Berita

Adhie M Massardi

KPK Session 4: Gedung Baru, Pemimpin Baru, Cerita Lama

SELASA, 05 JANUARI 2016 | 18:34 WIB | OLEH: ADHIE M. MASSARDI

HARAPAN dan dukungan masyarakat yang menggelegak pada setiap lahirnya pimpinan baru Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) merupakan cermin kegeraman rakyat Indonesia terhadap perilaku korup di kalangan para penyelenggara negara yang kian dahsyat karena terstruktur, sistematis dan masif.
    
Makanya pada saat yang bersamaan, di benak publik diam-diam juga tumbuh pesimisme dan keraguan yang pasti, bahwa mereka (pimpinan baru KPK) bakal sanggup dan sungguh-sungguh bisa memberantas korupsi di negeri ini. Mengingat pelaku korupsi adalah para pemegang kendali kekuasaan yang nyata.
    
Benar KPK memang telah berhasil membekuk dan memenjarakan sejumlah koruptor. Tapi publik belum melihat KPK berhasil membekuk dan memenjarakan pelaku korupsi yang dilakukan oleh pemilik (simbol) kekuasaan yang nyata. Padahal menjaring koruptor yang menjadi "simbol kekuasaan" itu penting sebagai instrumen pencegahan secara psikologis.
    

    
KPK session-2 (2007-2011) saat dipimpin Antasari Azhar, pernah melakukan hal yang fenomenal itu: Memenjarakan Aulia Pohan, besan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, karena saat Deputy Gubernur BI, ia terbukti menjadi inisiator penyalahgunaan wewenang, korupsi dana YPPI sebesar Rp 100 miliar yang dibagikan kepada para mantan Gubernur BI serta sejumlah anggota DPR pada 2003.
    
Adagium (lembaga) hukum akan dianggap kuat apabila berhasil memenjarakan "orang kuat" (yang melanggar hukum) pun terjadi. Sejak sukses mencokok besan presiden (ke-6) itu, masyarakat memang mulai benar-benar merasakan kehadiran KPK, dan mengandalkannya sebagai tulang punggung pemberantasan korupsi di negeri ini.
    
Tapi sebaliknya pandangan tentang KPK pada sebagian besar penyelenggara negara. Sebab sejak (penangkapan besan presiden) itu KPK menjadi seperti Frankenstein, monster yang menakutkan pembuatnya sendiri dalam kisah sains-fiksi klasik karya Mary Wollstonecraft Shelley (1823).
    
Kegusaran penyelenggara negara terhadap KPK terkulminasi lewat pernyataan tegas, lugas, sangar dan mengancam dari Presiden (ketika itu) Yudhoyono.

"Terkait KPK, saya wanti-wanti benar. Power must not go uncheck. KPK ini sudah powerholder yang luar biasa. Pertanggungjawabannya hanya kepada Allah. Hati-hati," kata SBY saat berkunjung ke kantor harian Kompas, Jakarta, Rabu 24 Juni 2009.
    
Sejak itu, dari kawasan Kuningan, Jakarta, lokasi kantor KPK, kita memang tidak pernah lagi mendengar berita adanya "orang kuat" yang berhasil dijerat. Justru sebaliknya. Melulu kisah tentang para pimpinan KPK yang terus diguncang berbagai persoalan, yang kita kenal sebagai "upaya kriminalisasi" dan pengerdilan KPK sebagai lembaga antikorupsi, dalam sejumlah episode "Cicak vs Buaya".
    
KPK session-4 pimpinan Agus Rahardjo, yang sudah menempati gedung baru, mungkin bukan produk kompromi para penyelenggara negara (eksekutif dan legislatif) yang gusar karena KPK menjadi seperti monster Frankenstein. Tapi yang jelas, mereka merupakan hasil eksperimen Presiden Joko Widodo yang menetapkan 9 (sembilan) orang, seluruhnya perempuan, sebagai panitia seleksi (pansel) pimpinan KPK kali ini.
    
Menurut Yenti Garnasih, pakar hukum (tindak pidana pencucian uang), salah satu anggota pansel, pimpinan KPK kali ini tidak memiliki potensi melanggar hukum di masa lalu. Kita berharap hal ini akan menjadi relatif sulit untuk direkayasa guna dikriminalisasi. Dengan demikian, mereka bisa lebih berani mempertajam pisau hukumnya ke atas, pada simbol pemilik kekuasaan, karena punya integritas yang kuat.
    
Memang, seluruh pimpinan KPK session-4 ini tidak kita kenal sebagai pendekar hukum sebelumnya. Kita juga belum mendengar road map (peta jalan) pemberantasan korupsi yang akan mereka jalani. Kita hanya pernah mendengar Agus Rahardjo ingin mengembangkan OTT (operasi tangkap tangan) yang selama ini memang menjadi senjata andalan KPK.
    
Padahal kita tahu, korupsi (suap) yang langsung seperti itu, lazim dilakukan oleh koruptor pemula. Sedangkan yang dilakukan pemilik otoritas kekuasaan yang sebenarnya jauh lebih canggih dan sulit terdetektsi, bahkan oleh PPATK (Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan). Sehingga untuk membongkarnya perlu investigasi, penyelidikan dan perangkat hukum yang kuat. Dan semua itu sebenarnya dimiliki KPK.
    
Ada dua kasus korupsi (Hambalang dan Pelindo II) yang diwariskan KPK session-3 kepada mereka, yang apabila dikerjakan dengan penuh integritas akan kembali membangkitkan harapan rakyat.

Pertama, kasus korupsi sarana/prasarana olahraga di bukit Hambalang yang sudah terbukti melibatkan para petinggi Partai Demokrat. Munculnya Andi Zulkarnaen Mallarangeng sebagai tersangka baru bisa menuntun KPK session-4 ke sumber korupsi di masa lalu.
    
Sedangkan penetapan (mantan) Dirut Pelindo II RJ Lino sebagai tersangka akan membongkar praktek korupsi yang melibatkan para penyelenggara negara yang sedang berkuasa sekarang.

Penulis percaya, kalau mau, KPK session-4 mampu memberikan "hiburan batin" bagi seluruh rakyat Indonesia. [***]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Aliran Bantuan ke Aceh

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:08

Korban Bencana di Jabar Lebih Butuh Perhatian Dedi Mulyadi

Sabtu, 06 Desember 2025 | 04:44

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

UPDATE

UNJ Gelar Diskusi dan Galang Donasi Kemanusiaan untuk Sumatera

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:10

Skandal Sertifikasi K3: KPK Panggil Irjen Kemnaker, Total Aliran Dana Rp81 Miliar

Selasa, 16 Desember 2025 | 12:04

KPU Raih Lembaga Terinformatif dari Komisi Informasi

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:41

Dipimpin Ferry Juliantono, Kemenkop Masuk 10 Besar Badan Publik Informatif

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:13

KPK Janji Usut Anggota Komisi XI DPR Lain dalam Kasus Dana CSR BI-OJK

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:12

Harga Minyak Turun Dipicu Melemahnya Data Ekonomi China

Selasa, 16 Desember 2025 | 11:03

Kritik “Wisata Bencana”, Prabowo Tak Ingin Menteri Kabinet Cuma Gemar Bersolek

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:56

Din Syamsuddin Dorong UMJ jadi Universitas Kelas Dunia di Usia 70 Tahun

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:54

Tentang Natal Bersama, Wamenag Ingatkan Itu Perayaan Umat Kristiani Kemenag Bukan Lintas Agama

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:46

Dolar AS Melemah di Tengah Pekan Krusial Bank Sentral

Selasa, 16 Desember 2025 | 10:33

Selengkapnya