Lembaga swadaya masyarakat Kontras mensinyalir adanya pelanggaran HAM dalam kematian Siyono saat penangkapan yang dilakukan Tim Detasemen Khusus (Densus) 88.
Putri Kanesia, dari divisi Pembelaan Hak Sipil Politik Kontras, mengatakan pihaknya telah menurunkan tim investigasi kematian Siyono, untuk mencari bukti-bukti pelanggaran HAM yang menimpa suami dari Suratmi tersebut.
Sebelum kasus Siyono terjadi, Putri menegaskan, sebenarnya pihak Densus 88 telah banyak melakukan pelanggaran HAM. Pertama, saat operasi penangkapan dan penggeledahan rumah Siyono, pihak keluarga tidak mendapat surat pemberitahuan terlebih dahulu dari pihak kepolisian.
"Padahal sifatnya penangkapan ini bukanlah tertangkap tangan," kata Putri dalam konferensi pers bersama PP Muhammadiyah yang mengadvokasi kematian Siyono, di Gedung Dakwah Muhammadiyah, Menteng, Jakarta, Jumat, (1/4).
Dugaan pelanggaran HAM kedua, ketika Siyono ditangkap, pihak keluarga tidak diberi tahu hendak dibawa ke mana. Begitu bertemu lagi, Siyono sudah dalam kondisi tak bernyawa.
Putri membeberkan, hasil dari tim investigasi mereka, pihak keluarga mengaku melihat banyak bekas penganiayaan di tubuh Siyono. Bekas luka penganiayaan itu berupa luka memar di pipi, mata biru lebam, patah tulang hidung, salah satu kuku jari patah, dan keluar darah dari kepala.
"Ini hasil keluarga melihat jenazah almarhum. Tidak ada juga hasil visum dari pihak Rumah Sakit ataupun kepolisian," kata dia.
Karena itu, Kontras akan menindaklanjuti penyebab kematian Siyono. Apalagi, menurut Kontras, Siyono statusnya baru terduga teroris.
"Penegakan hukum menganut praduga tak bersalah, belum melewati proses hukum Pengadilan, namun Siyono diberlakukan dengan buruk," ujarnya.
Tindakan Densus 88 ini dianggap berlebihan apalagi saat penangkapan, hanya ada satu polisi yang menjaga Siyono. Itu lantaran Siyono dianggap koorperatif. Hal ini sangat bertentangan dengan pernyataan pejabat kepolisian yang mengatakan Siyoto diperlakukan buruk karena hendak melarikan diri.
[wid]