Berita

foto:medan bagus

Publika

Derita Berlarut dan Asap Tak Berlalu

SABTU, 24 OKTOBER 2015 | 08:14 WIB

MATAHARI kembali tak menyapa dan jalanan seperti biasanya hanya tampak beberapa meter saja. Masyarakat tak dapat memandang apa-apa, yang terlihat hanyalah raut wajah berduka yang memang disembunyikan pun ia selalu tampak memaksa untuk hadir.

Raut wajah itu sebenarnya sudah sangat jelas menggambarkan pada apa yang terjadi dengan masyarakat Riau, mereka kesulitan memandang bukan karna penyakit kebutaan seperti manusia umumnya, melainkan hanyalah” tertutupi oleh sesuatu bernama kabut asap.

Saat ini, Pemerintah Provinsi Riau kembali memperpanjang status Darurat Pencemaran Udara akibat kebakaran lahan dan hutan hingga 1 November 2015. Kabut asap itu tak hanya menyelimuti ruang daerah tersebut. Kabut asap itu juga berhasil menyelimuti sendi-sendi kehidupan masyarakat sehingga mulai dari pendidikan hingga roda perekonomian mau tak mau terpaksa dihentikan.


Kabut asap bagi masyarakat Riau seolah sudah menjadi bagian dari kehidupan mereka. Asap merupakan sahabat yang selalu mengikuti dan menemani masyarakat ditanah yang kental dengan adat melayu tersebut.

Perpanjangan status darurat bencana ini merupakan keterpaksaan yang harus diwujudkan oleh pemerintah provinsi mengingat kualitas udara masih tidak sehat bahkan dapat dikatakan sudah tak layak hirup lagi bagi manusia. Tak hanya itu, Dinas kesehatan Provinsi Riau menyebutkan data korban infeksi saluran pernapasan akut (ISPA) di kabupaten/kota provinsi Riau telah mencapai jumlah 65,232 jiwa. Maka dari itu, tak ada pilihan bagi Gubernur selain memperpanjang status darurat kabut asap ini.

Tak hanya itu, Badan Meteorologi dan Geofisika (BMKG) menyebutkan bahwa musim kemarau tahun 2015 akan lebih panjang dibandingkan tahun lalu. Kemarau akan menjadi hantu hingga penghujung tahun ini. Hal ini merupakan dampak dari El Nino yang menerpa Indonesia. El Nino ialah fenomena alam terkait dengan kenaikan suhu permukaan laut yang melebihi nilai rata-rata di Samudra Pasifik.

Berdasarkan hal tersebut, dapat disimpulkan bahwa hujan tak akan menyapa bumi melayu Riau dalam waktu dekat. Hujan sebagai harapan pengusir asap tidak bisa dijadikan sebagai satu-satunya dewa penolong”. Jika selama itu tidak ada tindakan-tindakan yang lebih dari pemerintah maka status darurat pencemaran udara pun terpaksa akan terus diperpanjang. Akibatnya, penderitaan akan semakin berlarut bersama asap yang terus menggerogoti.
 
Di balik akutnya derita masyarakat ini, semestinya harus ada kebijakan-kebijakan yang lebih dari pemerintah. Bukan hanya pemerintah daerah dan provinsi yang terkena dampak secara langsung, pemerintah pusat juga harus turut lebih serius menghilangkan kabut asap ini. Sangat jelas kiranya bahwa durasi derita rakyat sangat bergantung pada kinerja-kinerja pemerintah pusat. Semakin lama Jokowi bertindak maka semakin banyak pula derita yang dirasakan masyarakat.

Sebaliknya, apabila Jokowi berhasil menyelesaikan masalah ini dengan lebih cepat maka ia benar-benar akan menjadi pahlawan bagi masyarakat. Maka dari itu, cahaya kehidupan bagi masyarakat Riau bukanlah sesuatu yang berlebihan dan aneh, mereka hanya ingin agar pemerintah sebagai pelindung bagi masyarakatnya benar-benar memberikan secuil kehidupan yang layak dengan cara mengusir dan membinasakan kabut asap dengan tuntas.


Dedy Ibmar
Aktivis HMI Ciputat, Penggiat Kajian PIUSH serta anggota Serumpun Mahasiswa Riau (SEMARI).

 

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya