Mantan Hakim Mahkamah Konstitusi (MK), Maruarar Siahaan, dihadirkan menjadi ahli dalam sidang uji materi Undang-Undang Nomor 2 tahun 2002 tentang Kepolisian RI (UU Polri) dan UU Nomor 22 tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Jalan (UU LLAJ)‎.
Uji materi diajukan pemohon yang mempermasalahkan kewenangan Polri menerbitkan Surat Izin Mengemudi (SIM), Surat Tanda Nomor Kenderaan (STNK), dan Bukti Pemilik Kendaraan Bermotor (BPKB).
Dalam keterangannya, ‎Maruarar menilai, kewenangan Polri mengurus SIM, STNK, dan BPKP yang dipermasalahkan pemohon tidak bertentangan dengan konstitusional. Bagi Maruarar kewenangan itu konstitusional dan sesuai dengan UUD 1945.‎
"Kewenangan tersebut erat kaitannya dengan tugas kepolisian untuk melayani dan mengayomi masyarakat. Dalam prinsip konstitusionalitas, sebuah norma bisa ditarik keluar dari struktur dan ditafsirkan berdiri sendiri," ujar Maruarar dalam sidang di Gedung MK, Jakarta Pusat, Selasa (13/10).
Kewenangan inilah yang menurut Maruarar ditafsirkan dari norma tugas polisi untuk melayani dan mengayomi masyarakat. Karena itu, ia berpendapat norma kewenangan kepolisian tidak bertentangan dengan konstitusi.
‎Maruarar menambahkan, tugas kepolisian untuk menjaga dan melayani masyarakat dapat diartikan dengan makna luas yang terkait dengan kepentingan masyarakat. Dia pun menilai, ukuran yang dipakai pemohon terkait tugas kepolisian ditafsirkan secara sempit.
"Ukuran yang dipakai pemohon terkait tugas Polri ditafsirkan secara sempit hanya soal penegakan hukum, dan menjaga keamanan serta ketertiban," urai Maruarar.
Lebih jauh Maruarar menjelaskan, bahwa dalam arti profesionalitas dan efisiensi pada penyelenggaraan manajemen dan administrasi kewenangan Polri ‎dalam menerbitkan SIM, STNK, dan BPKP tentu saja dapat diterima dengan cara yang sama manfaat dan keberhasilannya. Kewenangan itu dapat diterima tanpa perlu mempersoalkan lembaga mana yang ditentukan untuk menyelenggarakannya.
"Seandainya penyelenggaraan kewenangan itu tidak efisien, tidak profesional, dan tidak nyaman bagi pihak-pihak yang berkepentingan, maka konfigurasi penyusunan kewenangan itu tidak dapat dikatakan bertentangan dengan konstitusi," kata Maruarar.
Untuk diketahui, Koalisi untuk Reformasi Polri yang terdiri dari Indonesia Legal Roundtable (ILR) diwakili Erwin Natosmal Oemar, Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) diwakili Julius Ibrani, dan lainnya menggugat sejumlah pasal dalam UU Kepolisian dan UU LLAJ ke MK.
[zul]