SEPINTAS tidak ada yang salah dengan syair Pengkhianat yang dibawakan kelompok cadas Rodinda yang dibesut Prananda Prabowo.
Persoalannya adalah, syair lagu itu bisa menimbulkan berbagai tafsir, dan tafsir yang paling mendominasi terkait hubungan sang ibu, Megawati Soekarnoputri, dengan orang-orang yang pernah mendapatkan kepercayaan lebih darinya.
Bahkan syair lagu itu pun oleh kalangan tertentu lebih dianggap sebagai suara sang ibu yang ditularkan kepada anaknya.
Tidak berlebihan apabila ada yang mengaitkan Rodinda dan syair
Pengkhianat dengan suara hati Megawati. Faktanya, Rodinda dan syair
Pengkhianat pertama kali diperkenalkan situs yang menggunakan nama sang ibu,
megawati.org, awal bulan ini.
Di dalam
megawati.org disebutkan bahwa Prananda Prabowo, buah cinta Megawati dengan alm. Lettu Surindo Supjarso merilis lagu ini di jejaring
Youtube pada hari Senin, 8 Juni 2015, pukul 19.00 WIB.
Bagian menarik lain dari artikel di
megawati.org itu adalah dialog imajiner antara Bung Karno dengan Joko Widodo alias Jokowi yang kini berkuasa.
Di dalam dialog imajiner itu, Bung Karno mengajarkan Jokowi tiga hal penting dalam kepemimpinan, yakni romantika, dinamika dan dialektika. Bung Karno mengajarkan Jokowi untuk mencintai rakyat sehingga mampu menangkap gelora rakyat dan menggerakkan rakyat dan menghidupkan nyawa revolusi. Romantika, dinamika dan dialektika ini yang disingkat menjadi Rodinda.
Setelah menuliskan secara lengkap syair
Pengkhianat, artikel yang tidak disebutkan siapa penulisnya itu ditutup dengan sebuah pertanyaan menggelitik: lalu siapakah yang dimaksud Prananda sebagai pengkhianat?
Di kalangan aktivis politik yang tergelitik, jawaban atas pertanyaan itu bisa banyak. Bisa jadi merujuk pada diri Susilo Bambang Yudhoyono yang ketika Mega berkuasa diberi kepercayaan sebagai Menko Polkam, tetapi belakangan di tahun 2004 berani menantang Mega dalam pemilihan presiden langsung pertama dalam sejarah Indonesia.
Hubungan Mega dan SBY sampai hari ini pun dirasa tidak begitu bagus. Mega berulang kali menolak bertemu dengan SBY.
Tetapi, SBY tampaknya bukan jawaban yang begitu pas atas pertanyaan siapa pengkhianat yang dimaksud Prananda.
Memperhatikan baik-baik syair lagu itu, ada semacam kepastian bahwa syair lagu itu merujuk pada peristiwa kekinian atau yang sedang terjadi.
Maka, pertanyaan berikutnya akan lebih tajam: siapa yang kini dicap sebagai pengkhianat?
Dalam pembicaraan di kalangan aktivis politik, jawaban atas pertanyaan ini pun tidak hanya satu. Sang pengkhianat bisa merujuk pada diri Joko Widodo yang didukung Megawati dan PDIP sebagai presiden tetapi belakangan disebut-sebut mulai meninggalkan Mega dan partai yang memberinya tiket.
Bisa juga sang pengkhianat itu merujuk pada sosok diri Rini Soemarno yang ketika Mega menjadi presiden masih bernama Rini Soewandi dan dipercaya sebagai Menteri Perdagangan.
Bahkan setelah Mega lengser pun Rini kerap mendampingi Mega dan menjadi teman berbagi cerita.
Tetapi hubungan keduanya mulai tidak semesra sebelumnya, setelah Jokowi terpilih sebagai preisiden dan Rini mendapat tempat istimewa di tim transisi hingga kini.
Tulisan ini sama sekali tidak bermaksud untuk menjawab pertanyaan dalam artikel di
megawati.org itu. Karena jawaban atas pertanyaan itu tampaknya hanya dimiliki Prananda.
Tetapi, sebagaimana layaknya sebuah teks yang sudah disebarkan ke ruang publik, tidak dapat dihindarkan bisa kemudian pertanyaan tersebut dan syair lagu
Pengkhianat memancing berbagai pihak untuk mencoba menjawab.
Adapun tulisan ini hanya dimaksudkan sebagai catatan terhadap upaya menjawab pertanyaan itu.
Selebihnya, siapa yang dianggap Prananda sebagai pengkhianat, sepenuhnya merupakan urusan Prananda. Bahkan bisa jadi juga, tidak ada urusan dengan ibunya.
Berikut adalah syair di dalam lagu itu.
Telah kuserahkan seluruh jiwaku
Untuk menjadi nafas dalam gerak langkah perjuanganmu
Dasar kau pengkhianat
Sangkakala pertarungan
Kau tiupkan dua jago
Kau pikir karena kuasamu
Mati langkahku kau buat
Janji mu tipu muslihat
Senyummu bulus membius
Cukup sampai di sini lukaku
dendamnya kurawat
Tapi sisa waktu kesumatku
Dasar kau pengkhianat
Pengkhianat berwajah santun
Dasar kau pengkhianat
Lihatlah kau berbuat tebarmu
Tempus Abire Tibi Est
Tempus Abire Tibi Est
Waktumu sudah habis
Manusia tak punya malu
Janjimu tipu muslihat
Senyummu bulus membius
Cukup sampai disini lukaku
dendamnya kurawat
Tapi sisa waktu kesumatmu
Dasar kau pengkhianat
Pengkhianat berwajah santun
Dasar kau pengkhianat
Lihatlah kau perbuat tebarmu
Waktumu sudah habis
Manusia tak punya malu
Tunggu saatnya kan tiba
Pasti lah akan tiba
Tiba masa kubuat perhitungan
Membalas pengkhianatan
[***]