Ultimatum Menteri Pertahanan Ryamizard Ryacudu terkait peredaran buku-buku yang memuat sejarah, ajaran, serta hasil investigasi terkait peristiwa 1965 dan Partai komunis Indonesia (PKI) dinilai bertentangan dengan nalar publik. Selain juga mengancam kebebasan berpikir, kebebasan berekspresi, dan ilmu pengetahuan. Menyusul maraknya isu komunisme dengan berbagai atribut yang muncul belakangan ini.
Ketua Setara Institute Hendardi mengakui jika penyisiran sejumlah toko buku juga merupakan tindakan dan reaksi berlebihan atas fenomena kebangkitan komunisme di Indonesia. Yang justru diduga diproduksi oleh TNI konservatif berkolaborasi dengan kelompok Islam garis keras.
"Perintah Menhan kemungkinan keluar jalur dari apa yang diperintahkan oleh Jokowi (Presiden Joko Widodo) beberapa waktu sebelumnya," kata Hendardi kepada wartawan, Minggu (15/5).
Dia menjelaskan, sebagai perintah penegakan hukum, maka sesungguhnya perintah itu bukan untuk TNI melainkan tugas kepolisian. Hendardi menilai bahwa perintah Jokowi untuk menegakan hukum ditangkap oleh TNI sebagai perintah represi yang sama sekali tidak mempertimbangkan penghargaan terhadap ilmu pengetahuan dan hak asasi manusia (HAM).
"Jokowi harus menegur Menhan yang justru menimbulkan kegaduhan di ruang publik, kecemasan masyarakat, dan mempermalukan Indonesia dengan penerapan politik represi dalam menangani persoalan bangsa," jelas Hendardi.
Dia mengingatkan bahwa kebangkitan PKI adalah mitos. Tidak masuk akal jika kegiatan berkebudayaan yang bertujuan untuk mengungkap kebenaran sebuah peristiwa melalui film, diskusi, dan kegiatan lain justru dianggap sebagai indikator kebangkitan PKI.
"Semua kegiatan itu ditujukan untuk meyakinkan negara mengambil sikap dan penyelesaian atas pelanggaran HAM berat di masa lalu," ujar Hendardi.
Semua langkah itu sejatinya adalah tugas konstitusional dan legal yang melekat pada pemimpin bangsa, siapapun presidennya.
"Pendasaran tindakan represi dengan menggunakan sejumlah undang-undnag juga bertentangan dengan semangat reformasi yang ditunjukkan melalui pembatalan PNPS Nomor 4/1963 maupun putusan Mahkamah Konstitusi yang pada intinya memberikan pengakuan hak yang setara bagi korban PKI, penghargaan kebebasan berpikir dan berekspresi dan lain sebagainya," demikian Hendardi.
[wah]