Berita

yon achmad/dok

Publika

Jokowi Murka Di Media, Rakyat Tetap Sengsara

RABU, 09 DESEMBER 2015 | 13:34 WIB

DI media Jokowi murka, lalu apa? Saya kira tak akan berpengaruh apa-apa. Kita hanya dipertontonkan bagaimana basa-basi pemimpin kita untuk kesekian kalinya. Dan kita dipaksa untuk percaya begitu saja bagaimana dia dicitrakan sebagai pemimpin yang hebat”. Bagi penonton kritis, kemarahan Jokowi ini sejatinya sebuah tamparan bagi dirinya sendiri.

Alih-alih ditujukan kepada oknum yang diduga mencatut namanya untuk mendapatkan saham Freeport, harusnya dia berkaca atas kepemimpinannya. Beranikah dia misalnya mensetop kontrak perpanjangan Freeport? Ini sebenarnya masalah utama yang seharusnya dikejar media. Dan juga seharusnya menjadi konsen utama presiden kita.

Kemarahan dan kemurkaan Jokowi pertamakali saya lihat di Metro TV (7/12/15). Dengan mimik muka serius dan terkesan bergetar, Jokowi berucap Saya tidak apa-apa dikatakan presiden gila, sarap, koppig (keras kepala-pen). Tapi kalau sudah menyangkut wibawa, mencatut meminta saham 11 persen, itu saya tidak mau” katanya di istana negara.


CNN Indonesia (07/12/15) memberi konteks kemurkaan Jokowi. Dengan menurunkan berita berjudul Jokowi Murka Setelah Baca Transkrip Rekaman Setya Novanto”. Teten Masduki, Kepala Kantor Staf Presiden menuturkan bagaimana Jokowi sampai geleng-geleng kepala saat membaca transkrip rekaman Papa Minta Saham” atas kasus Freeport yang menyeret Setya Novanto dan pada akhirnya menjadi bulan-bulanan media. Dihadapan Teten dan Mensesneg Praktikno, Jokowi bisa menahan diri. Tapi kepada awak media, dia tak kuasa membendung emosinya, kemudian meluahkan kemarahan dan kemurkaan itu.

Lagi-lagi drama media disuguhkan. Sementara para aktivis di sekitar Jokowi begitu juga akademisi-akademisi yang tidak kritis terus-terusan mengoceh di sosial media tentang tuduhan bobroknya anggota DPR begitu juga Mahkamah Kehormatan Dewan (MKD), sementara dia bungkam dan seolah tak peduli apakah Freeport jadi diperpanjang atau tidak. Ocehannya hanya sekadar berhenti pada bagaimana mereka menyerang anggota dewan dengan caci maki tak berkesudahan.

Sebagai contoh Sosiolog UI Imam Prasojo, tak berhasil membuat analisis yang bermutu tentang kasus ini, lalu dia sekadar menulis puisi jelek dengan judul Maafkan Aku Meludah ke Arah Wajahmu Yang Mulia” dan membagikannya kepada media. Sementara, media tendendensius Detik.com yang dikenal sebagai pendukung Jokowi-Ahok juga hanya bisa membebek dengan memuatnya.

Tentu, dalam kasus ini saya tak sedang membela Setya Novanto. Semata-mata ikut-ikutan menyerang dan menghakiminya tak menyelesaikan persoalan. Kalaupun toh misalnya media berhasil menekan dengan penggiringan opini publik, hasilnya paling Setya Novanto dilengsengkan. Ini sebenarnya lagu lama yang diusahakan PDIP mulai dari kasusnya dan Fadli Zon yang bertemu Donald Trump beberapa waktu lalu. Sayangnya usaha ini tak berhasil dan keduanya hanya diberikan sanksi ringan.

Nah, momentum kasus Papa Minta Saham” ini rupanya kembali dimainkan partai penguasa. Hasil akhirnya tentu bagaimana partai penguasa dengan wakilnya bisa duduk dikursi empuk Ketua Dewan untuk mengamankan penguasa. Sementara, Freeport dengan operasi senyapnya” leluasa bisa memperpanjang kotrak kerjanya dan leluasa kembali menjajah Indonesia.

Inilah pemandangan lelucon dan dagelan kemurkaan Jokowi di media yang sebenarnya kosong, tanpa isi. Yang membuat drama itu bahan tertawaan rakyat kritis, sementara rakyat di Papua tetap sengsara. Kecuali seperti yang saya sampaikan di awal, dia berani melawan Freeport, mengambil alih pengelolaan kepada NKRI yang kemudian hasilnya semata-mata untuk kepentingan dan kesejahteraan rakyat. Terutama rakyat Papua. Kita baru bangga dan mengacungi jempol pada presiden semacam ini.


Yons Achmad

Pengamat media & Pendiri Kanet Indonesia

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya