MENDAPAT Tunjangan Hari Raya (THR) bagi sebagian besar masyarakat merupakan kabar baik. Karena melalui THR, masyarakat bisa memenuhi kebetuhan pokoknya di Hari Raya Idul Fitri seperti membeli baju, kue dan berbagi kepada sanak keluarga.
Namun, THR yang bernama reshuffle tentu saja memiliki arti yang berbeda dan tidak berlaku bagi para menteri yang saat ini tergabung dalam Kabinet Kerja Pemerintahan Jokowi-JK. Bukan kebahagiaan yang didapat, akan tetapi THR†yang satu ini justeru menimbulkan kecemasan dan tanda Tanya dalam diri mereka.
Tanda tanya yang saya maksud adalah, apakah pasca Hari Raya Idul Fitri nanti mereka (baca: menteri) masih tetap akan mengisi posisi sebagai pembantu presiden, tukar posisi atau digantikan oleh orang lain yang lebih mumpuni.
Pada dasarnya, dalam sebuah sistem pemerintahan presidensil, reshuffle merupakan hak perogratif presiden dan tidak dapat diganggu gugat. Dengan kata lain, kepala negara berhak menunjuk siapa saja yang akan menjadi pembantunya†dalam menjalankan roda pemerintahan tanpa harus diintervensi oleh orang lain yang memiliki kepentingan.
Sebagaimana yang santer diberitakan oleh beberapa media akhir-akhir ini, jika tidak ada halangan, pasca lebaran Jokowi akan melakukan reshuffle kabinet. Hal ini didasari terkait kinerja beberapa kementerian yang masih minim akan prestasi dan belum bisa bekerja secara maksimal.
Selain itu, jika merujuk dari hasil survey yang dirilis oleh Saiful Mujani Research and Consulting (SMRC) mengenai kinerja setahun pemerintahan Jokowi-JK, hanya ada empat kementerian yang mendapatkan respon positif dari masyarakat atas kinerjanya yakni Kementerian Kelautan dan Perikanan, Kementerian Agama, Kementerian Kesehatan dan Kementerian Sosial. Hal ini menunjukan bahwa masih belum maksimalnya kinerja para menteri dari total 34 kementerian yang ada. Â
Melihat kondisi di atas, sangatlah wajar bila Jokowi selaku presiden ingin melakukan perombakan dalam kabinetnya. Dengan catatan seseorang yang nantinya terpilih sebagai menteri harus bisa bekerja lebih maksimal dalam mengemban amanah. Selain itu, mereka yang terpilih sebagai menteri harus bisa berkaca dari kinerja menteri sebelumnya.
Selain itu, masyarakat juga menghimbau agar Jokowi untuk tidak salah lagi dalam menunjuk menterinya. Harus ada evaluasi yang mendalam terkait track reccord dari calon menteri yang akan menggantikan menteri sebelumnya. Bukan sekedar hasil dari ucapan terimakasih ataupun bagi-bagi kue†kekuasaan dari partai maupun personal yang mendukung presiden Jokowi pada pilpres 2014.
Oleh karena itu, diperlukan jiwa profesionalitas dari para calon menteri, dan tentu saja bukan berdasarkan kepentingan pribadi maupun golongan. Dengan mengemban tugas sangat berat dalam menjalankan visi dan misi Presiden Jokowi yakni Revolusi Mental dan Nawacitanya, serta mampu mengembalikan kepercayaan publik yang hari ini cenderung pesimis terhadap kinerja Pemerintahan Jokowi-JK yang belum genap setahun.
Semoga saja, waktu yang tersisa empat tahun bisa dimanfaatkan oleh Jokowi-JK untuk memperbaiki kinerjanya.[
***]
Muhammad SutisnaPegiat Kajian Ciputat Studies