Polemik pembelian lahan Rumah Sakit (RS) Sumber Waras terus berlangsung hingga kini. Penyebabnya, perbedaan pandangan antara Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) yang menuding ada kerugian negara sebesar Rp 191,33 miliar. Sedangkan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama (Ahok) bersikukuh tak ada kerugian negara dan pembelian sesuai prosedur.
Kemarin siang, RS Sumber Waras sedang ramai pengunjung. Ratusan warga hilir mudik meÂmasuki rumah sakit yang beralaÂmat di Jalan Kyai Tapa Nomor 1, Tomang, Grogol, Jakarta Barat ini. Kontroversi antara BPK dan Gubernur, tidak berdampak kepada aktivitas pengunjung. "Rumah sakit ramai seperti biasanya. Tidak ada pengaruh sama sekali," kata salah seoÂrang petugas keamanan, Nyoto Haryono.
Masuk lebih dalam, halaÂman rumah sakit terhampar luas. Namun, banyak bangunan gedung yang sudah tua. Banyak atap plafonnya yang jebol. "Itu bangunan tua, tapi masih diÂgunakan untuk ruang laboratoÂrium," sebut Nyoto.
Begitu juga dengan ruang perawatan setinggi empat lanÂtai, kondisinya terlihat kusam karena terkena sengatan panas matahari dan guyuran hujan. Atap plafon juga sudah ambrol dimakan usia.
Tidak semua orang bisa leluÂasa memasuki rumah sakit yang berdiri sejak tahun 1970 ini. Pasalnya, terdapat teralis besi yang membatasi ruang perawaÂtan dan ruang manajemen yang berada di gedung bagian depan. Satu petugas keamanan berjaga-jaga di teralis warna kuning yang tertutup rapat itu. "Hanya penÂgunjung yang ingin membesuk keluarganya yang boleh masuk ke dalam," kata Nyoto sambil terus berkomunikasi dengan mengunakan handy talky dengan rekan-rekannya.
Jam besuk pun diatur sedeÂmikian rupa. Pagi hari pukul 10.00-12.00 dan sore hari pukul 17.00 WIB-19.00 WIB. "Selain jam besuk pengunjung dilarang masuk," kata Nyoto dengan ramah. Namun, Nyoto enggan bicara lebih jauh soal polemik pembelian RS Sumber Waras oleh Pemprov DKIJakarta. "Ke pihak manajemen saja, biar lebih jelas," elaknya.
Menurut Direktur Utama RS Sumber Waras Abraham Tejanegara, polemik pembelian RS Sumber Waras oleh Pemprov DKI Jakarta membuat kegiatan operasional rumah sakit sedikit terganggu. "Ada keresahan. Supplier misalnya, bertanya baÂgaimana nasib rumah sakit ini," ujar Abraham di Jakarta.
Menurut Abraham, karyawan, pasien, relasi dan investor yang berasal dari dalam negeri mauÂpun luar negeri resah terkait penjualan rumah sakit ini. "Karyawan juga mengeluhkan tidak diberi tahu penjualan tanah tersebut," ujar dia.
Karena keresahan tersebut, lanjut dia, akhirnya pihak ruÂmah sakit lantas meminta untuk bertemu Ahok. "Kami melihat ada
running text di televisi yang bunyinya, "Ahok telah membeli RS Sumber Waras senilai 1,7 T," ucapnya.
Sebab, saat itu, kata dia, Yayasan Kesehatan Sumber Waras (YKSW) tengah melakuÂkan pengikatan jual beli dengan PT Ciputra Karya Utama (CKU). Dalam perjanjian jual beli, kata dia, PT CKU akan menjadikan lahan tersebut sebagai wisma susun. Namun, karena dalam waktu yang ditentukan PT CKU tidak dapat memenuhi perjanjian tersebut, maka proses jual beli pun dibatalkan.
Akhirnya, saat pertemuan dengan Ahok, dirinya bertanya tentang kesempatan untuk menÂgubah izin peruntukan lahan itu menjadi wisma susun. Tapi, lanjutnya, Ahok dengan tegas mengatakan bahwa dirinya denÂgan Jokowi, sampai mati tidak mungkin mengubah perizinan rumah sakit. "Karena rumah sakit sangat dibutuhkan DKI," ucap Abraham menirukan Ahok.
Perbincangan mereka berÂlanjut. Giliran Ahok bertanya kepada Abraham soal maksud dan tujuan penjualan lahan. Abraham menyatakan untuk meremajakan lokasi itu. "Di siÂtulah ada tawaran dari Pak Ahok, kenapa tanah ini tidak dijual kepada DKI. Tapi dengan satu syarat, harganya sesuai NJOP dan DKIakan mendirikan rumah sakit kanker," lagi-lagi Abraham menirukan Ahok.
Akhirnya, 17 Desember 2014, dilakukan penandatanganan akta pelepasan karena pihak Sumber Waras telah menyetujui penjuÂalan lahan seluas 3,64 hektare ke Pemprov DKI dengan harga sesuai NJOP 2014, yakni Rp 20.755.000 per meter persegi.Setelah itu, kata Abraham, Pemprov DKI atas nama Dinas Kesehatan mentransfer total pembayaran Rp 755.689.550.000 pada 31 Desember 2014 melalui Bank DKIke rekening milik RS Sumber Waras.
Dia menambahkan, lahan yang dijual kepada Pemprov DKI ini merupakan lahan sayap kiri. Sayap kanan tetap milik ruÂmah sakit. Lebih lanjut, menurut Abraham, lahan milik Pemprov DKI Jakarta melintang dari titik temu di dekat pintu masuk sampai ke ujung rumah sakit. Dari akses masuk kendaraan, lahan milik Pemprov DKI ada di sebelah kiri. Sedangkan lahan milik RS Sumber Waras berada di sebelah kanan.
Akses masuk ke lahan milik Pemprov DKI yang nantinya akan dijadikan rumah sakit kanker hanya ada dari pintu masuk depan RS Sumber Waras. Dengan kata lain, lahan milik Pemprov DKI masih jadi satu dengan kawasan RS Sumber Waras, bukan tanah yang dapat diakses melalui gang dan sering terkena banjir.
Menurut Abraham, total lahan seluas 69.888 yang terdiri dari dua bidang tanah itu hanya meÂmiliki satu lembar Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Dirinya, tidak mengerti perihal tersebut karena pemerintah yang menÂgatur itu. "Itu yang mengatur pemerintah dan kita tidak tahu kenapa jadi satu. Itu sudah berÂjalan sejak 1970, tidak pernah berubah," tandasnya.
Terkait adanya perbedaan harga pasar, sehingga diindikasikan neÂgara merugi sebanyak Rp 191,33 miliar, Abraham menyebut hal itu tidak benar. Karena mereka menjual tanah sesuai NJOP pada 2014 sebesar Rp 20,75 juta per meter persegi kepada Pemprov DKI Jakarta. ***