Partai Gerindra merasa risau mendengar isu Presiden Joko Widodo akan memperpanjang masa jabatan Jenderal Pol Badrodin Haiti sebagai Kepala Kepolisian RI (Kapolri).
Menurut anggota Komisi III DPR RI dari Gerindra, Wihadi Wiyanto, perpanjangan masa jabatan Badrodin akan merusak regenerasi di internal Polri.
"Gerindra menolak hal tersebut karena dengan perpanjangan maka regenerasi Polri akan terhambat," kata Wihadi kepada Kantor Berita Politik RMOL, sesaat lalu (Jumat, 27/5).
Selain menghambat regenerasi, dasar hukum perpanjangan masa jabatan Kapolri itu juga sangat kabur.
"Tidak mempunyai dasar hukum dan ada kesan pendukung perpanjangan mencari-cari dasar hukumnya untuk menjustifikasi bahwa perpanjangan bisa dilakukan oleh Presiden," kata Wihadi.
Wacana memperpanjang masa jabatan Kapolri didukung oleh argumentasi merujuk pada UU 2/2002 tentang Polri. Pasal 30 menjelaskan, "usia pensiun maksimum anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia 58 (lima puluh delapan) tahun dan bagi anggota yang memiliki keahlian khusus dan sangat dibutuhkan dalam tugas kepolisian dapat dipertahankan sampai dengan 60 (enam puluh) tahun".
Politisi Gerindra, Desmond Mahesa, sebelumnya mengatakan, kalaupun jabatan Badroddin sebagai Kapolri diperpanjang, harus ada peraturan pengganti undang-undang (Perppu) yang dikeluarkan oleh Presiden. Perppu tersebut kemudian diajukan ke DPR untuk dimintai persetujuan.
Wacana perpanjangan masa jabatan Kapolri ditolak mentah-mentah oleh PDIP. Politisi PDIP di Komisi III, Junimart Girsang, mengingatkan Presiden Joko Widodo untuk berlaku cerdas. Presiden harus bisa menjelaskan kepada DPR dan masyarakat luas apa dasar hukum yang jelas jika benar terjadi perpanjangan masa bakti Kapolri.
Sementara, ia sangat yakin tidak ada aturan perundang-undangan yang mengizinkan pemerintah memperpanjang masa bakti Kapolri, yang notabene jabatan politik.
[ald]