Berita

ilustrasi/net

Publika

Asap Uji Asa Pemerintah

RABU, 14 OKTOBER 2015 | 19:18 WIB

SUASANA masih begitu panas, udara yang datang sama sekali tak berbau matahari seperti yang biasanya akrab pada saluran pernapasan manusia. Ditemani masker yang senantiasa menutup mulut dan hidung, masyarakat disana berjuang keras melawan bencana sembari meneruskan fase hidup yang terjalani. Dari kejauhan, daerah itu akan tampak seperti sedang dilalap api. Bedanya, si”jago merah” disini tak meninggalkan bekas seperti gedung dan rumah yang hangus terbakar. Malah lebih parah, api itu meninggalkan asap yang bergerak bebas mengganggu bahkan membunuh manusia secara perlahan.

Kehidupan semacam ini terpaksa diterima masyarakat Sumatera dan Kalimantan selama kurang lebih tiga bulan lamanya. Setiap harinya mereka tak hanya mengantisipasi penyakit yang dihirupnya, tapi mereka juga berjuang meneruskan kehidupan sehari-hari untuk mengais rejeki meski terhalang terjalnya kabut asap. Artinya, kabut asap bukan hanya sekedar potensi penyakit saluran pernapasan belaka, tetapi pembunuh sadis sendi kehidupan manusia.

Hingga hari ini, entah apa yang membuat pemerintah masih malu-malu” menyelesaikan masalah ini. Memang, pemerintah pusat telah banyak turun kedaerah, bahkan Presiden Jokowi ikut turut membantu berlari ditengah hutan untuk memadamkan api. Tetapi, penanggulangan bencana kabut asap tak boleh dianggap selesai hanya sampai disitu.


Tentunya, karna meski tak separah pada september lalu, tetap saja kabut asap yang menjadi masalah utama itu masih saja terus menyelimuti. Sederhananya, asap itu belum selesai !. Artinya, pemerintah diharuskan untuk membuat kebijakan sekaligus bertindak lebih dibanding sebelumnya. Oleh karna itu, kebijakan itu tak lain ialah menjadikan bencana kabut asap ini sebagai bencana nasional.

Timbulnya wacana ini bukan karna tanpa alasan, kebijakan ini jelas didasarkan atas situasi darurat yang mengancam. Hingga sekarang, ribuan hektar hutan telah hangus terbakar, puluhan ribu masyarakat menderita penyakit, serta manusia yang tak bernyawa lagi pun telah ditemukan akibat kabut asap ini. Sederet alasan ini seharusnya dapat menyentuh hati sang” presiden sebagai otoritas pemutus kebijakan.

Jika dari awal masalah ini ditetapkan menjadi bencana nasional maka pemerintah pasti akan menjadi lebih fokus. Personil, peralatan dan anggaran akan lebih cepat tersedia dalam penanggulangan bencana ini. Tak hanya itu, pemerintah pusat juga dapat lebih mudah ber-koordinasi langsung dengan pemerintah daerah dengan secara lebih teratur dan rapih. Artinya, harapan-harapan untuk memadamkan api serta mengusir asap akan lebih terpampang dimasyarakat.

Sayangnya, wacana diatas masih sekedar menjadi perbincangan hangat tanpa aktualisasi langsung dari pemerintah. Bahkan, pasca jokowi terjun ke daerah-daerah berasap tersebut, sudah tak terdengar lagi tindakan-tindakan yang masif dari pemerintah. Asap dianggap seperti telah berlalu dan pergi meninggalkan Sumatera dan Kalimantan. Padahal, masyarakat disana masih terus menjerit memanggil nama jokowi sebagai harapannya. [***]

Penulis adalah Aktifis HMI Ciputat, Penggiat Kajian PIUSH serta Anggota Serumpun Mahasiswa Riau (SEMARI)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya