Pemerintah harus membayar mahal jika memaksakan penurunan harga bahan bakar minyak (BBM) saat ini dibanding manfaatnya bagi masyarakat.
Pakar ekonomi Institut Pertanian Bogor (IPB) Profesor Noer Azam Achsani mengatakan, secara politik dan ekonomi, penurunan harga BBM sangat berisiko.
"Baik dari sisi ekonomi maupun politik, penurunan BBM sangat berisiko," katanya kepada redaksi, Selasa (9/2).
Dia menjelaskan, dari sisi ekonomi, penurunan harga BBM tidak otomatis menurunkan harga barang-barang kebutuhan pokok. Dengan demikian, tidak serta-merta pula bisa menurunkan angka inflasi. Sebaliknya, jika suatu saat harus dinaikkan kembali, maka dipastikan akan terjadi lonjakan inflasi.
"Dalam ekonomi harga memang cenderung tidak turun. Misalnya kalau BBM turun hari ini, apakah harga bakso akan turun, tidak juga. Tetapi begitu harga BBM naik kembali maka harga bakso kemungkinan akan naik," beber Azam.
Fenomena tersebut, menurut Azam, karena komponen BBM dalam struktur produksi barang dan jasa yang memang sangat kecil yakni hanya 7 persen. Artinya, jika harga BBM turun peluang harga barang turun ada namun maksimal hanya sebesar itu. Itu pun dengan catatan terdapat ongkos produksi yang dipengaruhi oleh BBM. Jika tidak, maka tidak akan terdapat penurunan harga.
"Apalagi kalau dengan penurunan BBM ongkos angkutan tidak turun, transportasi tidak turun maka pengaruhnya ya makin kecil saja," jelasnya.
Sementara, dari sudut politik, Azam menambahkan bahwa jika harga BBM diturunkan dan kemudian suatu saat harus dinaikkan kembali maka ongkos politik yang harus dibayar pemerintah akan sangat mahal. Apalagi, jika penurunan dilakukan sekarang ketika tidak menjelang pemilu yang tentu saja tidak akan berdampak banyak terhadap upaya menarik massa.
Itu sebabnya, langkah paling ideal memang tidak menurunkan harga BBM atau kalaupun terpaksa menaikkan harga karena ada tekanan publik maka penurunan hendaknya tidak terlalu besar. Kalau memang harus turun, maka hanya sebatas sinyal kepada pasar bahwa ketika harga minyak dunia turun, maka BBM dalam negeri juga ikut turun.
"Tetapi kalau masih bisa dipertahankan, idealnya memang bertahan saja dengan harga sekarang," kata Azam.
Sebelumnya, Direktur Indonesia Resources Studies (IRESS) Marwan Batubara juga berpendapat, pemerintah tidak perlu buru buru menurunkan harga BBM, meskipun dari sisi kewajaran ketika harga minyak turun maka harga BBM juga seharusnya ikut turun. Apalagi sudah ada kesepakatan antara pemerintah dan DPR bahwa peninjauan harga BBM dilakukan setiap tiga bulan.
"Nah sekarang kalau ada desakan termasuk dari DPR bagaimana dengan kesepakatan yang sudah dibuat. Kita seolah-olah berjalan tanpa rambu yang jelas, sudah ada kesepakatan bersama lalu kemudian ketika harga minyak turun muncul desakan untuk segera turun," ujarnya.
[wah]