DALAM berbagai cerita, citra polisi sebagai aparat penegak hukum ataupun pemberi layanan kepada masyarakat, belum semuanya menyisakan penilaian positif. Bahkan tak jarang rasa kecewa atas sebuah peristiwa kecil dan itu ditimbulkan oleh oknum polisi, bisa memicu kecaman yang ditujukan ke semua anggota korps kepolisian.
Terkadang masyarakat tidak segan-segan mengungkap sebuah kejadian dengan berbagai bumbu sekedar untuk menyatakan kekecewaan atau mengkritisi cara kerja polisi yang dianggap tidak profesional.
Tetapi dalam kasus "Bom Thamrin" kemarin, Kamis 14 Januari 2014, situasinya sangat berbeda. Belum ada pendapat resmi yang diangkat berdasarkan sebuah survei. Tetapi ada nuansa baru -di mana keberhasilan aparat kepolisian menangani kasus "Bom Thamrin" seperti menjadi titik balik.
Setelah 24 kejadian "Bom Thamrin", sikap masyarakat terhadap polisi, cukup positif. Selain apreasiasi juga ada pengakuan.
Polisi kalaupun belum dinilai secara ekplisit sebagai berhasil menunjukkan kinerja profesionalnya dalam menghadapi teroris dan terorisme, tetapi setidaknya sudah menuai simpati dan empati.
Hal ini antara lain tercermin dari sikap masyarakat yang mengirimkan karangan bunga ke pos polisi yang diledakkan oleh teroris. Dari kalimat di karangan bunga itu, cukup jelas ungkapan kepedulian, apresiasi dan terima kasih kepada aparat kepolisian.
Sebuah sikap yang selama ini boleh dibilang belum pernah terjadi atau jarang diperoleh oleh kepolisian.
Sejauh ini -dalam kasus "Bom Thamrin", masyarakat nyaris tidak mengkritisi apalagi mencela cara aparat kepolisian. Ada simpati kepada anggota polisi yang menjadi korban dan teroris yang terbunuh masih terus dikecam.
Ada kesan, masyarakat cukup realistis di dalam menilai peristiwa "Bom Thamrin", dimana peranan kepolisian sangat besar, sehingga peristiwa teror itu tidak menyebar dan menimbulkan kepanikan.
Sikap petugas kepolisian baik yang berada di area berbahaya dan mereka yang berada di belakang layar dinilai cukup terukur dan proporsional. Sehingga membuat masyarakat merasa aparat berseragam coklat itu "benar-benar hadir di saat dibutuhkan oleh masyarakat".
Bahkan ketika foto seorang anggota kepolisian yang cidera akibat terkena bom beredar secara viral di media sosial, muncul pesan baru. Pesan itu -yang juga bersifat viral, menghimbau dan meminta agar hendaknya foto itu tidak dijadikan bahan pelecehan ataupun tertawaan.
"Tolong jangan dibikin meme, sebab masalahnya menyangkut persoalan yang serius, soal kemanusiaan dan nyawa orang. Pak Polisi itu sedang bertugas ketika terkena bom teroris", tulis sebuah pesan.
Ditambah lagi penjelasan Kapolda Metro Jaya, Irjen Tito Karnavian yang terkesan terbuka dan cukup informatif.
Penjelasan Kapolda yang dikenal sebagai pentolan Densus 88, membuat masyarakat yang menerima informasi seperti merasa diperlakukan sebagai keluarga yang harus diberi penjelasan secara benar.
Penjelasan Kapolda mengesankan bahwa masyarakat adalah bagian dari pihak yang ikut membantu masyarakat. Masyarakat menjadi bagian penting yang harus diberi tahu tentang bagaimana bentuk teroris di Asia Tenggara, termasuk ketokohan Barhun Naim, tokoh ISIS asal Indonesia.
Ajakan kepolisian agar masyarakat ikut mengawasi gerak-gerak di sekitar lingkungan, merupakan wujud tawaran kepolisian yang bermuatan empati, simpati dan kekeluargaan.
Dan yang paling penting lagi, dalam waktu tidak lebih dari 5 jam, kejadian yang mencekam itu, sudah bisa diakhiri. Kehidupan normal di sekitar TKP, berlangsur pulih menambah atmosfir kepanikan, dengan segera lenyap.
Aparat kepolisian mampu menghasilkan sebuah persepsi bahwa mereka bukan hanya berhasil mencegah "Bom Thamrin" menebar ketakutan dan kepanikan, melainkan berhasil melumpuhkan teroris.
Masyarakat juga diyakinkan bahwa tidak ada satupun teroris "Bom Thamrin" yang lolos apalagi seperti dirumorkan - ada seorang teroris yang bersenjata laras panjang lari ke daerah Semanggi lalu melakukan penembakan membabi buta.
"Itu kabar bohong yang sengaja disebar oleh teroris untuk menimbulkan ketakutan dan kepanikan", jelas aparat Jubir Kepolisian.
Memang "Bom Thamrin" menyisakan korban berupa 7 orang meninggal dunia. Tentu saja atas kejadian itu, kita patut menyampaikan rasa duka dan keprihatinan yang dalam kepada keluarga korban.
Namun jatuhnya korban manusia dalam kass "Bom Thamrin" ini, tidak berdampak apa-apa terhadap perdagangan saham dan nilai tukar rupiah. Indeks Harga Saham di Bursa Efek Indonesia, tidak jatuh, demikian pula nilai tukar rupiah. Di pasar valuta asing tidak terjadi pembelian dolar atau mata uang utama lainnya secara "rush".
Dua indikator di atas cukup menunjukkan bahwa pekerjaan teroris dalam "Bom Thamrin" tak membuat rakyat Jakarta ataupun Indonesia merasa takut.
Hastag "Kami Tidak Takut" pun beresonansi sekaligus menjadi trending topik.
Memang, masih ada suara-suara sumbang. Yaitu yang menyoroti kinerja aparat intelejen. Seolah-olah jaringan intelejen kita tidak mampu mendeteksi pergerakan teroris.
Namun sorotan ini lambat laun melemah dan pada akhirnya hilang. Sudah muncul kesadaran bahwa tak satupun negara yang sekalipun memiliki jaringan intelejen yang kuat dan luas, bisa memprediksi sebuah agenda teroris. Sebab teroris manapun, akan selalu mencari celah.
Masyarakat justru percaya bahwa aparat intelejen sudah mendeteksi apa yang akan dilakukan teroris. Sehingga tidak sampai setengah jam setelah terjadi ledakan di Starbucks dan Sarinah, petugas kepolisian termasuk anggoa TNI AD dari Garnizun Ibukota, sudah bisa hadir. Kontak senjata pun terjadi.
Pekerjaan utama teroris selama 24 jam yang memang difokuskan pada agenda membuat kejahatan, tak gampang dilawan oleh aparat manapun. Melawan teroris yang bersikap "nothing to lose" berbeda dengan aparat anti-teroris yang berusaha mempertahankan agar tak satupun yang hilang. Namun dalam kasus "Bom Thamrin", teroris tidak bisa mengungguli aparat yang bekerja sebagai anti-teroris.
Hikmah yang bisa dipetik dari kasus "Bom Thamrin", setiap elemen dalam masyarakat kini justru muncul kekompakan dan keberanian dalam menghadapi teror dan terorisme. Sebagaimana tercermin dari munculnya "Kami Tidak Takut" yang kemudian menjadi trending topik.
Yah, semoga rasa tidak takut bangsa Indonesia terhadap teror dan teroris, benar-benar aktual dan faktual. Semoga rasa tidak takut itu bisa menjadi sebuah sikap korporat bangsa sekaligus menjadi tali pemersatu nasional.
[***]
*Penulis merupakan jurnalis senior