Tragedi pembunuhan terhadap balita terulang lagi. Hal ini membuat publik semakin geram, mengutuk pelaku dan menuntut aparat segera meringkus pelaku untuk menghukumnya seberat mungkin.
Berita hilangnya anak perempuan usia lima tahun, bernama Neysa Nur Azlya, terdengar dari Kabupaten Kutai Timur, Kalimantan Timur, di hari kedua Lebaran (Kamis, 7/7). Kemarin, bocah buah pernikahan Faturahman dan Sabnah itu ditemukan tewas dengan kondisi sebagian tubuh terbakar, di sebuah hutan. Saat ini terduga pelakunya sedang dalam perburuan polisi.
Publik merespons geram. Salah satunya organisasi Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia (KAMMI). Kelompok mahasiswa ini mengutuk tindakan kejahatan penculikan dan pembunuhan balita tersebut.
"Kami menentang dan mengutuk segala bentuk kekerasan pada anak dalam bentuk apapun, termasuk yang terjadi di Kalimantan Timur,†tegas Ketua Umum PP KAMMI, Kartika Nur Rakhman, dalam siaran persnya (Senin, 11/7).
Ketua Bidang Perempuan PP KAMMI, Ni Nyoman Indira, menyatakan, kasus kejahatan terhadap anak termasuk kejahatan luar biasa dan harus ditindak secara tegas.
Pemerintah kabupaten dan kepolisian, tambah Indi, harus menemukan pelaku kejahatan tersebut dan mengusut tuntas kasusnya hingga pelaku mendapatkan hukuman berat sesuai dengan UU berlaku.
"Kasus kekerasan pada anak merupakan bencana besar bagi Indonesia. Berdasarkan laporan KPAI, angka kekerasan pada anak dari tahun ke tahun cenderung bertambah," papar Indi.
Belum habis duka publik karena kekerasan seksual pada anak yang terjadi beberapa bulan lalu, saat ini muncul lagi kekerasan pada anak di Indonesia yang mengakibatkan korban tewas.
"Hal ini membuktikan bahwa pemerintah masih belum serius dalam menangani kasus kekerasan pada anak dan hukum yang berlaku tidak memberikan efek jera kepada masyarakat," ujarnya.
"KAMMI meminta pemerintah dan aparat penegak hukum agar memberikan hukuman seberat-beratnya agar dapat menimbulkan efek jera bagi pelaku sekaligus memberikan efek 'takut berbuat' pada masyarakat,†simpulnya.
[ald]