BEBERAPA hari lalu, media cetak nasional bergengsi merilis hasil surveinya terkait dengan kinerja kabinet. Hasilnya masyarakat tidak puas dan dibutuhkannya reshuffle dalam waktu dekat. Minimnya prestasi kabinet kerja tentunya semakin membebani gerak dan langkah Presiden Jokowi dalam merealisasikan sembilan program prioritas.
Buruknya kinerja kabinet ditambah situasi dan kondisi ekonomi dunia yang memasuki fase krisis menjadikan reshuffle sulit untuk tidak dilakukan. Bila merujuk hasil survei media tadi, publik menilai penempatan para menteri tidak tepat di pos bidangnya. Di bidang ekonomi, menteri-menterinya dinilai tidak capable, tidak memiliki ideologi Trisakti, lemah dalam kepemimpinan dan kering gagasan dalam mencari alternatif untuk merealisasikan nawacita.
Potret ekonomi kita sekarang ini di kuartal pertama 2015 meleset dari targetan yang ditetapkan. Angka pertumbuhan ekonomi hanya mencapai 4,7 persen terendah sejak 2009. Nilai tukar rupiah telah melemah sejak awal Januari 2015 hingga mencapai 6,71 persen dengan trend kedepannya turun. Harga komoditas diprediksi masih tetap rendah akibat rendahnya permintaan dari negara mitra.
Gagalnya Yunani membayar utangnya kepada kreditur sehingga dinyatakan bangkrut, ditakutkan memicu ke negara-negara Eropa lainnya yang memiliki persoalan relatif sama dengan Yunani, seperti Portugal, Spanyol, Italia dan Irlandia sehingga dapat mempercepat resesi ekonomi dunia di tengah perekonomian global mengalami kelesuan dengan ditandai rendahnya harga komoditi dunia, panasnya sektor properti dan jatuhnya bursa saham di beberapa negara di dunia, seperti China yang bursa sahamnya sudah turun 30 persen sejak awal tahun.
Menyikapi hal tersebut, presiden telah memanggil beberapa orang yang berkompeten di bidangnya untuk memberikan pandangan dan masukan kepada presiden. Ekonomi menjadi perhatian utama presiden. Walaupun kondisi ekonomi tidak berbahaya dan masih relatif jauh dari situasi krisis 1997/98, kewaspadaan tetap harus dimiliki oleh presiden. Hak prerogratif presiden harus digunakan tanpa terpengaruh desakan-desakan oleh berbagai kelompok yang ada.
Wacana reshuffle kabinet memunculkan beberapa isu penting, yakni menteri parpol atau profesional, diberikannya jatah salah satu partai KMP di kabinet, dan menteri petarung. Perdebatan tentang latar belakang menteri dari parpol atau profesional merupakan isu yang terus bergulir sejak awal reformasi. Dikotomi parpol dan profesional seakan-akan bahwa di parpol tidak memilki SDM yang unggul, berkualitas dan profesional, ternyata tidak tepat.
Seharusnya isu-nya lebih dipertajam lagi yakni parpol dan atau relawan, mengapa? Karena di kedua institusi tersebut juga diisi oleh kelompok profesional yang memilki basis pengalaman sebagai aktivis. Dengan segala risiko mereka telah berani mengambil keputusan politik di pilpres untuk memilih dan bekerja bersama memenangkan pilihannya tersebut. Secara politik dan moral tentunya mereka bertanggung-jawab menyukseskan pemerintahan pilihannya. Point pentingnya, bukan parpol/relawan atau profesional, tetapi loyalitas. Loyalitas tunggal hanya kepada Presiden. Dalam UUD Negara Republik Indonesia 1945 Pasal 17 ayat (1) dan (2) menteri-menteri adalah pembantu Presiden dan mereka diangkat dan diberhentikan oleh Presiden.
Presiden Jokowi pada kesempatan yang berbeda berulang kali menyatakan pembentukan kabinet tidak didasari bagi-bagi kursi. Bila benar, masuknya PAN di kabinet kerja tentunya bukan untuk mengingkari pernyataannya Presiden. Dalam realitas politik, tidak bisa dipungkiri bahwa sistem presidensial sekarang bercita-rasa parlementer. Oleh sebab itu, penguatan dukungan di parlemen menjadi sebuah keniscayaan. Masuknya PAN setidak-tidaknya menambah kekuatan riil politik parlemen di kubu KIH. Sehingga apa yang akan dikerjakan oleh eksekutif mendapat dukungan di parlemen.
Kehadiran para tokoh di istana untuk dimintai pandangan dan masukan oleh Presiden, semakin memperkuat sebentar lagi akan dilakukan reshuffle. Ada kata yang diucapkan oleh Presiden, "bila saya sudah menemukan orang yang tepat akan saya lantik sekarang juga". Mengartikan bahwa menteri kabinet sekarang jauh dari harapan Presiden. Dalam pertemuan tersebut ada kata penting yang disampaikan oleh Buya Syafii ke Presiden. Cari Menteri Petarungâ€. Kata tersebut diulang kembali oleh Presiden pada saat buka puasa bersama di Istana Bogor bersama relawan artis.
Dalam kamus lengkap Bahasa Indonesia, petarung kata dasarnya adalah tarung artinya berantuk, berlanggar. Bertarungan artinya berlagak, berkelahi, bertempur, berperang dan sebagainya. Petarung artinya orang yang siap, berani dan biasa bertempur dan berperang. Menteri dengan karakter seperti ini memang sangat dibutuhkan oleh Presiden pada situasi sekarang menghadapi tantangan dan persoalan yang berat di dalam negeri dan global.
Menteri petarung yang sedang dicari oleh Prersiden, harus memiliki rekam jejak yang baik. Tidak terlibat masalah KKN dan tidak ambisius dalam politik yang mencitrakan dirinya sosok avonturir politik. Menteri petarung adalah figur yang siap bertarung mewujudkan nawacita, bukan yang bertarung untuk kepentingan pribadinya. Peristiwa menjelang pilpres 2004 di mana menteri memilki hidden agenda sebaiknya jangan terulang kembali dan menjadi pelajaran bagi Presiden Jokowi. Figur menteri petarung harus tegak lurus bersama Presiden di awal dan di akhir tugasnya. Di luar kemampuan teknis, menteri petarung bercirikan manusia yang berani, berintegritas, berideologi Trisakti dan loyal tunggal kepada Presiden.
Tanpa mendikotomi latar belakang asalnya, menteri petarung dapat berasal dari parpol, tim relawan dan atau profesional murni. Semoga dalam menghadapi isu reshuffle, Presiden Jokowi dapat mempergunakan hak prerogatifnya, sehingga harapan masyarakat untuk dapat menikmati kehidupan yang lebih baik dan sejahtera kembali tumbuh.
Bernard Haloho
Ketua Badan Hukum dan Pemerintahan PROJO