Patroli bersama merupakan cara paling efektif untuk mencegah kejadian penyanderaan terhadap Warga Negara Indonesia (WNI) di wilayah perairan.
Menurut pengamat terorisme Al Chaidar, patroli bersama tersebut perlu dilakukan antara tentara Indonesia, Malaysia dan Filipina, terutama di wilayah selatan Filipina. Pasalnya, wilayah tersebut dinilai sebagai salah satu titik rawan dan kawasan berbahaya.
"Pemerintah Filipina saja tidak sanggup mengatasi pemberontakan di wilayah tersebut," kata Al Chaidar pada Selasa (12/7).
Ia menambahkan bahwa cara lain yang juga bisa ditempuh adalah melakukan kajian untuk menjadikan wilayah rawan tersebut menjadi teritori khusus.
"Mungkin ada baiknya wilayah itu dijadikan wilayah tersendiri," pungkas Al Chaidar.
Sebelumnya diketahui bahwa kasus penculikan kembali terjadi di wilayah perairan pekan lalu. Tujuh ABK, empat WNI dan tiga WNA di Kapal Pukat Tunda, ditahan oleh lima penyandera bersenjata api, di perairan Lahad Datu, Malaysia pada Sabtu (9/7).
Dari tujuh ABK tersebut, tiga WNI, Emanuel, Lorens Koten dan Teodorus Kopong diculik. Sementara empat lainnya dibebaskan karena tidak memiliki dokumen identitas atau paspor.
Ketiga nelayan itu, diduga diculik oleh kelompok Abu Sayyaf.
Saat ini, aparat TNI masih melacak posisi ketiga WNI tersebut dan terus melakukan komunikasi dengan pemerintah Malaysia dan Filipina.
[mel]