsam Dwi serius mengamati beberapa foto yang terpajang di dinding ruang lobi Sekolah Kharisma Bangsa, Jalan Terbang Layang Nomor 21, Pondok Cabe, Tangerang Selatan, Banten.
Melihat puluhan foto yang terpampang itu, ingatan guru matematika ini mundur lima tahun ke belakang. "April 2011, Presiden Turki saat itu, Abdullah Gul meresmikan sekolah ini," kenang Dwi sembari menerÂawang, kemarin.
Sebelum berseteru, kata Dwi, Abdullah Gul sangat dekat denÂgan Presiden Turki saat ini, Recep Tayyip Erdogan. "Tapi karena perbedaan politik, semua yang kontra dengan Erdogan disingkirkan," katanya.
Sekolah Kharisma Bangsa merupakan satu dari sembilan sekolah yang diminta ditutup oleh Kedutaan Besar Turki. Sekolah ini terlihat megah denÂgan bangunan empat lantai.
Masuk ke lobi, ratusan piala ditata berjejer di lemari beruÂkuran besar. Di bagian kanan ruang lobby, ditempatkan tiga prasasti yang ditandatangani langsung Abdullah Gul, Menteri Pendidikan Turki Huseyin Celik dan Menteri Pendidikan Nasional (Mendiknas) Bambang Sudibyo. Prasasti tersebut merupakan bagian dari acara peresmian sekoÂlah yang berjulukan
"School of Global Education" tahun 2011.
Di beberapa bagian dinding ruang lobi, dipajang sejumlah foto kegiatan Abdullah Gul yang berkuasa sejak Agustus 2007 hingga Agustus 2014, saat meresmikan sekolah yang didominasi warna oranye ini. Selain itu, terdapat foto-foto kegÂiatan siswa dan siswi Kharisma Bangsa seperti, pembagian dagÂing kurban dan santunan kepada anak yatim.
Kepala Sekolah (Kepsek) Kharisma Bangsa, Sutirto menÂganggap tuduhan Kedubes Turki tidak berdasar. Pasalnya, sekolah ini hampir semua sumber daya manusia dan juga dananya berasal dari Indonesia. "Pemerintah Turki mengira karena sekolah ini pernah bekerjasama dengan PASIAD, jadi dituding teroris," ujar Sutirto.
Sutirto membenarkan bahwa sekolah ini pernah bekerja sama dengan PASIAD, lembaga swaÂdaya masyarakat (LSM) yang dituding dekat dengan Fethullah Gulen.
Gulen adalah ulama yang dicap pemerintah Turki sebagai otak kudeta militer terhadap pemerintahan Erdogan. Kudeta yang gagal. "Tapi, kerjasama yang dilakukan sejak tahun 2006 itu, telah berakhir 2014," sebut alumnus ITB ini.
Sutirto menyatakan, bentuk kerja sama itu tidak berkaitan dengan aktivitas politik atau ajaran radikal. "Kami murni pendidikan," tegasnya.
Sutirto menjelaskan, kerjasama pendidikan antara PASIAD dan Sekolah Kharisma Bangsa berupa transfer ilmu pengetahuan, karÂena lembaga tersebut memiÂliki fasilitas pendidikan bagus. Lembaga itu juga mengirimkan tenaga pendidik berkualitas dari Turki untuk mengajar di Sekolah Kharisma Bangsa. "Mereka mengajar pelajaran umum, sepÂerti Fisika, Kimia, Biologi, serta Bahasa Turki," sebutnya.
Jumlahnya juga tidak banÂyak, hanya delapan orang dari total 82 pengajar di sekolah ini. "Mereka juga tidak ada kaitanÂnya dengan organisasi penduÂkung Fethullah," tandasnya.
Para guru asal Turki, lanjut dia, juga terdaftar di Dinas Pendidikan dan Imigrasi. Selain transfer ilmu pengetahuan, kata Sutirto, PASIAD juga kerap memberikan bantuan berupa fasilitas sekolah, seperti bangku dan meja. Bantuan itu berupa bantuan terputus. "Bantuan dari PASIAD tak pernah dalam benÂtuk tunai," tandasnya.
Kendati demikian, dia memÂbenarkan, bahwa banyak guru asal Turki yang terinspirasi dan mengikuti ajaran Gulen tentang Islam dan perdamaian. Tidak hanya itu, Sutirto menyatakan, sekolah ini juga pernah dituduh mempunyai keterkaitan dengan ajaran Syiah.
Namun, sambungnya, tuduhan miring apapun mengenai sekolah ini tidak berpengaruh terhadap kegiatan belajar mengajar. "Bagaimanapun juga fakta yang menjawab, malah sekolah kami terkenal sebagai sekolah sains," klaimnya.
Menurut dia, tuduhan-tuduhan miring yang ditujukan kepada sekolah ini tidak menimbulÂkan kekhawatiran para murid maupun orangtua murid. Hal itu terbukti, sehari setelah raÂmainya kabar adanya surat dari Kedutaan Besar Turki yang menyebut beberapa sekolah, dan salah satunya sekolah ini terkait dengan Fethullah Gullen, mereka tetap melakukan kegiatan belajar mengajar seperti biasa. "Karena orangtua murid sudah tahu dan mengenal kami," ujarnya.
Para alumni Kharisma Bangsa Boarding School, kata dia, juga ramai berpendapat di media sosial bahwa almamater mereka tidak mengajarkan kesesatan, apalagi terorisme.
Hal itu ditambah dengan reÂspons cepat Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) Muhadjir Effendy yang segera mendatangi Kharisma Bangsa Boarding School pada Jumat (29/7), dan menyatakan tidak adanya kaitan antara Sekolah Kharisma Bangsa dengan Fethullah Gullen atau FETO.
Terkait tudingan tersebut, Sutirto belum akan mengambil langkah hukum dan masih akan berkonÂsultasi dengan Kemendikbud serta Kementerian Luar Negeri (Kemenlu), Selasa (2/8). "Setelah pertemuan itu, kami baru mengamÂbil sikap selanjutnya."
Terpisah, Mendikbud Muhadjir Effendy mengaku sudah melakukan pengecekan terhadap sembilan sekolah yang disebut pemerintah Turki terkait FETO. "Memang sampai tahun 2015, sekolah-sekolah itu masih bekÂerja sama dengan organisasi Fethullah Gullen," ujar Muhadjir di Jakarta, kemarin.
Namun, kata Muhadjir, saat ini kerja sama tersebut sudah selesai dan sekolah-sekolah itu sudah berdiri dengan yayasan sendiri.
Dia juga memastikan, hubungan sembilan sekolah itu dengan FETO tak lantas membuatnya mengajarÂkan hal yang salah, apalagi yang terkait dengan terorisme.
Latar Belakang
Turki Juga Minta 17 Sekolah Di Nigeria Ditutup
Kedutaan Besar Turki memÂinta sembilan lembaga pendidiÂkan yang beroperasi di Indonesia ditutup.
Menurut Pemerintah Turki, lembaga-lembaga tersebut berkaitan dengan
Fethullah Gulen Terorist Organisation (FETO). FETO merupakan sebutan Pemerintah Turki untuk para pengiÂkut ulama Fethullah Gulen yang melakukan kudeta di Turki, tapi gagal pada Jumat (15/7).
Lembaga yang diminta ditutup adalah, Pribadi Bilingual Boarding School di Depok dan Bandung, Kharisma Bangsa Bilingual Boarding School di Tangerang Selatan, Semesta
Bilingual Boarding School di Semarang, dan Kesatuan Bangsa
Bilingual Boarding School di Yogyakarta.
Kemudian, Sragen
Bilingual Boarding School di Sragen,
Fatih Boy's School dan
Fatih Girl's School di Aceh, serta Banua
Bilingual Boarding School di Kalimantan Selatan.
Tidak hanya di Indonesia, di Nigeria, Kedutaan Besar Turki juga meminta menutup 17 sekoÂlah di negara itu karena diduga punya kaitan dengan gerakan kudeta yang gagal.
Duta Besar Turki untuk Nigeria, Hakan Cakil menudÂing, ada 17 sekolah binaan Gerakan Gulen. Satu di Kano, satu di Kaduna, satu di Abuja, Lagos dan di kota-kota lain. Sekolah-sekolah itu juga memÂberikan beasiswa. "Pemerintah Turki sudah menutup semua sekolah tingkat dasar, menenÂgah, dan atas serta universitas milik kelompok ini di Turki," kata Cakill.
Seperti diketahui, Presiden Turki Reccep Tayyip Erdogan sejak tiga tahun lalu menyatakan, Gerakan Gulen dan semua anak organisasinya sebagai jaringan teroris. Kendati demikian, banyak negara, termasuk Indonesia belum mengadopsi sikap yang sama.
Erdogan telah menutup 1.043 sekolah swasta, 1.229 yayasan, serta 15 universitas di seluruh Turki. Semua lembaga itu dilaÂrang beroperasi karena diduga didanai Gerakan Gulen.
Menteri Luar Negeri (Menlu) Retno LP Marsudi yakin, Turki akan menghargai keputusan Pemerintah Indonesia untuk tidak menutup sembilan sekolah itu. "Indonesia selalu menghormati hukum dan kedaulatan negara lain. Jadi, kita meminta negara lain untuk menghormati hukum dan peraturan yang berlaku di Indonesia," kata Retno di Istana Negara, Jakarta. ***