Dalam perkembangan persiapan Pilkada serentak, ternyata masih ada daerah yang belum siap soal anggaran.
Pada umumnya, persoalan seputar anggaran pengawasan dan keamanan. Sedangkan anggaran untuk KPU Provinsi atau KPU Kabupaten/Kota pada umumnya sudah terselesaikan dengan ditandatanganinya Naskah Perjanjian Hibah Daerah (NPHD).
Demikian disampaikan anggota Komisi II DPR RI, Frans Agung MP Natamenggala, dalam siaran persnya (Selasa, 30/6). Menurutnya, KPU juga harus memikirkan bagaimana pembinaan terhadap penyelenggara pemilu di daerah. Jangan sampai seluruh persoalan pemilu lari ke Mahkamah Konstitusi, Pengawas Pemilu, dan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu.
"Orientasi kerja-kerja KPU RI dan Bawaslu RI sebaiknya ditujukan pada proses pembinaan dan supervisi jajaran di tingkat bawah. Dari 244 Pilkada di tahun 2010, lebih dari 90 persen berakhir di Mahkamah Konstitusi, PTUN, Pengadilan, Pengawas Pemilu, dan Pemecatan KPU di daerah oleh Dewan Kehormatan,†kata politisi Partai Hanura ini.
Ia melanjutkan, permasalahan menjelang Pilkada Serentak sudah bermunculan di daerah. Salah satunya adalah banyak calon perseorangan alias calon independen (non partai politik) yang ditolak oleh KPU Daerah. Dari pengumpulan data yang dilakukan, alasan KPU Daerah menolak calon perseorangan adalah dukungan dalam bentuk hardcopy tidak sama dengan softcopy.
"Disebabkan dukungan softcopy kurang, padahal hardcopy memenuhi syarat, KPU Daerah langsung menolak. Padahal salah satu prinsip penyelenggara pemilu yang diatur di dalam Kode Etik Penyelenggara Pemilu adalah Penyelenggara Pemilu harus melayani masyarakat dan peserta pemilihan secara maksimal. Artinya, jangan karena kurang sofcopy, padahal hardcopy memenuhi syarat, langsung ditolak oleh KPU Daerah," tegas dia.
Frans meminta KPU RI memberi perhatian serius terkait keberadaan calon perseorangan di daerah. KPU tidak boleh lupa bahwa calon perseorangan lahir dari putusan Mahkamah Konstitusi yang hak konstitusionalnya sama dengan calon dari partai politik.
[ald]