Komisi IX DPR RI dinilai lebih mementingkan reses daripada melakukan fit and proper test calon dewan pengawas (Dewas) BPJS. Kordinator Advokasi BPJS Watch Timboel Siregar mengatakan sebenarnya Komisi IX punya waktu dua tiga hari sebelum reses untuk melakukan fit and proper test tapi waktu tersebut tidak digunakan dengan baik.
"Tidak dilakukannya fit and proper sebelum 31 Desember 2015 merupakan bukti bahwa Komisi IX mengabaikan perintah Pasal 30 ayat (3) Undang-Undang Nomor 24/2011, bahwa kewajiban Komisi IX melakukan fit and proper test untuk 20 calon Dewas dari unsur SP SB, Asosiasi Pengusaha dan tokoh masyarakat," kata Timboel kepada redaksi, Senin (21/12).
Ketidakmauan Komisi IX DPR RI melakukan tugas yang diwajibkan UU 24/201, sebut Timboel, menambah bukti bahwa kinerja Komisi IX di tahun 2015 sangat buruk. Fakta lain yang menjelaskan buruknya kinerja Komisi IX tahun ini adalah revisi UU Nomor 39 tahun 2004 tentang Penempatan dan Perlindungan TKI dan UU Nomor 2/2004 tentang Penyelesaian Perselisihan Hubungan Industrial yang masuk prolegnas prioritas tahun 2015 dibiarkan tidak selesai hingga saat ini, sementara kedua UU ini belum tentu masuk dalam Prolegnas Prioritas tahun depan.
"Kalaupun kedua undang-undang ini masuk lagi dalam Prolegnas Prioritas di 2016 nanti, ini artinya RUU PRT (Pekerja Rumah Tangga) akan terganjal lagi masuk Prolegnas Prioritas 2016," kata Timboel.
"Kalau saja Komisi IX DPR bertanggungjawab di bidang legislasi maka seharusnya kedua undang-undang itu sudah bisa rampung di tahun 2015 ini, dan tentunya tahun 2016 nanti sudah banyak menanti giliran undang-undang yang harus direvisi atau dibuat, seperti RUU PRT," sambung dia.
Rendahnya kinerja legislasi juga diikuti oleh buruknya fungsi Pengawasan yang dilakukan Komisi IX. Semangat membuat panja seperti Panja Outsourcing dan Panja BPJS selalu berakhir dengan ketidakpastian.
"Hasilnya nihil. Belum lagi fungsi pengawasan terhadap masalah buruh migran dan masalah hubungaan industrial, semuanya tanpa hasil," katanya.
Timboel mengatakan ketidakmauan Komisi IX DPR melakukan fit and proper dewan pengawas BPJS di tahun ini berakibat BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan terancam tidak punya Dewan Direksi dan Dewan Pengawas per 1 Januari 2016 sampai diumumkannya Dewan Direksi dan Dewan Pengawas yang baru oleh Presiden. Dia mengingatkan bahwa sesuai amanat pasal 59 dan pasal 63 UU 24/2011 tentang BPJS, masa kerja direksi dan Dewan pengawas BPJS Ketenagakerjaan dan BPJS Kesehatan saat ini berakhir tanggal 31 Desember 2015.
"Dengan telatnya seleksi Dewas BPJS oleh Komisi IX berarti Presiden belum bisa mengumunkan Dewan Direksi dan Dewan Pengawas BPJS Kesehatan dan Ketenagakerjaan baru yang harus mulai bekerja 1 Januari 2016. Tentunya ini sangat berpotensi menggangu jalannya pelayanan BPJS Kesehatan dan BPJS Ketenagakerjaan kepada rakyat," papar Timboel.
Presiden, katanya, bisa saja menerbitkan Keppres untuk memperpanjang sementara tugas direksi dan dewas yang ada untuk mengisi kekosongan per 1 Januari 2016. Tetapi, Keppres tersebut akan melanggar UU 24/2011 khususnya Pasal 59 dan Pasal 63.
"Agar tidak melanggar kedua pasal di undang-undang 24, perlu dibuatkan Perppu sehingga Keppres perpanjangan sementara tidak melanggar. Tetapi sepertinya Presiden tidak akan mau membuat Perppu dan lebih memilih melanggar undang-undang 24/2011," demikian Timboel.
[dem]