nasaruddin umar/net
nasaruddin umar/net
RANGKAIAN artikel penuÂlis terdahulu tentang Agama dan Kepercayaan Lokal (35 artikel) di Harian ini, telah diÂjelaskan bahwa pada umumÂnya dasar kepercayaan dan agama leluhur berbagai etnik yang mendiami kepulauan Nusantara ini sudah familiar dengan Tuhan Yang Maha Esa. Hanya saja istilah lokalnya yang berbeda-beda. Dari ujung ke ujung bumi Nusantara ini kita bisa menemukan carakter dasar agama dan keÂpercayaannya ialah monoteisme, meskipun daÂlam fraksis menampilkan corak-corak sinkretis. Hal inilah yang memudahkan penerimaan agama Islam di Indonesia yang dikenal sebagai salahÂsatu agama penganjur monoteisme.
Sebagai contoh, kepercayaan Bugis pra Islam adalah kepercayaan monoteisme, sebuah faham keagamaan yang percaya kepada hanya satu TuÂhan, yang dikenal dengan istilah Dewata Sewwae. Prof. Mattulada, seorang ahli sejarah dan antropoloÂgi Bugis-Makassar-Mandar, memperkuat asumsi ini dengan merujuk sejumlah bukti dan sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Termasuk bukÂti tersebut ialah Sure' (manuskrip) Lagaligo, yang berkali-kali menyatakan sistem religi masyarakat Bugis menyembah Dewata Sewwae (Tuhan YME). Dewata Sewwae dilukiskan sebagai To PalanÂroe (Sang Maha Pencipta), dan Patotoe (Yang Maha Menentukan Nasib). Dalam bahasa Bugis, kata Dewata bisa mempunyai beberapa arti. Jika dibawa "De'watngna" berasal dari kata de (tidak) dan watang (batang, wujud) berarti "tanpa wujud", De'watangna (tak berwujud). Sering dikatakan: "NaiÂyya Dewata Seuwae Tekkeinnang" (Adapun Tuhan YME tidak beribu dan tidak berayaalam Lontara Sangkuru' Patau’ Mulajaji sering juga digunakan istiÂlah Puang SeuwaE To PalanroE", yaitu Tuhan Yang Maha Pencipta). Dengan demikian konsep "Dewata Seuwae" adalah Tuhan YME dan tidak mempunyai wujud biasa seperti makhluknya.
Contoh lain inti ajaran agama Slam SunÂda Wiwitan (SSW) juga didasari oleh faham monoteisme. Masyarakat Sunda kuno menjalin hubungan harmonis antara manusia, alam, dan Sang Batara Tunggal (Tuhan Yang Maha Esa, yang juga dikenal sebagai Sanghyang Kersa (Yang Maha Kuasa). Doktrin ajaran agama SSW dikemas dalam bentuk Pikukuh Karuhun, peraÂturan yang harus ditaati yang merupakan warisan dan amanah leluhurnya. Dalam Pikukuh Karuhun diajarkan bagaimana berbuat baik secara tulus, tanpa syarat, dan tanpa banyak bertanya dan menggunakan logika, yang dikenal dengan istiÂlah Kudu Benar. Sebaliknya juga harus menjauhi larangan, pantangan, dan hal-hal yang tercela, yang disebutnya dengan Kabuyutan.
Populer
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Senin, 15 Desember 2025 | 21:49
Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:44
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:12
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:22
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:06
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:01
Sabtu, 20 Desember 2025 | 13:38