Berita

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Awi Setiyono (tengah), menunjukkan barang bukti DVD porno dan uang tunai di Polda Metro Jaya, kemarin. 10 ribu DVD porno disita dari kawasan Glodok.

Indonesia Bangsa Porno?

Ranking1 Pengunduh Video Porno Di Asia
KAMIS, 19 MEI 2016 | 09:17 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Maraknya kasus pemerkosaan belakangan ini mengungkap banyak hal. Salah satunya, Kemensos mencatat, Indonesia berada di rangking satu sebagai pengunduh dan pengunggah video porno di Asia. Apa berarti ini menunjukkan kita sebagai bangsa porno?

Kadiv Humas Polri Brigjen Boy Rafli Amar mengaku prihatin dengan predikat Indonesia sebagai surga pedofilia. Dia bilang, jika masyarakat Indonesia memiliki akhlak baik maka tak banyak yang terlibat atau terjebak dalam pelanggaran hukum maupun menjadi korban.

Sedangkan untuk pedofilia, ditegaskan Boy itu berkaitan dengan karakter dan individu seseorang. Ia menepis bila Indonesia menjadi surga pedofilia dikarenakan hukum tidak membuat jera para pelakunya.


"Tidak bisa dilihat dari satu perspektif masalah. Sanksi hukum iya tapi kalau orang kena penyakit pedofilia berarti sudah karakter," tambahnya.

Indonesia mendapat predikat sebagai surganya pedofilia terbesar se-Asia. Pedofilia adalah ketertarikan seksual pada anak-anak.

Sebelumnya, Kemensos mengungkap data yang menunjukkan dimana Indonesia sebagai negara yang paling banyak mengunduh video porno. Kata Menteri Sosial Khofifah Indar Parawansa, Indonesia menduduki posisi pertama dalam mengunduh situs pedofil di Asia, dan nomor 2 di dunia.

"Seringkali kita lupa apa yang terjadi di masyarakat dengan fenomena seperti ini. Hal ini harus kita koreksi bersama antara pemerintah dan masyarakat," kata Khofifah.

Khofifah meminta peran serta masyarakat untuk melaporkan dan mencegah tindak pidana pedofil. "Kewaspadaan masyarakat sangat diperlukan dalam pencegahan paedofil di Tanah Air. Penyelesaian secara komprehensif sangat diperlukan dalam masalah ini," ucap Khofifah.

Menurut dia, perlindungan terhadap anak Indonesia dari para predator paedofil sangat diperlukan demi menjaga masa depan mereka. Jika perlu, kata Khofifah, pelaku mendapatkan tambahan hukuman.

"Jika kita memandang pelaku pedofil sebagai gangguan jiwa maka semua bisa bebas. Untuk itu, para pelaku pedofil jangan dipandang sebagai gangguan jiwa. Mereka harus diberikan hukuman yang berat," ungkap dia.

Hukuman tambahan bagi para pelaku pedofil sudah banyak diterapkan di sejumlah negara guna memberikan efek jera. Mereka antara lain Jerman, Amerika, Skandinavia, Australia dan Ceko.

Pengamat sosial budaya dari UI Devie Rahmawati mengatakan, kasus-kasus pemerkosaan seringkali diiringi adanya faktor minuman keras dan konsumsi konten pornografi. Karena itu, dia berharap pemerintah mengatur ketat keduanya.

"Berbagai tayangan pornografi yang dapat diakses dengan hanya satu sentuhan jari, perlu diatur juga," kata Devie, kemarin. Menurutnya, sudah ada serangkaian studi yang menyebutkan bahwa tidak semua pengonsumsi konten pornografi melakukan pemerkosaan. Namun pemerkosa rata rata menjadi pelanggan tayangan pornografi.

Pengamat sosial dari UI Rizal E Halim mengatakan, salah satu pemicu meningkatnya kekerasan seksual adalah pengaruh pornografi yang dapat diakses bebas oleh anak-anak dan remaja. "Terkait hal ini, Pemerintah dituntut untuk dapat bekerja maksimal dalam menyeleksi arus informasi yang masuk ke Indonesia," kata Rizal.

Beberapa langkah mendesak dibutuhkan adalah secara intensif dan masif melalukan seleksi dan penutupan situs-situs yang bertentangan dengan nilai, norma, kebudayaan bangsa.

Selanjutnya bekerja sama dengan tim kejahatan siber Polri untuk memberi efek jera bagi situs-situs dalam negeri yang mengandung kejahatan pornografi, teror, dan lain-lain. Selain itu, perlu juga dilakukan kerja sama dengan lembaga pendidikan dan organisasi masyarakat dan pemuka agama dalam sosialisasi internet sehat. Filterisasi situs-situs berbahaya dapat dilkukan dengan bekerja sama dengan operator-operator telekomunikasi.

Simpul-simpul masyarakat termasuk elemen keluarga sebagai kumpulan terkecil tetap harus mewaspadai derasnya liberalisasi informasi yang berpotensi merusak moral bangsa.  ***

Populer

Mantan Jubir KPK Tessa Mahardhika Lolos Tiga Besar Calon Direktur Penyelidikan KPK

Rabu, 24 Desember 2025 | 07:26

Mantan Wamenaker Noel Ebenezer Rayakan Natal Bersama Istri di Rutan KPK

Kamis, 25 Desember 2025 | 15:01

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Sarjan Diduga Terima Proyek Ratusan Miliar dari Bupati Bekasi Sebelum Ade Kuswara

Jumat, 26 Desember 2025 | 14:06

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

8 Jenderal TNI AD Pensiun Jelang Pergantian Tahun 2026, Ini Daftarnya

Rabu, 24 Desember 2025 | 21:17

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

UPDATE

Investigasi Kecelakaan Jeju Air Mandek, Keluarga Korban Geram ? ?

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:52

Legislator Nasdem Dukung Pengembalian Dana Korupsi untuk Kesejahteraan Rakyat

Sabtu, 27 Desember 2025 | 17:43

Ledakan Masjid di Suriah Tuai Kecaman PBB

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:32

Presiden Partai Buruh: Tidak Mungkin Biaya Hidup Jakarta Lebih Rendah dari Karawang

Sabtu, 27 Desember 2025 | 16:13

Dunia Usaha Diharapkan Terapkan Upah Sesuai Produktivitas

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:26

Rehabilitasi Hutan: Strategi Mitigasi Bencana di Sumatera dan Wilayah Lain

Sabtu, 27 Desember 2025 | 15:07

Pergub dan Perda APBD DKI 2026 Disahkan, Ini Alokasinya

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:52

Gebrakan Sony-Honda: Ciptakan Mobil untuk Main PlayStation

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:24

Kebijakan Purbaya Tak Jauh Beda dengan Sri Mulyani, Reshuffle Menkeu Hanya Ganti Figur

Sabtu, 27 Desember 2025 | 14:07

PAN Dorong Perlindungan dan Kesejahteraan Tenaga Administratif Sekolah

Sabtu, 27 Desember 2025 | 13:41

Selengkapnya