Gubernur DKI Jakarta, Basuki Tjahaja Purnama, sependapat dengan putusan Mahkamah Konstitusi (MK) bahwa anggota Dewan yang akan maju dalam pemilihan kepala daerah harus mundur.
Namun kalau calon petahana seperti dirinya, dia mengatakan, akan lucu kalau diminta mundur.
"Sekarang patokan kami MK (Mahkamah Konstitusi) saja. Kalau kami (calon petahan) diminta mundur, lucu dong," ujar Ahok di Cipete Utara, Jakarta Selatan, Selasa (31/5).
Dia menambahkan, kalau kepala daerah juga diminta mundur bila ingin maju kembali, sama saja memberikan masa jabatan empat tahun kepada kepala daerah, bukan lima tahun.
"Namanya juga petahana. Kalau mundur, berarti saya tidak menyelesaikan waktu lima tahun. Kan lucu. Mana ada petahana mundur. Kalau gitu pembatasan aja empat tahun. Kenapa tidak empat tahun saja," imbuh dia.
Dalam Pasal 68 Peraturan KPU (PKPU) Nomor 12 Tahun 2015, calon yang telah ditetapkan dan berstatus sebagai anggota DPR, DPD, DPRD, TNI/Polri, dan PNS wajib menyampaikan keputusan pejabat yang berwenang tentang pemberhentian jabatannya. Dalam aturan itu, petahana tidak diwajibkan mengundurkan diri jika ingin maju pada pilkada.
Sementara sebelumnya, Wakil Ketua Komisi II DPR RI, Ahmad Riza Patria mengatakan bahwa dirinya sepakat jika anggota dewan harus mundur, tapi hal yang sama juga diberlakukan untuk petahana.
"Kalau DPR mundur, incumbent juga harus mundur. Jangan DPR saja yang mundur. Semua harus setara," katanya di Gedung DPR, Jakarta, Senin (30/5).
Petahana, justru memiliki peluang untuk memanfaatkan jabatannya ketimbang anggota dewan. Dikatakannya, dengan jabatan yang dimiliki petahana, APBD dapat disalahgunakan.
Begitu juga dengan program daerah yang disusupi kampanye terselubung oleh petahana dan masyarakat banyak tidak dapat membedakan hal itu.
"Yang sebenarnya punya daya rusak paling tinggi ya petahana. Bukan anggota dewan. Mereka punya anggaran dan anak buah, kami kan tidak punya," katanya.
Riza mengharapkan pemerintah dapat adil dalam memutuskan mundur atau tidaknya anggota dewan saat mencalonkan diri sebagai kepala daerah. "Kami cuma minta keadilan, jangan kami disuruh mundur, tapi petahana tidak," ujarnya.
Riza memandang petahana memiliki sumber daya ekonomi, politik, dan birokrasi yang besar, yang berpotensi disalahgunakan.
"Bayangkan, petahana bisa memobilisasi birokrasi. Kalau ada kepala dinas atau kepala sekolah yang tidak melaksanakan perintahnya saat kampanye bisa saja dimutasi, petahana itu punya daya rusak yang besar," ujar Riza.
Selain itu, kata dia, sering kali petahana menggunakan kewenangannya dalam hal anggaran untuk kepentingan politiknya saat masa kampanye.
[zul]