Citra negatif Kolombia yang disebut-sebut sebagai negara dengan tingkat keamanan rendah, kerap diliputi konflik serta keberadaan kartel obat terlarang tidak bisa dibuktikan sama sekali.
Setidaknya itu kesan yang ditangkap seorang warga negara Indonesia asal Medan, Sumatera Utara bernama Saputra Liadi yang telah menetap di Bogota, Kolombia selama lebih dari satu tahun terakhir.
"Sebelum berangkat ke Kolombia, kesan di orang-orang sekitar saya merasa horor mendengar Kolombia. Tapi ya, Indonesia juga dulu pernah dicap seperti itu, sebagai negara yang tidak aman. Berkaca dari situ, saya merasa untuk membuktikan apa kata orang, saya harus merasakannya sendiri," ujar Saputra saat ditemui Kantor Berita Politik RMOL di sebuah restauran di kawasan La Candelaria, Bogota pada Senin petang waktu Kolombia (31/8).
Menurutnya, Kolombia dan kawasan Amerika Latin secara umum, tengah berkembang pesat beberapa waktu terakhir. Terutama dari keporakporandaan konflik serta masalah keamanan di masa lalu.
"Kolombia merupakan salah satu bagian dunia yang tengah berkembang saat ini," ujar pria yang kini tengah menempuh gelar master di bidang illmu hubungan internasional di salah satu universitas ternama di Kolombia, yakni Universidad Externado de Colombia.
Ia juga menilai, Kolombia merupakan salah satu negara yang patut dijadikan rekomendasi untuk belajar bahasa bahasa Spanyol.
"Kolombia sendiri merupakan negara di luar Spanyol yang pertama kali mendapat pengakuan. Artinya, di luar Spanyol itu sendiri, negara yang pemakaiannya bahasa Spanyolnya diakui adalah Kolombia," kata Saputra.
Dalam kesempatan yang sama, Saputra yang telah menetap di Kolombia sejak Februari 2014 lalu itu juga berbagi pengalaman serta kesannya selama tinggal dan belajar di Bogota.
"Ketika awal tiba di sini, saya sempat cukup terperangah dengan orang Kolombia yang memiliki kebiasaan untuk menunjukkan kasih sayang dengan intim di depan publik. Tidak jarang di dalam Transmilenio, atau tempat umum lainnya melihat orang berciuman atau berpelukan," tuturnya.
"Namun lama kelamaan saya semakin mengerti bahwa orang Kolombia merupakan masyarakat yang sangat ramah dan mereka sangat ingin mempromosikan budaya ramah serta toleran," sambung Saputra.
Budaya ramah dan toleran itu, masih kata Saputra, diaplikasikan dengan kebiasaan orang Kolombia yang sering menyapa dan mengucapkan kata-kata ramah, sekalipun kepada orang asing atau orang yang baru dikenal.
"Merupakan hal yang biasa di Kolombia ketika hendak naik lift, ketika di bus, atau di tempat umum lainnya, orang Kolombia menyapa seperti 'buenos dias (selamat pagi)', 'buenas tardes (selamat siang)', atau bentuk sapaan lainnya," tutur alumni STIE Harapan Medan itu.
Ia pun menjelaskan bahwa bentuk lain budaya ramah warga Kolombia diaplikasikan dengan bertegur sapa dengan cara mencium pipi bagian kanan bila bertemu teman, keluarga ataupun kerabat.
"Selain itu, kerap beberapa kali juga saya merasakan, ketika bertanya atau berbincang dengan ibu-ibu atau warga Kolombia lainnya yang baru saya kenal, saya dipanggi dengan sebutan 'mi amor (sayangku)' atau panggilan sayang lainnya, mulanya saya agak terkejut, tapi lama kelamaan saya menyadari bahwa hal itu meupakan bagian dari cara warga Kolombia menunjukkan budaya ramah sehingga membuat kita merasa lebih akrab," demikian Saputra.
[wid]