NASARUDDIN UMAR
NASARUDDIN UMAR
SEMUA lembaga moral seperti agama, adat, etika keluarga, dan aturan formal tidak merÂekomendasikan ketamakan. Siapapun yang melakukan ketamakan akan tercela oleh masyarakat, lembaga adat, apalagi oleh Tuhan. Istilah lain dari tamak ialah rakus, serakah, dan monopoli. Kosa kata tamak tidak pernah berkonotasi positif karena menyebabkan terjadinya dampak negatif di dalam masyarakat, seperti ketimpangan sosial ekonomi yang pada akhirnya akan menyuburkan kriminaliÂtas. Ada orang yang meraup harta kekayaan seÂbanyak-banyaknya sementara orang lain dibiarkan menjadi penonton. Tamak termasuk penyakit sosial karena biasanya pribadi yang tamak bukan hanya rakus dan serakah tetapi biasanya juga pelit, kikir, sombong, angkuh, dan memiliki ambisi berlebihan dan perilaku yang melampaui batas.
Di samping menyebabkan orang lain sengÂsara, tamak juga umumnya membuat pelakuÂnya tersungkur dalam kehinaan yang amat memalukan. Dalam Al-Qur’an ditampilkan seÂjumlah raja dikjaya tetapi tamak yang berujung kehinaan karena serakah. Fir’aun, Tsamud, Namrud, ‘Ad, Abrahah, dan sejumlah tokoh lain merasakan kekecewaan di akhir hayatnya karÂena keserakahan. Tokoh dan pemimpin dunia kontemporer juga tidak sedikit jumlahnya beÂrakhir dengan kehinaan karena keserakahan. Tamak artinya kehendak nafsu untuk memiliki seluruh potensi yang ada di dalam masyarakat tanpa peduli orang lain yang juga membutuhÂkannya. Ia ingin memiliki semua potensi itu dengan berbagai cara, termasuk cara-cara yang tidak wajar dan tercela.
Para filosof juga mencela dengan keras siÂfat ketamakan. Filosof St. Augustine (354-430) mengidentifikasi ke dalam tiga kategori, yaitu keserakahan kekuasaan, keserakahan seksual, keserakahan harta benda. Keserakahan pertaÂma berpotensi melahirkan anarki dan tirani. KesÂerakahan jenis kedua berpotensi melahirkan keÂjahatan kesusilaan dan melemahkan keturunan. Keserakahan ketiga menjadi cikal bakal lahir dan berkembangnya sistem kapitalisme. SebeÂlum kapitalisme lahir, keserakahan manusia terÂhadap harta benda merupakan perbuatan yang tidak terpuji. Bahasa agama dan bahasa filsafat sampai abad pertengahan masih memandang kapitalisme itu sebagai dosa dan aib yang harus dijauhi. Belakangan berpisah antara pandangan agama dan filsafat. Filsafat cenderung memberÂikan pembenaran terhadap pemilik modal untuk meraup keuntungan lebih besar tanpa memperÂhatikan kaedah-kaedah moral. Sebaliknya agama moralitas harus menjadi dasar di dalam berbagai kepemilikan dan produktifitas.
Populer
Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53
Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33
Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10
Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37
Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29
Senin, 15 Desember 2025 | 21:49
Selasa, 16 Desember 2025 | 03:15
UPDATE
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:44
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:43
Sabtu, 20 Desember 2025 | 15:12
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:52
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:42
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:22
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:06
Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:01
Sabtu, 20 Desember 2025 | 13:38