Berita

Dr Boyke Dian Nugraha:net

Politik

WAWANCARA

Dr Boyke Dian Nugraha: Kalau Dikebiri, Yang Paling Bahaya Dia Akan Depresi, Kemudian Bunuh Diri

JUMAT, 27 MEI 2016 | 09:01 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Presiden Joko Widodo akhirnya meneken Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Pem­beratan Hukuman Kejahatan Seksual, atau lebih dikenal sebagai Perppu Kebiri. Namun, aturan tersebut men­imbulkan pro-kontra. Pakar kesehatan reproduksi Dr Boyke Dian Nugraha mengatakan, hukuman kebiri tidak menyelesaikan masalah kejahatan seksual.

"Seks itu ada aspek medis, sosial, biologi, budaya, hukum, lingkungan dan sebagainya. Jadi semuanya itu harus terkait. Dan yang harus kita ingat adalah, gairah seksual itu adalah instingdasar manusia. Saya melihat presiden selalu memperbaiki infrastruktur negara, ya sama, infrastruktus seksual juga dong," kata Boyke saat dijumpai Rakyat Merdeka di kantornya, kemarin. Inilah petikan wawancarannya.

Sebagai pakar kesehatan reproduksi, bagaimana Anda menanggapi penerapan aturan hukuman kebiri?
Kita lihat efeknya dulu ya. Hukuman kebiri itu menghil­angkan hormon identitas laki-laki, sehingga dia akan menjadi perempuan.

Kita lihat efeknya dulu ya. Hukuman kebiri itu menghil­angkan hormon identitas laki-laki, sehingga dia akan menjadi perempuan.

Maksudnya?
Payudaranya tumbuh, kulitnya menjadi halus, kemudian dia menjadi gemuk, bulu-bulunya rontok, kemudian suaranya bisa berubah. Lalu yang paling menyeramkan, ketika dia men­jadi gemuk dan payudaranya tumbuh, kemudian hormon esterogennya meningkat. Dia sudah tidak ada gairah lagi, dan tidak ada agresifitas lagi.

Otot-ototnya menjadi lemas, kemudian terjadi peningkatan risiko diabetes, dan setelah gula darahnya naik akan terjadi kelainan pada jantung dan ke­mungkinan stroke. Itulah efek kebiri, baik kimia maupun fisik, dari segi fisik. Secara mental beda lagi.

Apa itu?
Secara mental, yang terjadi adalah dia tiba-tiba menjadi tidak bergairah. Kemudian men­jadi orang yang tidak agresif, atau pasif. Dan yang paling bahaya adalah dia akan menga­lami depresi dan (tidak menutup kemungkinan) dia bunuh diri.

Artinya Anda menentang aturan itu?
Oleh karena itu, para dokter, pada umumnya, termasuk saya, tidak setuju dengan hukuman kebiri itu.

Kenapa?
Karena yang sakit dari si pelaku pemerkosaan, paedofilia, pembunuh sadis, itu adalah keji­waannya. Jadi yang harus diper­baiki adalah kejiwaannya.

Bagaimana caranya?
Melalui proses rehabilitasi. Baik pelaku maupun korban­nya juga diobati. Kenapa harus direhab, karena dengan dikebiri, pelaku ini akan sakit secara fisik. Sudah sakit jiwanya, ditambah lagi sakit fisiknya. Karena kami di dunia kedokteran itu mem­bantu orang untuk sembuh dari sakitnya, meskipun dia penjahat. Kami harus membuat lebih baik, bukan lebih sakit dengan dike­biri. Itu mungkin pandangan dari dokter seperti itu.

Kalau tanggapan dari presi­den terhadap pelaku kejaha­tan seksual dengan membuat Perppu, itu artinya dia tanggap dan cepat. Tetapi, memberikan hukumannya seharusnya dikaji lebih dalam dulu. Lagipula kenapa nggak menunggu DPR menyelesaikan Undang-Undang Anti Kekerasan Seksual? Kan bisa menyerap aspirasi secara lebih luas.

Mungkin karena kejahatan seksual yang meningkat bela­kangan ini?
Oke, bagus saja. Tapi (kalau begitu), artinya kita ini termasuk orang yang mirip dengan pe­madam kebakaran. Ada keba­karan, baru dipadamkan. Kita nggak tahu kenapa bisa terjadi kebakaran.

Inilah yang para dokter in­ginkan. Seharusnya penanganan kasus kekerasan seksual ini me­nyeluruh. Karena seks ini tidak melulu mengenai medis.

Lantas?
Selain medis, seks itu ada aspek sosial, biologis, budaya, hukum, lingkungan dan seba­gainya. Jadi semuanya itu harus terkait. Dan yang harus kita ingat adalah, gairah seksual itu adalah insting dasar manusia. Saya melihat Presiden selalu mem­perbaiki infrastruktur negara, ya sama, infrastruktur seksual juga dong.

Seperti apa caranya?
Lewat comprehensive sex edu­cation (CSE). Dalam CSE itu se­luruhnya akan diajari. Mulai dari orangtuanya, gurunya, hingga penjaga sekolahnya.

Bentuk pengajarannya ba­gaimana?
Nanti dia akan memberi perlindungan untuk dirinya sendiri, untuk orang lain, dan yang terpenting adalah dia tidak akan emosional. Dia tidak akan menyerang, tidak melakukan pemaksaan kepada orang lain. Jadi kedaulatan dia terlindungi, dan kedaulatan orang lain juga terlindungi.

Selanjutnya adalah pertan­yaan, kenapa sih kejahatan sek­sual meningkat? Ya bagaimana (tidak meningkat), konten por­no mudah diakses. Makanya, Kementerian Komunikasi dan Informatika juga mesti mem­bantu. Orang tua juga harus peka terhadap ponsel anak. Agama juga harus dipegang dan juga pola pengasuhan.

Setelah itu, kita kan tahu pelaku kebanyakan dari korban perceraian atau pelecehan atau kekerasan dalam rumah tangga, tidak dianggap. Karena itu, tugas Badan Penasehatan Pembinaan dan Pelestarian Perkawinan (BP4) untuk memberikan masu­kan kepada calon pengantin supaya jangan bercerai, dan ba­gaimana merawat anak. Karena kan tidak ada sekolah merawat anak.

Jadi semuanya itu harus di­lakukan. Karena kok saya yakin ya, dengan kebiri ini malah makin meningkat kasus kejaha­tan seksual. Karena kita represif. Saya lihat binatang dikebiri saja tidak tega, nah ini malah dilaku­kan ke manusia.

Bagaimana dengan dokter yang melakukan kebiri?
Kalau itu saya tidak tahu. Karena dokter saja banyak yang melakukan praktik aborsi ya. Dan kelihatannya sih melanggar kode etik ya. Kan ada etika dan sumpah dokter, "jangan mem­buat orang bertambah sakit ke­tika dia datang kepada Anda".

Lantas, apa hukuman yang pas bagi pelaku kejahatan seksual?
Kalau saya, daripada melihat orang dikebiri seperti itu, lebih baik dihukum mati saja. Atau kalau itu melanggar HAM, lebih baik kucilkan saja mereka ke suatu tempat. Mereka diobati, didatangkan psikiater. Untuk hidup, berikan mereka ternak untuk dipelihara. Itu lebih baik daripada dikebiri. ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya