Sebagian besar Perusahaan Otobus (PO) masih bertahan di Terminal Rawamangun, Jakarta Timur. Mereka menjual tiket mudik Lebaran di terminal ini. Padahal, Pemprov DKI telah memerintahkan agar mereka pindah ke Terminal Pulo Gebang, Jakarta Timur.
Armada bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) dari berbagai PO berkumpul di dekat pintu keluar Terminal Rawamangun. Sebagian armada yang belum berangkat, menunggu di tengah terminal. Sementara armada yang akan berangkat, membenÂtuk barisan ke arah pintu keluar terminal.
Di sekitar barisan bus tadi, terdapat para penumpang yang menunggu waktu keberangkatan. Mereka yang menunggu, terseÂbar di sejumlah titik, mulai dari tangga peron, pinggiran terminal, hingga kantin di samping terminal. Sementara sisanya, menunggu di ruang tunggu penumpang yang terletak di lantai 2.
Puluhan bangku besi tersedia di ruang tunggu tersebut. Di pojok belakang ruangan tersedia sebuah pendingin ruangan (AC) portable. Lalu di dinding bagian depan, terpasang televisi layar datar 32 inc. Dua buah kios yang tersedia di kedua sisi ruangan.
Di ruang tunggu ini, tidak hanya ada penumpang yang menunggu keberangkatan. Karyawan PO dan warga yang sedang mencari tiket bus AKAP juga berkeliaran di tempat itu. Sebab, tempat penjualan tiket berada di kanan dan kiri ruangan tersebut. Loket tiket dari berbaÂgai PO bus berjejer di sana.
Loket tiket yang disediakan pihak terminal itu cukup sederÂhana. Sebagian loket merupakan ruang terbuka berukuran 2x1 meter persegi, dengan plang PO bus yang terpasang di atas sebagai penanda. Sebagian lagi hanya berupa meja yang ditemÂpeli plang PO bus di depannya. Tidak ada sekat, hanya sedikit dipisahkan jarak.
Loket-loket tersebut masih ada di sana. Padahal, Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta memÂberi batas waktu sampai 20 Juni 2016 bagi para PO bus untuk pinÂdah ke Terminal Pulo Gebang.
PO yang mesti pindah ke Terminal Pulo Gebang, yakni untuk trayek Jawa Tengah dan Jawa Timur. PO trayek Jawa Tengah dan Jawa Timur yang harus pindah semua ke Pulo Gebang, yakni yang selama ini di Terminal Rawamangun dan Pulo Gadung. Bila masih ada PO yang tidak pindah sampai 20 Juni, akan dianggap melanggar dan akan ditertibkan.
Dasar rujukan untuk menertibkan PO Bus karena kartu pengawasan (KP), dan Kartu Izin Usaha Terminal Rawamangun dan Pulo Gadung yang dikeluarkan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kedua izin bagi para PO bus itu telah berubah menjadi KP Terminal Pulo Gebang, sehingga, PO bus tak bisa lagi menolak pindah.
Hal ini dibantah oleh Boy, karyawan PO bus ANS yang melayani tujuan pulau Sumatera. Menurut dia, tidak ada penertiban PO bus pada 20 Juni lalu. Sebab, berdasarkan kesepakatan ketika rapat di Terminal Pulo Gebang, PO bus yang diwajibÂkan pindah ke sana hanya yang sudah memegang izin trayek ke terminal tersebut. PO bus yang beÂlum, masih diperbolehkan menjual tiket di terminal sebelumnya.
"Yang sudah punya izin trayek ke Terminal Pulo Gebang saja yang wajib pindah ke sana. Sisanya, menunggu perubahan izin trayek itu," ujarnya kepada Rakyat Merdeka, kemarin.
Boy menyatakan, PO bus tidak diberikan batas waktu untuk mengubah trayeknya dari Terminal Rawamangun, ke Terminal Pulo Gebang. Perubahan trayek tersebut hanya dilakukan saat PO bus mengajukan perpanjang izin trayek. Dishubtrans tinggal mengubahnya ke Pulo Gebang.
"Setelah izin trayek ke Terminal Pulo Gebang itu turun, baru PO bus wajib pindah ke sana," kata dia.
Dia menambahkan, pada dasarnya PO bus tidak ada yang menolak untuk dipindahkan ke terminal yang diklaim sebagai termegah di Asia Tenggara tersebut. Namun, dia meminta agar pemindahan tersebut dilakukan pelan-pelan, agar tidak mengacaukan kondisi yang sudah terbentuk.
"Seperti kemarin yang tiba-tiba suruh pindah, padahal arus mudik sebentar lagi. Orang mau mudik itu beli tiketnya 3-4 bulan sebelum hari H. Kalau tiba-tiba pindah bisa kacau, karena ada masalah karyawan," ucapnya.
Boy menjelaskan, kebanyakan PO bus memiliki loket di Terminal Pulo Gadung sebagaipusatnya, dan Terminal Rawamangun sebagai cabangnya. Jika loket PO bus di kedua terminal tersebut dipindahkan ke Pulo Gebang, akan menyebabkan penumpukan pegawai di satu terminal. Kalau sudah begitu, akan terjadi pemutusan hubungan kerja besar-besaran terhadap karyawan PO di Rawamangun.
"Sebab, yang mengangkat karyawan di Rawamangun adaÂlah pegawai PO di Pulo Gadung. Otomatis pasti kami yang akan ditendang karena sama-sama butuh kerja," jelas dia.
Tak hanya menyebabkan pengangguran, lanjut Boy, masalah PHK ini juga bisa menyebabkan tindak kriminal. Para karyawan yang dipecat secara tiba-tiba itu, bisa saja menjadi gelap mata dan mencuri duit tiket yang dipegangnya. Jika sudah demikian, penumpang yang mengalami kerugian.
"Bukannya mau berfikiran negatif, tapi namanya manusia kan. Musim mudik begini dia bisa peÂgang puluhan juta setiap harinya. Kalau tiba-tiba dipecat apa engÂgak gelap mata," tandasnya.
Selain meminta agar dilakuÂkan perlahan, Boy juga meminta agar, sebelum mereka dipindahÂkan ke Terminal Pulo Gebang, sarana dan prasarana pendukung di terminal tersebut dilengkapi. Terutama masalah angkutan kota dari dan ke Terminal Pulo Gebang. Dia menilai, minimnya angkutan dari dan ke Terminal Pulo Gebang tersebut membuat penumpang sengsara.
"Ambil contoh bus kami yang dari Padang ke Jakarta. Mereka biasanya tiba subuh. Itu kalau tak ada angkutan bagaimana? Apa mereka disuruh tidur dulu di terminal," ucapnya.
Hal yang sama disampikan pengurus PO Bus Shantika, Yono. Dia menuturkan, hingga kini angkutan bus kota belum banyak masuk ke terminal itu, sehingga dikhawatirkan akan mempengaruhi pendapatan mereka lantaran sepi penumpang. Sebab, tidak mungkin penumpang hanya mengandalkan angÂkutan Transjakarta untuk datang atau meninggalkan Terminal Pulo Gebang.
"Penumpang jadi malas ke sana kalau aksesnya sulit. Mana jaraknya juga jauh. Bus kotanya kan harus ada. Kalau tak ada, bagaimana penumpang yang turun jam dua malam dari Jawa mau ke Grogol, Pasar Minggu, dan Blok M," tuturnya.
Menurut Yono, kesulitan akses ini akan membuat para calon penumpangnya beralih ke termiÂnal bayangan yang ada di sejumÂlah titik, seperti Cempaka Putih, Perumpung, dan Kalimalang. Pasalnya, akses ke terminal bayangan tersebut lebih mudah, dan lebih dekat jaraknya. Oleh sebab itu, dia juga meminta agar seluruh terminal bayangan itu ditertibkan terlebih dahulu, sebelum mereka dipindahkan.
"Kalau tidak ditertibkan, sama saja Dishubtrans mau menghancurkan usaha kami. Sudah bikin manajemen kacau karena tiba-tiba dipindahkan, eh penumpang juga terancam hilang," tukasnya.
Latar Belakang
Baru 19 Perusahaan Otobus Yang Masuk Ke Terminal Pulo Gebang
Bus Antar Kota Antar Provinsi (AKAP) yang mampir ke Terminal Pulo Gebang, Cakung, Jakarta Timur bisa dihiÂtung dengan jari. Begitu pula Bus Transjakarta Koridor 11 (Pulogebang-Kampung Melayu), dan bus Damri jurusan Bandara Soekarno-Hatta yang terkadang tampak menunggu penumpang di lantai 2.
Angkutan KWK lah yang rutin beroperasi di terminal ini. Sedikitnya terdapat lima trayek yang menggunakan Terminal Pulo Gebang, yakni KWK T29 (Pulo Gebang-Pulogadung), T22 (Pulo Gebang-Pulogadung), T32 (Pulo Gebang-Pulogadung), T25 (Pulo Gebang-Rawmangun), dan Koasi 22A (Pulo Gebang-Pondok Gede).
Para sopir angkot tersebut kerap berkumpul di luar Gedung C. Sayangnya, tidak banyak warga yang mencari angkutan di terminal ini, sehingga mereka pun kerap keluar dari terminal tanpa membawa penumpang.
Kepala Terminal Pulo Gebang, Nurhayati Sinaga mengatakan, sejauh ini baru ada 19 PO bus saja yang sudah menempati loket. Sementara PO bus lainnya belum terlihat tanda-tanda akan menempati loket-loket yang telah disediakan.
"Dari yang direncanakan 74 PO bus yang terdaftar untuk melakukan pengundian, hanya 60 PO bus saja yang sudah mengambil undian. Sementara dari jumlah tersebut, baru 19 PO bus saja yang sudah menempati loket," kata dia.
Saat disinggung mengenai hanya ada satu meja yang baru disediakan sebagai loket dadaÂkan PO bus, Nurhayati mengaÂtakan, hal itu lebih dikarenakanmerekabelum pindah ke Terminal Pulogebang.
"Kalau mereka sudah pindah ke sini, pasti kami sediakan tempatnya," terangnya.
Khusus mengenai sanksi bagi PO bus yang belum juga pindah hingga batas waktu yang telah ditentukan, Nurhayati mengaku tidak bisa memberikan sanksi.
"Harusnya sudah ditempati semua sejak tanggal 21, tapi ternyata banyak yang belum masuk. Kami palingan mendorongmerekaagar segera masuk ke sini karena kan kasihan juga penumpang," ucapnya.
Sebelumnya, Dinas Perhubungan dan Transportasi (Dishubtrans) DKI Jakarta memberi batas waktu sampai dengan 20 Juni 2016 bagi para PO bus, untuk pindah ke Terminal Pulo Gebang. PO yang mesti pindah ke Terminal Pulo Gebang yakni untuk trayek Jawa Tengah dan Jawa Timur. PO trayek Jawa Tengah dan Jawa Timur yang harus pindah semua ke Pulo Gebang, yakni yang selama ini di Terminal Pulo Gadung dan Rawamangun. Bila masih ada PO yang tidak pindah sampai 20 Juni, akan dianggap melanggar dan akan ditertibkan.
Dasar rujukan untuk menÂertibkan PO Bus yang bandel adalah karena kartu pengawasan (KP), dan Kartu Izin Usaha Terminal Pulo Gadung yang dikeluarkan Dirjen Perhubungan Darat Kementerian Perhubungan (Kemenhub). Kedua izin bagi para PO bus itu telah berubah menjadi KP Terminal Pulo Gebang, sehingga, PO bus tak bisa lagi menolak pindah.
Sementara itu, loket bus yang ada di lantai dua terminal sepi. Tak ada penumpang atau akÂtivitas jual beli di lantai tersebut. Bagian dalam loket pun tampak gelap, pintunya terkunci, dan tidak ada penjaganya, baik di dalam loket mau pun di area sekitarnya. Tampaknya belum semua loket ditempati para Perusahaan Otobus (PO). Hanya beberapa loket saja yang sudah ditempati.
Pemandangan tidak jauh berÂbeda juga terlihat di lokasi yang seharusnya menjadi loket tamÂbahan. Meja yang seharusnya digunakan sebagai loket dadakan PO bus, hanya terlihat satu unit saja. Sementara lainnya hanya nomor urut loket yang terpasang di tembok.
"PO-nya banyak itu cuma pas awal disuruh pindah ke sini dari Terminal Pulogadung, sama pas Lebaran tahun kemarin. Setelahnya mulai berkurang pelan-pelan sampai sekarang sepi begini," ujar Pegawai PO Bus Rosalia Indah, Wati.
Menurut Wati, semua PO yang tutup kemungkinan disebabkan karena menggunakan sistem komisi, dimana banÂyaknya uang yang didapat oleh pegawai tergantung dari jumlah penumpang yang diberangkatÂkan dari loket PO tempat mereka berada. Karena sepi penumpang, mereka pun tidak memperoleh pendapatan.
"Makanya mereka tak kuat kalau buka terus, akhirnya banÂyak yang tutup seperti sekarang. Kalo digaji kayak saya kan aman. Tinggal tunggu perintah dari atas, harus ditutup atau tidak," terangnya. ***