Berita

Bisnis

Swasembada Beras Ala Jokowi Hanya Mendongkrak Angka Kemiskinan

SABTU, 19 DESEMBER 2015 | 13:43 WIB | LAPORAN:

Pemerintah harus mengkaji kembali kebijakan swasembada berasnya.
Sebab, dalam jangka waktu setahun ini, target mewujudkan swasembada beras tidak akan mungkin berhasil.

Demikian pendapat pengamat ekonomi Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Berly Martawardaya dalam diskusi bertema bertema "Menjaga Ingatan: Ekonomi dan Politik 2015" di kawasan Menteng, Jakarta Pusat, Sabtu (19/12).

Berly mengatakan, masih ada beberapa tahapan teknis yang harus dibenahi pemerintah terlebih dahulu sebelum masuk ke swasembada beras, seperti perbaikan-perbaikan irigasi, bibit dan distribusi dan pencairan dana yang cepat.

Berly mengatakan, masih ada beberapa tahapan teknis yang harus dibenahi pemerintah terlebih dahulu sebelum masuk ke swasembada beras, seperti perbaikan-perbaikan irigasi, bibit dan distribusi dan pencairan dana yang cepat.

"Setahun itu waktu yang sempit, perbaikan irigasi, bibit dan distribusi itu perlu waktu, apalagi penurunan dana selalu telat. Jadi nggak mungkin swasembada beras bisa selesai tahun ini," kata Berly.

Berly menilai target pemerintah dalam swasembada beras dalam waktu satu tahun justru merugikan rakyat. Menurut kajian yang dilakukan Indef, beber dia, kebijakan menaikkan harga beras merupakan miss management yang berdampak pada naiknya angka kemiskinan

"Tahun ini jumlah kemiskinan naik jadi 852 ribu, sebagian besar karena beras. Hampir 30 persen dari pembelian masyarakat miskin. Kalau beras tidak tercapai, terlalu mahal, ya ini menambah orang miskin di Indonesia," imbuhnya

Lebih lanjut, Berly menjelaskan pemerintah harus punya tahapan dalam mewujudkan swasembada beras. Tak hanya itu, pemerintah juga harus memiliki data yang jelas mengenai target yang akan dicapai.

"Kita punya target tapi kita juga harus punya tahapan, nah target dari pak Jokowi juga tidak tahu apa. Jangan dipaksakan yang akhirnya yang rugi malah rakyatnya sendiri plus datanya nggak benar, datanya cuma proyeksi sehingga masih diragukan faliditasnya, ini harus dievaluasi sehingga tahun depan harus menggunakan data yang valid yang tinggi faliditasnya," tutup Berly.[wid]


Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Bank Mandiri Berikan Relaksasi Kredit Nasabah Terdampak Bencana Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:12

UMP Jakarta 2026 Naik Jadi Rp5,72 Juta, Begini Respon Pengusaha

Jumat, 26 Desember 2025 | 12:05

Pemerintah Imbau Warga Pantau Peringatan BMKG Selama Nataru

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:56

PMI Jaksel Salurkan Bantuan untuk Korban Bencana di Sumatera

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:54

Trump Selipkan Sindiran untuk Oposisi dalam Pesan Natal

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:48

Pemerintah Kejar Pembangunan Huntara dan Huntap bagi Korban Bencana di Aceh

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:15

Akhir Pelarian Tigran Denre, Suami Selebgram Donna Fabiola yang Terjerat Kasus Narkoba

Jumat, 26 Desember 2025 | 11:00

Puan Serukan Natal dan Tahun Baru Penuh Empati bagi Korban Bencana

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:49

Emas Antam Naik, Buyback Nyaris Tembus Rp2,5 Juta per Gram

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:35

Sekolah di Sumut dan Sumbar Pulih 90 Persen, Aceh Menyusul

Jumat, 26 Desember 2025 | 10:30

Selengkapnya