Lukman Hakim Saifuddin/net
Peristiwa bentrok antarumat beragama masih saja sering terjadi. Peritiwa penyerangan terÂhadap umat Islam ketika saat melaksanakan salat Id di Tolikara, Papua hingga bentrok yang berujung pembakaran gereja di Aceh Singkil menambah deretan panjang catatan merah kasus intoleransi umat beragama. Kenapa masalah intoleransi ini masih sering terjadi, simak wawancara Rakyat MerdeÂka dengan Menteri Agama Lukman Hakim Saifuddin berikut ini:
Masalah intoleransi antar umat beragama masih saja terjadi, ini bagaimana?
(Kejadian) itu bahwa adalah peringatan bagi kita, tidak hanya bagi pemerintah khususnya pusat maupun daerah, tapi juga aparat penegak hukum kita, para tokoh-tokoh masyarakat, para tokoh-tokoh agama, para tokoh-tokoh ormas Islam, dan kita semua bahwa kita harus lebih bijak, harus lebih arif, dan taat hukum.
Salah satu pemicu terjadi konflik antarumat beragama adalah terkait izin pendirian ruÂmah ibadah. Bagaimana upaya Anda agar peristiwa serupa tak terjadi lagi di kemudian hari?
Salah satu pemicu terjadi konflik antarumat beragama adalah terkait izin pendirian ruÂmah ibadah. Bagaimana upaya Anda agar peristiwa serupa tak terjadi lagi di kemudian hari?Dalam menyikapi hal-hal yang terkait dengan rumah ibaÂdah ini. Pemerintah memastikan akan mengevaluasi Peraturan Bersama Menteri (PBM) Agama dan Menteri Dalam Negeri Nomor 8 dan 9 Tahun 2006 tentang pedoman pelaksanaan tugas kepala daerah dalam pemeliharaan kerukunan umat beragama, pemberdayaan forum kerukunan umat beragama, dan pendirian rumah ibadat. Evaluasi ini bukan mengarah pada pencabutan PBM tetapi penyempurnaan. Evaluasi itu harus dilakukan untuk melihat apakah ada bagian-bagian terÂtentu yang harus disempurnakan dari PBM itu, tetapi tidak mengÂhilangkan semuanya.
Penyempurnaan harus diÂmaknai dengan melihat bagian-bagian yang bila dimungkinkan perlu dihilangkan, atau sebaliknya ada bagian-bagian yang belum cukup kuat, sehingga belum cukup tegas dan perlu penamÂbahan. Evaluasi PBM itu, akan sejalan dengan penyelesaianRUU perlindungan umat beragama. Salah satu yang akan dibahas misalnya berkaitan dengan syarat pendirian rumah ibadah.
Memang aturan main dalam pendirian rumah ibadah itu saat ini seperti apa?Saat ini, dalam pasal 14 ayat 2 PBM berbunyi pendirian rumah ibadat harus memenuhi perÂsyaratan khusus meliputi, daftar nama dan Kartu Tanda Penduduk (KTP) pengguna rumah ibadah paling sedikit 90 orang yang diÂsahkan pejabat setempat, dukunÂgan masyarakat setempat paling sedikit 60 orang yang disahkan oleh lurah/kepala desa, rekoÂmendasi tertulis kepala kantor departemen agama kabupaten/kota, dan rekomendasi tertulis FKUB kabupaten/kota.
Bunyi pasal 14 ini diperkuat lagi dalam pasal 16 ayat 1 yang berbunyi, permohonan pendiÂrian rumah ibadat sebagaimana dimaksud dalam Pasal 14 diajuÂkan oleh panitia pembangunan rumah ibadat kepada bupati/walikota untuk memperoleh IMB rumah ibadat.
Justru (soal izin dari warga yang sering dianggap memÂberatkan pendirian rumah ibaÂdah) inilah yang menjadi taÂhap penyelesaian dalam RUU perlindungan umat beragama. Itulah kenapa kita mendengar pandangan-pandangan dari orÂmas keagamaan, tokoh-tokoh agama, dari berbagai kalanÂgan, termasuk juga tentu dari pers. Pemerintah akan melihat secara menyeluruh mengenai PBM. Namun, sejauh ini belum menerima masukan mengenai perlunya pencabutan PBM.
Dorongan evaluasi PBM ini muncul setelah peristiwa pembakaran rumah ibadah di Aceh Singkil?Persoalan di Aceh sebenarnya tidak boleh dilihat parsial. Makanya Presiden Joko Widodo meminta berhati-hati dan melihat persoalan secara meÂnyeluruh, sebab persoalan Aceh dalam kaitannya peristiwa di Singkil itu tidak sepenuhnya persoalan agama. Boleh jadi ada kepentingan-kepentingan lain yang kemudian ikut terlibat seÂbagai pemicu munculnya kasus di Singkil itu. Oleh karenanya harus dilihat secara menyeluruh, secara komprehensif.
Yang jelas untuk pendirian ruÂmah ibadah itu harus senantiasa mengacu pada ketentuan hukum, pada ketentuan peraturan seperti juga penolakan terhadap rencana atau proses pendirian rumah ibadah juga itupun harus berlandaskan prosedur ketentuan hukum yang berlaku. Artinya baik yang ingin mendirikan rumah ibadah maupun yang menolak keberadaan rumah ibadah itu tidak boleh main hakim sendiri. Karena bagaimanapun juga kita adalah negara hukum. Indonesia adalah negara yang beragam yang majemuk yang Bhineka Tunggal Ika, sekaligus berdasar hukum. Karenanya terkait pembangunan rumah ibadah pun juga harus menjunjung tinggi huÂkum tidak main hakim sendiri.
Upaya untuk mencegah Intoleransi lainnya apa?Kita terus mensosialisasikan lewat pendidikan, lewat perÂtemuan-pertemuan dalam forum kerukunan umat beragama, daÂlam berbagai event atau kegaitan-kegiatan kita terus tekankan bagaiamanapun juga ke-IndoneÂsiaan kita yang beragam ini harus disikapi dengan penuh kearifan, dengan menjunjung tinggi seÂmangat toleransi.
Selain lewat kurikulum yang berisi hal-hal yang menjunjung tinggi nilai-nilai toleransi, kita juga mengadakan program-proÂgram lain misalnya pertukaran guru-guru agama yang beda agama. Ada forum-forum dialog di antara mereka itu juga dalam rangka mengedepankan nilai-nilai toleransi.
Dari peristiwa bentrok yang terjadi adakah kemungkinan campur tangan dari pihak- pihak yang sengaja ingin meÂmecah belah kerukunan demi sebuh proyek?Iya tentu hal seperti itu tak tertutup kemungkinan, bagaimanapun juga Indonesia adalah bangsa dengan sumber daya alamnya luar biasa, banyak kepentingan pihak-pihak lain di dalamnya.
Dan tidak tertutup kemungÂkinan memang ada pihak-pihak yang ingin membenturkan antarumat beragama ini dengan mengangkat isu-isu sensitif seperti pro-kontra terkait pendirian rumah ibadah. ***