Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) PemÂberatan Hukuman Kejahatan Seksual, atau lebih dikenal sebagai Perppu Kebiri. Namun, aturan tersebut menÂimbulkan pro-kontra. Pakar kesehatan reproduksi Dr Boyke Dian Nugraha mengatakan, hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual.
"Seks itu ada aspek medis, sosial, biologi, budaya, hukum, lingkungan dan sebagainya. Jadi semuanya itu harus terkait. Dan yang harus kita ingat adalah, gairah seksual itu adalah instingdasar manusia. Saya melihat presiden selalu memperbaiki infrastruktur negara, ya sama, infrastruktus seksual juga dong," kata Boyke saat dijumpai Rakyat Merdeka di kantornya, kemarin. Inilah petikan wawancarannya.
Sebagai pakar kesehatan reproduksi, bagaimana Anda menanggapi penerapan aturan hukuman kebiri?
Kita lihat efeknya dulu ya. Hukuman kebiri itu menghilÂangkan hormon identitas laki-laki, sehingga dia akan menjadi perempuan.
Kita lihat efeknya dulu ya. Hukuman kebiri itu menghilÂangkan hormon identitas laki-laki, sehingga dia akan menjadi perempuan.
Maksudnya?Payudaranya tumbuh, kulitnya menjadi halus, kemudian dia menjadi gemuk, bulu-bulunya rontok, kemudian suaranya bisa berubah. Lalu yang paling menyeramkan, ketika dia menÂjadi gemuk dan payudaranya tumbuh, kemudian hormon esterogennya meningkat. Dia sudah tidak ada gairah lagi, dan tidak ada agresifitas lagi.
Otot-ototnya menjadi lemas, kemudian terjadi peningkatan risiko diabetes, dan setelah gula darahnya naik akan terjadi kelainan pada jantung dan keÂmungkinan stroke. Itulah efek kebiri, baik kimia maupun fisik, dari segi fisik. Secara mental beda lagi.
Apa itu?Secara mental, yang terjadi adalah dia tiba-tiba menjadi tidak bergairah. Kemudian menÂjadi orang yang tidak agresif, atau pasif. Dan yang paling bahaya adalah dia akan mengaÂlami depresi dan (tidak menutup kemungkinan) dia bunuh diri.
Artinya Anda menentang aturan itu?Oleh karena itu, para dokter, pada umumnya, termasuk saya, tidak setuju dengan hukuman kebiri itu.
Kenapa?Karena yang sakit dari si pelaku pemerkosaan, paedofilia, pembunuh sadis, itu adalah kejiÂwaannya. Jadi yang harus diperÂbaiki adalah kejiwaannya.
Bagaimana caranya?Melalui proses rehabilitasi. Baik pelaku maupun korbanÂnya juga diobati. Kenapa harus direhab, karena dengan dikebiri, pelaku ini akan sakit secara fisik. Sudah sakit jiwanya, ditambah lagi sakit fisiknya. Karena kami di dunia kedokteran itu memÂbantu orang untuk sembuh dari sakitnya, meskipun dia penjahat. Kami harus membuat lebih baik, bukan lebih sakit dengan dikeÂbiri. Itu mungkin pandangan dari dokter seperti itu.
Kalau tanggapan dari presiÂden terhadap pelaku kejahaÂtan seksual dengan membuat Perppu, itu artinya dia tanggap dan cepat. Tetapi, memberikan hukumannya seharusnya dikaji lebih dalam dulu. Lagipula kenapa nggak menunggu DPR menyelesaikan Undang-Undang Anti Kekerasan Seksual? Kan bisa menyerap aspirasi secara lebih luas.
Mungkin karena kejahatan seksual yang meningkat belaÂkangan ini?Oke, bagus saja. Tapi (kalau begitu), artinya kita ini termasuk orang yang mirip dengan peÂmadam kebakaran. Ada kebaÂkaran, baru dipadamkan. Kita nggak tahu kenapa bisa terjadi kebakaran.
Inilah yang para dokter inÂginkan. Seharusnya penanganan kasus kekerasan seksual ini meÂnyeluruh. Karena seks ini tidak melulu mengenai medis.
Lantas?Selain medis, seks itu ada aspek sosial, biologis, budaya, hukum, lingkungan dan sebaÂgainya. Jadi semuanya itu harus terkait. Dan yang harus kita ingat adalah, gairah seksual itu adalah insting dasar manusia. Saya melihat Presiden selalu memÂperbaiki infrastruktur negara, ya sama, infrastruktur seksual juga dong.
Seperti apa caranya?Lewat
comprehensive sex eduÂcation (CSE). Dalam CSE itu seÂluruhnya akan diajari. Mulai dari orangtuanya, gurunya, hingga penjaga sekolahnya.
Bentuk pengajarannya baÂgaimana?Nanti dia akan memberi perlindungan untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, dan yang terpenting adalah dia tidak akan emosional. Dia tidak akan menyerang, tidak melakukan pemaksaan kepada orang lain. Jadi kedaulatan dia terlindungi, dan kedaulatan orang lain juga terlindungi.
Selanjutnya adalah pertanÂyaan, kenapa sih kejahatan sekÂsual meningkat? Ya bagaimana (tidak meningkat), konten porÂno mudah diakses. Makanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mesti memÂbantu. Orang tua juga harus peka terhadap ponsel anak. Agama juga harus dipegang dan juga pola pengasuhan.
Setelah itu, kita kan tahu pelaku kebanyakan dari korban perceraian atau pelecehan atau kekerasan dalam rumah tangga, tidak dianggap. Karena itu, tugas Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk memberikan masuÂkan kepada calon pengantin supaya jangan bercerai, dan baÂgaimana merawat anak. Karena kan tidak ada sekolah merawat anak.
Jadi semuanya itu harus diÂlakukan. Karena kok saya yakin ya, dengan kebiri ini malah makin meningkat kasus kejahaÂtan seksual. Karena kita represif. Saya lihat binatang dikebiri saja tidak tega, nah ini malah dilakuÂkan ke manusia.
Bagaimana dengan dokter yang melakukan kebiri?Kalau itu saya tidak tahu. Karena dokter saja banyak yang melakukan praktik aborsi ya. Dan kelihatannya sih melanggar kode etik ya. Kan ada etika dan sumpah dokter, "jangan memÂbuat orang bertambah sakit keÂtika dia datang kepada Anda".
Lantas, apa hukuman yang pas bagi pelaku kejahatan seksual?Kalau saya, daripada melihat orang dikebiri seperti itu, lebih baik dihukum mati saja. Atau kalau itu melanggar HAM, lebih baik kucilkan saja mereka ke suatu tempat. Mereka diobati, didatangkan psikiater. Untuk hidup, berikan mereka ternak untuk dipelihara. Itu lebih baik daripada dikebiri. ***