Komisaris Jenderal Budi Waseso/net
Langkah jenderal polisi yang akrab disapa Buwas ini begitu kontroversial ketika memimpin Badan Reserse Kriminal Mabes Polri. Dua pimpinan Komisi PemberÂantasan Korupsi (KPK) yakni; Abraham Samad dan Bambang Widjojanto (BW), plus satu penyidik KPK Novel Baswedan dijerat Buwas.
Abraham dijerat kasus duÂgaan pemalsuan dokumen. Kasusnya kini sudah dilimpahkan ke Kejaksaan Tinggi Sulawesi Selatan. BW disangÂkakan menyuruh saksi memberiÂkan keterangan palsu di sidang Mahkamah Konstitusi (MK), 2010 silam, kasusnya pun sudah dilimpahkan ke kejaksaan untuk segera disidangkan. Sedangkan Novel dijerat pasal penganiayaan saat dia masih berdinas di Polres Kota Bengkulu sebagai Kepala Satuan Reserse pada 2004.
Di Bareskrim karier Buwas tak berumur panjang. Saat dia berÂniat membongkar kasus dugaan korupsi PT Pelindo II, Buwas digeser ke kursi Kepala BNN. Setelah Buwas digeser puluhan akademikus dari berbagai kamÂpus di Indonesia menekan peÂmerintah agar men-deponeering alias mengesampingkan kasus BW. Presiden pun berjanji akan mempertimbangkannya.
Bagaimana Buwas menangÂgapi 'warisan' kasusnya diaduk-aduk dan apa saja rencana Buwas memberantas narkoba, simak wawancara
Rakyat Merdeka dengan Buwas berikut ini:
Bagaimana Anda menangÂgapi adanya upaya mengkoÂreksi kasus-kasus yang dulu Anda garap di Bareskrim, utamanya terkait kasus BW? Nggak apa-apa dikoreksi. Kan sekarang sudah diserahkan ke Pak Anang (Komjen Anang Iskandar, Kabareskrim saat ini) . Jadi bukan tanggung jawab saya lagi, jadi kalau ada apa-apa yang dosa bukan saya.
Kalau sampai kasus BW di-deponeering atau di-SP3, apa tindakan Anda? Waduh itu bukan urusan saya lagi. Deponeering kan bukan urusan saya, hehe.. Ya nggak apa-apa, itu kan kewenangannya Presiden. Hanya kalau saya kan lihatnya dari penegakan hukum, apakah orang bisa mendapatkan perlakuan hukum berbeda? Kalau pidana murni ya sudahlah, seleÂsaikan dulu. Itu kan tanggung jawab, dulu kan dia (BW, Red) bilang akan bertanggung jawab dan merasa tidak bersalah, ya sudah biar peradilan aja yang buktikan, kan gitu.
Kasus Pelindo pun demikiÂan. Setelah Anda dirotasi ke BNN, kasus itu terkesan berÂjalan lamban? Sekarang itu, yang penting bukan saya lagi. Saya sekarang sudah Ka BNN. Gitu, hehe..
Terkait posisi Anda saat ini sebagai Kepala BNN, Anda mengusulkan agar pengguna narkoba kembali dipenjaraÂkan. Ide Anda ini terkesan bertolak belakang dengan undang-undang yang memerÂintahkan agar pengguna cukup direhabilitasi? Nggak ada yang bertolak belakang tuh, kan tetap direhaÂbilitasi. Cuma mekanismenya yang berubah.
Apanya yang berubah? Iya. Karena setiap korban itu ada pertanggungjawaban hukuÂmnya, nah biarkan aja. Misalkan setelah diputus oleh pengadilan dia kena dua tahun, tiga tahun itu wajib dijalankan. Nah dalam proses dia menjalani hukuman itu dia sekaligus direhabilitasi. Jadi nggak ada permainan huÂkum.
Saya bukannya nggak setuju rehabilitasi. Rehabilitasi itu penting, ada di undang-undang dan itu wajib. Tapi jangan salah gunakan rehabilitasi itu yang akhirnya semua jadi direÂhabilitasi. Duitnya besar lho untuk merehabilitasi. Nanti pelaku-pelaku semua ngaku duluan, lapor sebagai korban, padahal dia bandar, akhirnya kena rehabilitasi. Selesai, dia udah untung gede. Kan tidak adil, ancaman buat negara dia diampuni juga.
Anda menginginkan agar bandar narkoba diisolir di pulau terluar, kapan gagasan itu Anda realisasikan? Kalau saya sih pengen seÂcepatnya. Saya sudah bilang ke Menkumham, saya katakan harus ada evaluasi. Termasuk aturan undang-undang aturan hukum terhadap pelaku yang sudah mendapat hukuman mati tapi justru dia mendapat perÂlakuan luar biasa, bahkan bisa melakukan pembunuhan kemÂbali terhadap generasi muda kita lewat narkoba. Kadang-kadang saya punya ide yang dianggap gila kan, tapi itu wajar. Makanya saya bilang tempatkan di pulau terluar, karena di pulau terluar itu jaringan komunikasi nggak ada. Ini kan hanya pemikiran dan suÂdah direspon oleh Menkumham. Memang harus diisolir, kalau perlu tidak kenal siapa-siapa. Kalau perlu bikin di suatu temÂpat yang tempatnya dikelilingi sungai trus sungai diisi buaya-buaya. Jadi kalau dia berusaha kabur, biar diselesaikan oleh buaya, haha..
Lantas apa tanggapan Menkumham dengan gagasan Anda itu? Kemarin kita koordinasi dengan Menkumham dan Kemkumham sudah membuat tim. Nah tim itu nanti melibatkan BNN dan Kepolisian, termasuk nanti Komnas HAM juga akan dilibatÂkan untuk menindaklanjuti.
Bukankah pulau terluar itu kerap dijadikan jaringan narkoba internasional sebagai pintu masuk narkoba? Justru itu nanti harus ada ketÂerlibatan TNI. Polisi dan TNI nanti akan bersatu di situ. Nanti bakal ada pasukan khusus.
Anda juga akan melibatkan TNI? Kita semua harus berperÂan, kita semua harus berbuat. Pencegahan penting. Memang rencana saya yang melibatkan kekuatan TNI itu dianggap gila, orang berpikirnya gila. Tapi kan TNI punya kemampuan perang. Dan saat ini kenyataannya naÂgara sedang perang dengan narkoba. Di situ satu sisi ada hukum perang, karena ada ancaÂman terhadap negara. Pasukan TNI itu punya kekuatan luar biasa, kita tidak usah ego sekÂtoral. Kalau kita sama-sama malah akan cepat selasai, TNI itu terlatih karena saya tahu persis latihan mereka. Apalagi kalau Kopassus.
Upaya persuasif lainnya yang sudah Anda rancang untuk memerangi narkoba apa lagi? Saya mengupayakan ada buku mata pelajaran tentang bahaya narkoba di sekolah-sekolah.
Sudah komunikasi dengan Mendikbud? Sudah, beliau setuju, dan presiden juga setuju. Sekarang lagi dibahas. ***