Penyidikan kasus dugaan korupsi atas pembelian aset oleh Victoria Securities Internasional Corporation (VSIC) dari Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) oleh tim Satgasus Kejaksaan Agung, menuai polemik.
Pasalnya, tim jaksa yang menggeledah kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI) di Panin Tower lantai 8, Jalan Asia Afrika, Jakarta, dinilai salah.
Kapuspenkum Kejaksaan Agung Tony Spontana menegaskan, tindakan hukum yang dilakukan lembaganya telah sesuai prosedur. Menurut Tony, jika ada yang keberatan dengan penggeledahan dipersilakan menempuh jalur hukum yang tersedia. "Akan kami hadapi dan kami berikan alasan dan argumentasi hukum. Karena ini adalah proses hukum yang diatur oleh undang-undang."
Direktur Victoria Securities Indonesia Yangky Halim menyatakan, perusahaannya yang berdiri pada 2011, tidak memiliki keterkaitan dengan VSIC.
Terlebih lelang yang dilakukan oleh BPPNterjadi pada 2003. Dimana aset milik obligor PT Adistra Utama (AU) berupa tanah seluas 1.200 hektar, di Karawang, Jawa Barat yang menjadi agunan atas pinjaman senilai Rp 469 miliar di Bank Tabungan Negara (BTN), dibeli oleh VSIC.
VSIC sendiri merupakan peÂrusahaan berbadan hukum asÂing yang berbasis di Virginia Island. Mendapatkan perlakuan yang dinilainya merugikan peÂrusahaan, PT VSIC mengadu ke DPR. Wakil Ketua DPR Fadli Zon mengaku telah menerima laporan tersebut. Menurutnya, tindakan yang dilakukan tim jaksa harus dievaluasi.
"Saya kira Jaksa Agung perlu melihat tindakan itu perlu diÂevaluasi benar atau tidak, sesuai aturan atau tidak," ucap Fadli di Komplek Parlemen, Senayan, Selasa (18/8).
Politisi Partai Gerindra ini meminta Presiden Joko Widodo memperhatikan kasus ini dengan serius. "Kalau mau serius dalam penegakan hukum, ya melakuÂkan evaluasi terhadap posisi-posisi hukum. Karena hukum berada di atas poltik. Kalau memang konsisten dengan apa yang diucapkan. Kecuali mau menjadikan hukum ini sebagai alat politik," tutupnya.
Sementara itu, menurut Direktur Indonesian Publik Institute Karyono Wibowo, Tim Satgasus perlu hati-hati sebelum melakukan tindakan hukum terÂhadap siapapun, termasuk dalam menangani perkara VSI.
Menurut Karyono, penegak hukum harus menggunakan azas prudensial (kehati-hatian) dalam menangani suatu perkara, tidak bisa dengan cara serampangan. Kedudukan perkaranya mesti jelas, bukti-buktinya juga harus kuat agar tidak menimbulkan masalah ke depannya.
Status hukumnya mesti kuat agar kasusnya tidak seperti Dahlan Iskan yang akhirnya menang di praperadilan karena kejaksaan dinilai lemah dalam membuat sangkaan.
Dalam penanganan kasus PT VSI ini pun, tim kejaksaan diniÂlai janggal, kurang jelas pokok materi hukumnya. Karenanya, penanganan kasus ini menimÂbulkan tanda tanya. Misalnya, pihak Satgasus Kejaksaan belum menyebutkan siapa pelapornya, kalau disangka ada unsur koruÂpsi, belum disebutkan berapa kerugian negaranya.
Selain itu, belum dijelaskan, apakah ada laporan dari BPK atau BPKP yang menyebutkan ada kerugian negara. Lalu, timbul pertanyaan, dimana peran OJK dan BPPN dalam kasus ini. Maka agar kasus ini menÂjadi terang benderang, mestinya pihak-pihak yang terkait perlu diperiksa dan dimintai keterangan bila perlu dikonfrontir.
Bisa Diuji di Praperadilan Kalau DirugikanAbdul Fikar Hajar, Pengamat HukumPenyidik Kejaksaan Agung telah melakukan serangkaian penggeledahan kasus dugaan korupsi penjualan hak tagih (cessie) Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN).
Pihak Kejagung menyebut kasus tersebut merugikan negara hingga ratusan miliar rupiah. Padahal, pihak Kejagung belum mengantongi secara resmi audit dari Badan Pemeriksaan Keuangan atas penyidikan kasus tersebut.
Pakar hukum pidana dari Universitas Trisakti Abdul Fikar Hajar menilai, tindakan yang dilakukan oleh Kejaksaan Agung bisa gugur. "Itu batal penindakannya dan harus dipertanggungjawabkan," kata Abdul Fikar, kemarin.
Dia menilai, apa yang dilakukan oleh Kejagung melamÂpaui kewenangan penegak huÂkum lainnya. Padahal, selaku penegak hukum, Kejagung harus terlebih dulu koordinasi. "Karena menjadi kontrol begi penengak hukum."
Dia pun mengkritisi sikap yang ditunjukkan oleh Kejagung dalam melakukan pengÂgeledahan terhadap Kantor Victoria Securities Indonesia. Padahal, kata dia, berdasarkan pemberitaan yang berkembang, Kejagung salah tempat dalam melakukan penggeledahan itu.
"Itu sudah jelas putusan MK, kalau ada yang dirugikan daÂlam tindakan lembaga hukum, bisa diuji saja di praperadilan. Artinya, tak ada kepastian huÂkum, nama perusahaan benar, tapi salah menggeledah."
Dia menambahkan, tindakan yang dilakukan Kejagung daÂpat merusak citra kantor VSI. "Kalau salah begitu, dapat menyebabkan banyak hal. Itu seharusnya bisa mengajukan permohonon praperadilan," kata dia.
Semua Pejabat Ada Pengawasnya Bisa DilaporkanFahri Hamzah, Wakil Ketua DPR Wakil Ketua DPR Fahri Hamzah menyatakan, tindakan tim satgas Kejaksaan Agung menggeledah kantor PT Victoria Securities Indonesia (VSI) berpotensi dinilai seÂbagai kecerobohan jika tidak hati-hati.
"Pokonya gini, semua pejabat itu bagaimanapun ada pengawasnya dan boleh diÂlaporkan, tidak boleh seramÂpangan," ujarnya di Gedung DPR, Rabu (19/8).
Menurut Fahri tindakan tersebut bisa dilaporkan agar menjadi terang benderang. Tindakannya benar atau tidak.
"Itu yang seharusnya diÂlaporkan ke Ombudsman. Di Kejaksaan Agung juga ada Komisi Kejaksaan, bisa dilaporkan ke sana," kata Fahri.
Fahri juga menambahkan, aparat penegak hukum harus hati-hati mengusut setiap kaÂsus. Jangan karena pesanan terÂtentu. "Keadilan harus terus diÂjaga agar masyarakat semakin percaya ke penegak hukum," tegas politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) ini. ***