Proses liberalisasi migas di Indonesia sudah berlangsung sejak lama. Terlebih dengan diberlakukannya UU 22/2001 tentang Minyak dan Gas Bumi. Akibatnya, ketergantungan akan minyak impor kian tinggi dan harga BBM melambung tinggi.
Di sisi lain, laju eksplorasi minyak tak pernah berhenti. Sementara, penemuan akan cadangan minyak baru hingga kini belum menunjukkan hasil yang menggembirakan.
Demikian dikemukakan Jurubicara Forum Pemuda Kedaulatan Energi (FPKE), Muhamad Adnan Rarasina seperti dilansir RMOLJakarta.Com, Senin (29/6).
Gejala ini, menurut dia, semakin diperparah setelah dibentuknya BP Migas atau kini menjelma menjadi SKK Migas.
Lifting minyak yang dulu era 90-an mencapai 1,7 juta barel per hari dan kini menurun dratis di kisaran 800 ribu barel per hari. Bahkan, keinginan untuk membentuk Badan Usaha Khusus Migas, ia curiga hanyalah akal-akalan untuk melestarikan praktek liberalisasi sektor migas nasional.
"Ini tak boleh dibiarkan. Negara tak boleh tunduk pada tangan-tangan jahat yang tak ingin Indonesia kuat dan mandiri dalam mengelola energi nasional," tegasnya.
Lebih menyedihkan lagi, lanjut Adnan, hingga kini pemerintah masih mempertahankan model pengelolaan sektor migas yang salah kaprah, yakni mempertahankan SKK Migas. Padahal, lemahnya posisi negara karena menggunakan model
government to bussines (G to B) dalam praktek bisnis migas.
"Lembaga yang mengatur tata kelola migas telah terbukti gagal dalam membangun industri hulu migas secara baik dan efektif. Dan lucunya, salah kaprah ini didiamkan begitu saja, tanpa ada keinginan untuk menghentikannya," sesalnya.
Masalah lain yang patut dicermati dan menjadi tanya pihaknya adalah pengambilalihan Blok Mahakam yang semestinya 100 persen sahamnya diambil negara. Kenyataannya, 30 persen saham dikuasai Total dan Inpex.
"Sekali lagi, pemerintah yang diwakili Menteri BUMN, terlihat lemah dan pengecut. Realitas ini kian menunjukkan, seolah-olah kita menjadi hamba sahaya kepentingan negara lain," tegas koordinator Indonesia Energi Watch (IEW) itu.
Selayaknya 100 persen hak kelola Blok Mahakam diserahkan kepada Pertamina. Terpenting juga pihaknya menuntut revisi UU Migas dilanjutkan dengan mencoret opsi pembentukan BUMN khusus migas.
"Ketiga, seluruh blok migas yang akan habis masa kontraknya harus diserahkan kepada perusahaan milik negara. Tak ada tawar-menawar," desak Adnan.
[wid]