Berita

Bisnis

Inilah Cara Agar Revisi UU Migas Tak Berujung Judicial Review

RABU, 02 DESEMBER 2015 | 02:35 WIB | LAPORAN:

Pembahasan revisi UU Migas yang saat ini tengah digodok DPR RI harus dilakukan dengan cermat dan berhati-hati. Takutnya, setelah diputuskan nanti, UU tersebut bermasalah dan berujung judicial review.<‎br>
Begitu dikatakan ‎‎Profesor Juajir Sumardi dalam keterangan resminya, Selasa (1/12).

‎Guru besar Fakultas Hukum Universitas Hasanuddin itu meminta agar RUU Migas dibangun berdasarkan amanah konstitusi, dalam hal ini sesuai Pasal 33 ayat 2 dan 3.

"Esensinya, monopoli negara terhadap kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai negara,” sambung Juajir.

"Esensinya, monopoli negara terhadap kekayaan alam dan cabang-cabang produksi yang penting dan menguasai hajat hidup orang banyak, dikuasai negara,” sambung Juajir.

‎Menurut dia, ‎karena bersifat non executable, yakni badan hukum yang tidak bisa melaksanakan hak dan kewajibannya secara mandiri, maka negara harus diwakili pemerintah, maka Pemerintah diberi kuasa pertambangan oleh negara, sehingga mempunyai hak penguasaan atas sumber dan minyak dan gas.

‎Nah, karena pemerintah non eligible, yakni tidak bisa melaksanakan kegiatan bisnis, pengelolaan minyak dan gas bumi harus diserahkan kepada badan usaha khusus, yang mengusahakan pengelolaan minyak dan gas bumi. Pertanyaan selanjutnya yang akan muncul adalah soal siapa badan usaha khusus tersebut?

‎"Tentu saja badan usaha khusus bidang minyak dan gas. Dan yang layak memegang amanah tersebut, adalah BUMN yang punya pengalaman, modal, teknologi, SDM, yang selama ini sudah teruji. Dan itu, hanya Pertamina,” terang Juajir.

‎Karena itu, lanjut dia, ‎melalui UU yang baru, penguasaan sektor hulu dan hilir harus berada pada Pertamina. Mengenai pelaksanaan di lapangan, Pertamina bisa melakukan sendiri jika memang sanggup. Nah jika tidak, kata Juajir, Pertamina berhak melakukan kerja sama business to business, baik yang didasarkan atas production sharing contract atau service contract.

‎Karena itu, Juajir menolak ‎DPR dan Pemerintah memunculkan badan khusus tetapi bukan Pertamina. Misalnya dengan mengubah SKK Migas menjadi BUMN khusus. Kalau opsi tersebut yang dipilih, maka tidak memenuhi unsur efisiensi dan efektivitas.

‎Dengan menjadikan SKK Migas sebagai BUMN Khusus, tambah Juajir, akan membuat high cost economy, karena otomatis badan usaha khusus baru itu butuh tenaga kerja, sumber daya tekonologi, butuh aset, biaya dan seterusnya.

‎"Pembiayaan itu akan diambil dari APBN dalam jumlah luar biasa besar. Kondisi ini tidak hanya membuat APBN kembali digegoroti, namun juga berpotensi menjadikan BUMN Khusus tadi sebagai sarang penyamun gaya baru,” lanjutnya.

‎Pembahasan revisi UU Migas sendiri, diperkirakan baru selesai tahun mendatang. Meski masuk daftar Prolegnas 2015, namun hingga kini belum ada tanda-tanda penyelesaian.

‎Menurut anggota Komisi VII DPR RI, Kurtubi, perkembangannya masih sangat lamban. Dengan demikian, mau tidak mau pembahasan revisi UU Migas akan berlanjut hingga 2016.

‎Dia tambahkan, keterlambatan ini menjadi PR bagi DPR. Tetapi apa boleh buat, karena menjelang akhir tahun, DPR memang baru membahas kajian akademik yang dibuat Deputi Perundang-Undangan Setjen DPR. Kajian tersebut, lanjutnya, sebagian besar bersumber dari naskah akademik rancangan Revisi UU Migas versi lama.

‎"‎Yang namanya perusahaan minyak tentu harus punya lapangan migas, kilang minyak, pom bensi, dan sebagainya. Kalau mau mengubah SKK Migas menjadi BUMN Khusus, asetnya endi? Bisa-bisa asetnya hanya meja kursi dan gedung nyewa. Padahal, katanya BUMN Khusus tersebut akan mengelola kekayaan migas kita dan akan berkontrak dengan investor minyak. Lho, kok investor minyak yang perusahaan raksasa akan berkontrak dengan BUMN Khusus yang ternyata cuma setingkat LSM? Apa itu tidak dagelan?” lanjut politisi Partai NasDem ini. [sam]‎

Populer

Camat Madiun Minta Maaf Usai Bubarkan Bedah Buku ‘Reset Indonesia’

Selasa, 23 Desember 2025 | 04:16

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

Terlibat TPPU, Gus Yazid Ditangkap dan Ditahan Kejati Jawa Tengah

Rabu, 24 Desember 2025 | 14:13

UPDATE

Kepala Daerah Dipilih DPRD Bikin Lemah Legitimasi Kepemimpinan

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:59

Jalan Terjal Distribusi BBM

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:39

Usulan Tanam Sawit Skala Besar di Papua Abaikan Hak Masyarakat Adat

Jumat, 26 Desember 2025 | 01:16

Peraih Adhyaksa Award 2025 Didapuk jadi Kajari Tanah Datar

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:55

Pengesahan RUU Pengelolaan Perubahan Iklim Sangat Mendesak

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:36

Konser Jazz Natal Dibatalkan Gegara Pemasangan Nama Trump

Jumat, 26 Desember 2025 | 00:16

ALFI Sulselbar Protes Penerbitan KBLI 2025 yang Sulitkan Pengusaha JPT

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:58

Pengendali Pertahanan Laut di Tarakan Kini Diemban Peraih Adhi Makayasa

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:32

Teknologi Arsinum BRIN Bantu Kebutuhan Air Bersih Korban Bencana

Kamis, 25 Desember 2025 | 23:15

35 Kajari Dimutasi, 17 Kajari hanya Pindah Wilayah

Kamis, 25 Desember 2025 | 22:52

Selengkapnya