Perpanjangan konsesi terminal petikemas di Jakarta International Container Terminal (JICT) dan TPK Koja antara PT Pelindo II dengan Hutchison Port Holding (HPH) harus dibatalkan karena melanggar UU dan merugikan negara.
"Pemerintah harus bertindak tegas membatalkan kontrak pengelolaan terminal di JICT dan TPK Koja yang akan diperpanjang sampai tahun 2038,†kata Ketua ITF (International Transport Worker’s Federation) Asia Pasifik, Hanafi Rustandi di Jakarta, Sabtu (8/7).
Penegasan Ketua ITF Asia Pasifik ini sekaligus memberikan dukungan kepada Serikat Pekerja (Serikat Pekerja) JICT yang menolak perpanjangan konsesi Pelindo II-HPH melalui aksi demo di depan kantor JICT kawasan Tanjung Priok pekan lalu. ITF yang merupakan afiliasi SP JICT dan SP TPK Koja pun mendukung aksi lebih besar yang akan dilaksanakan kedua SP tersebut jika Pelindo II tidak segera membatalkan perpanjangan konsesi tersebut.
Pengelolaan terminal petikemas oleh HPH di JICT dan TPK Koja akan berakhir tahun 2018. Namun, empat tahun menjelang konsesi berakhir, Dirut Pelindo II/IPC, R.J Lino disebut-sebut telah mendatangani perpanjangan konsesi sampai tahun 2038.
"Perpanjangan konsesi ini melanggar undang-undang, karena berdasarkan UU Pelayaran No.17/2008, pemberian konsesi adalah kewenangan Kementerian Perhubungan,†kata Hanafi.
Dia juga menyesalkan nilai perpanjangan kontrak itu hanya 215 juta dolar AS dalam posisi throughput petimekas di atas 2 juta TEU’s/tahun. Padahal, 20 tahun lalu nilai kontraknya lebih besar, yaitu 243 juta dolar AS dengan posisi throughput 1,4 juta TEU’s/ tahun.
Berdasarkan laporan yang diterimanya, kata Hanafi, JICT saat ini sebagai perusahaan yang sehat dengan cash flow sangat baik. Sehingga pengelola terminal JICT dan TPK dipastikan mendapat keuntungan.
"Kalau memang untung, kenapa diserahkan ke pihak asing dan tidak dikelola sendiri Pelindo II. Pengelolaan terminal petikemas tidak perlu diserahkan ke perusahaan asing. Sudah waktunya pengelolaan terminal di berbagai pelabuhan dikelola oleh investor nasional, termasuk JICT dan TPK Koja," katanya.
Hanafi juga mengingatkan, pengelolaan terminal petikemas oleh asing akan menutup peluang investor lokal. Peluang ini harus diberikan pada investor lokal, agar secara mandiri mengelola terminal di berbagai pelabuhan. Terminal petikemas di pelabuhan Tg. Perak Surabaya yang saat ini dikelola perusahaan asing Dubai Port, juga harus diserahkan ke investor lokal jika kontraknya berakhir.
Hanafi meyakini PT Pelindo mampu mengelola terminal petikemas di pelabuhan sendiri, tanpa harus melibatkan perusahaan asing. "Kita harus bangga anak bangsa mampu mengelola terminal petikemas di pelabuhan sendiri," pungkasnya.
[wid]