Berita

sudirman said/net

Publika

Pengkhianatan dan Perlawanan Konstitusi Sudirman Said

KAMIS, 19 NOVEMBER 2015 | 15:43 WIB


PERJALANAN satu tahun pemerintahan Jokowi yang kita saksikan adalah serangkaian pengkhianatan terhadap negara, bangsa, rakyat dan konstitusi.

Ada tiga kata kunci dalam pemerintahan ini; Pertama, melestarikan dominasi asing dalam penguasaan tanah dan sumber daya alam. Kedua, melanjutkan ekploitasi bahan mentah untuk.kepentingan ekspor dan industrialisasi di negara negara industri. Ketiga, mengandalkan keuangan dari utang luar negeri dan penjualan aset negara kepada asing. Ketiga hal tersebut mencirikan pemerintahan ini sebagai agen imperialis dalam melanjutkan ekonomi yang berwatak kolonial.

Pengkhianatan paling telanjang adalah dalam kasus Freeport. Perlakuan Pemerintahan Jokowi terhadap Freeport selaras dengan kepentingan asing untuk melanjutkan investasi model kolonial di Indonesia. Melalui kementrian ESDM pemerintah terus memberikan perlakuan istimewa kepada Freeport. Menteri Sudirman Said melakukan berbagai manuver untuk menjadi antek Freeport.

Pengkhianatan paling telanjang adalah dalam kasus Freeport. Perlakuan Pemerintahan Jokowi terhadap Freeport selaras dengan kepentingan asing untuk melanjutkan investasi model kolonial di Indonesia. Melalui kementrian ESDM pemerintah terus memberikan perlakuan istimewa kepada Freeport. Menteri Sudirman Said melakukan berbagai manuver untuk menjadi antek Freeport.

Sedikitnya 3 pengkhianatan yang dilakukan Sudirman Said,  yakni berusaha melakukan perpanjangan kontrak Freeport untuk menguasai tanah dalam jumlah yang sangat luas di Papua. Kedua, melakukan berbagai macam cara agar Freeport tetap dapat melakukan eksport bahan mentah dan tidak membuat pemurnian atau pengolahan di dalam negeri. Ketiga, melakukan berbagai upaya agar Freeport tidak perlu menjalankan kewajiban divestasi saham kepada Pemerintah Indonesia. Ketiga hal tersebut mencirikan bahwa Menteri ESDM sebagai agen kolonial sejati.

Langkah Kementrian ESDM tersebut bahkan secara vulgar melawan konstitusi, UU dan bahkan kontrak karya itu sendiri yang mewajibkan 3 hal. Pertama, Freeport harus melakukan pengolahan di dalam negeri dan tidak lagi mengeksport bahan mentah. Kedua, Freeport harus melakukan divestasi saham kepada Pemerintah (bukan kepada Luhur Panjaitan, Jusuf Kalla, atau kepada Setya Novanto), yakni pemerintah pusat, daerah, BUMN dan BUMN. Divestasi harus dilakukan secara langsung bukan melalui IPO.  Ketiga, kontrak Freeport harus di renegosiasi mengingat sudah berakhir.

Namun yang dilakukan pemerintahan Jokowi dan Sudirman Said berlawanan dengan amanat Konstitusi, UU tentang mineral dan batubara serta pasal pasal tentang divestasi yang termuat dalam kontrak karya. Semua dilakukan agar Freeport nyaman, langgeng, dan bisa dengan sesuai hati mengeruk kekayaan alam, melanjutkan eksport bahan mentah, dan mengambil seluruh keuntungan pertambangan tanpa menyusahkan secuilpun untuk bangsa ini.

Hanya satu yang akan disisakan oleh Pemerintahan Jokowi dan Menteri ESDM Sudirman Said, yakni kerusakan lingkungan, hancurnya wilayah penghidupan masyarakat Papua, kemiskinan rakyat Indonesia, beban keuangan di masa depan untuk memperbaiki lingkungan yang telah mengalami kerusakan yang mengerikan. Hasil akhir dari pemerintahan ini adalah sebuah pengkhianatan yang tidak terampuni. [***]


Penulis adalah pengamat dari Asosiasi Ekonomi Politik Indonesia (AEPI), Salamuddin Daeng.


Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya