Berita

net

Dunia

Pembersihan Ala Erdogan Dianggap Sudah Berlebihan

KAMIS, 21 JULI 2016 | 03:47 WIB | LAPORAN: ALDI GULTOM

Pemerintahan Erdogan benar-benar sedang melakukan pembersihan terhadap lawan politiknya secara menyeluruh.

Setelah kudeta yang gagal pada akhir pekan lampau, pemerintah Turki sampai kini tercatat telah memecat atau menskors sekitar 50.000 orang dari lembaga-lembaga keamanan maupun lembaga yudikatif.

Mereka yang "dibersihkan" termasuk guru, wartawan, polisi dan hakim. Media-media Barat menggambarkan tindakan represif tersebut berkembang sangat cepat dan meluas dari hari ke hari. Bahkan, semakin tampak seperti perburuan besar-besaran untuk menekan perbedaan pendapat.


Pihak berwenang juga telah menskors sekitar 8.777 pegawai di Kementerian Dalam Negeri yang sebagian besar terdiri dari anggota polisi, serta 100 personel intelijen. Demikian diberitakan kantor berita resmi pemerintah, Anadolu, yang diteruskan CNN.

Anadolu mencatat 21.738 guru di lembaga-lembaga pendidikan swasta yang lisensinya dicabut, 2.745 hakim dan jaksa masuk daftar tahanan, dan1.577 dekan universitas telah diminta untuk mengundurkan diri.

Secara total, ada lebih dari 9.400 orang sebagian besar berasal dari militer yang sudah ditahan sampai Rabu (20/7). Di antara mereka, setidaknya ada 118 jenderal dan laksamana yang dipenjara karena dituduh berkomplot untuk menggulingkan Erdogan.

Tindakan penahanan terhadap mereka pun mendapat sorotan tajam dunia internasional karena tidak berperikemanusiaan dan sarat kekerasan.

Para pemimpin dunia Barat mendesak Presiden Erdogan dan pemerintahannya untuk menghormati prinsip-prinsip demokrasi dan bertindak sesuai hukum.

Dunia internasional juga mengkhawatirkan rencana Erdogan menghidupkan kembali hukuman mati bagi orang-orang yang dituduh mendalangi kudeta.

Anadolu juga melaporkan bahwa otoritas penyiaran Turki mencabut lisensi 24 perusahaan radio dan televisi yang dituding terkait dengan Fethullah Gulen, ulama kharismatik Turki yang dituduh pemerintah sebagai dalang kudeta yang gagal.

Pemerintah juga telah memblokir situs "whistleblower", WikiLeaks yang membongkar hampir 300.000 email pribadi Erdogan dan Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) pada Selasa malam. Alasan pemerintah melakukan pemblokiran adalah pelanggaran privasi dan publikasi data yang diperoleh secara ilegal.

WikiLeaks juga melaporkan bahwa situs mereka telah mengalami serangan cyber tiada henti setelah mengumumkan rencana membocor ratusan ribu dokumen rahasia pemerintah Turki. [ald]

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Laksdya Erwin Tinjau Distribusi Bantuan di Aceh Tamiang

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:55

Jembatan Merah Putih

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:40

Kongres Perempuan 1928 Landasan Spirit Menuju Keadilan Gender

Selasa, 23 Desember 2025 | 03:13

Menko AHY Lepas Bantuan Kemanusiaan Lewat KRI Semarang-594

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:55

Membeli Damai dan Menjual Perang

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:32

Komdigi Gandeng TNI Pulihkan Infrastruktur Komunikasi di Aceh

Selasa, 23 Desember 2025 | 02:08

Rocky Gerung: Kita Minta Presiden Prabowo Menjadi Leader, Bukan Dealer

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:45

DPRD Minta Pemkot Bogor Komitmen Tingkatkan Mutu Pendidikan

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:27

Kebijakan Mualem Pakai Hati Nurani Banjir Pujian Warganet

Selasa, 23 Desember 2025 | 01:09

Pemilihan Kepala Daerah Lewat DPRD Bikin Pemerintahan Stabil

Selasa, 23 Desember 2025 | 00:54

Selengkapnya