Di tengah penurunan harga minyak mentah dunia yang terus terjun bebas, semestinya harga bahan bakar minyak (BBM) baik premium maupun solar bersubsidi yang dijual PT Pertamina (Persero) juga diturunkan harganya.
Menurut pengamat energi dari Reforminer Institute Komaidi Notonegoro, ika langkah itu tidak direspon cepat oleh pemerintah menjadi bukti pemerintah kurang sensitif. Padahal ia juga mengakui, beberapa BBM seperti solar yang dijual perusahaan swasta justru lebih murah dari yang dijual Pertamina.
"Untuk solar subsidi itu memang harga itu ditetapkan pemerintah, bukan Pertamina. Akibatnya harga tidak akan turun sepanjang pemerintah belum menurunkan harganya. Ini pemerintah kurang peka," kata Komaidi kepada redaksi, Senin (25/1).
Sementara, ia juga mengakui, harga solar di perusahaan swasta sangat mungkin sekali ketika harga pasar sedang anjlok.
"Solar yang dijual perusahaan swasta ke industri itu mengacu pada mekanisme pasar. Sehingga pas harga minyak turun harga solar industri juga turun," beber Komaidi.
Saat disinggung apakah ulah pemerintah dan Pertamina belum menurunkan BBM subsidi terutama solar ada permainan di antara mereka. Komaidi tidak berani memastikannya.
"Saya tidak tahu pasti, apakah hal ini ada permainan Pemerintah-Pertamina? Tapi memang mestinya harga BBM subsidi disesuaikan juga. Kalau tidak, ada apa ini? Bisa jadi tanda tanya besar," ujarnya.
Ketika ditanya soal berapa harga pas untuk BBM solar saat ini, Komaidi juga belum melakukan kalkulasi. Kata dia, penentuan harga BBM itu ada komponen pajak (PPN & PBBKB) dan alphanya.
"Mengingat data alpha bbmnya saya blm punya, jadi saya belum bisa memberikan hitungan wajarnya," kata Komaidi.
"Untuk PPN 10 persen, PBBKB lima persen dan alpha BBM disepakati antara pemerintah dan DPR saat pembahasan APBN. Sehingga harga dinamis tergantung alpha per liternya berapa," imbuhnya.
Berdasar hitungan, saat ini harga Means of Platts Singapore (MOPS) untuk jenis solar sudah menyentuh harga USD 40 per barel, yang artinya jika dirupiahkan dan diliterkan, harga keekonomian solar berdasarkan MOPS adalah Rp 3.500 per liter, belum termasuk biaya pengangkutan dan pajak.
Jika dihitung ongkos kirim katakanlah USD 3 per barel atau Rp 300 per liter dan PPN 10 persen atau Rp 380 per liter ditambah PBKB lima persen atau Rp 190 per liter maka semestinya harga solar non subsidi di Indonesia berkisar di Rp 4.370 - Rp 4.500 per liter. Tapi kenyataannya harga Solar subsidi sampai saat ini Rp 5.750 per liter dari harga keekonomian Rp 6.750 per liter). Jadi ada selisih harga Rp2.380 dari harga keekonomian atau selisih Rp 1.380 dari harga subsidi.
[wah]