Berita

eritrea/net

Dunia

PBB: Banyak Kejahatan Kemanusiaan di Eritrea

SENIN, 08 JUNI 2015 | 17:03 WIB | LAPORAN: AMELIA FITRIANI

Penyelidik HAM PBB mengungkapkan bahwa kejahatan kemanusiaan terjadi di Eritrea yang merupakan sebuah negara di bagian timur laut Afrika.

Hal itu terungkap dalam laporan PBB yang dirilis pada hari ini (Senin, 8/6). Dalam laporan yag dibuat berdasarkan penyelidikan panjang itu ditemukan bahwa di Eritrea ditemukan sejumlah kasus kejahatan terhadap kemanusiaan seperti pembunuhan di luar hukum, penyiksaan yang meluas, perbudakan seksual, dan tenaga kerja paksa.

"Komisi menemukan bahwa pelanggaran hak asasi manusia yang sistematis, meluas dan kotor telah dan sedang dilakukan di bawah kewenangan pemerintah Eritrea," kata laporan tersebut seperti dimuat Reuters.

Dalam laporan setebal 484 halaman itu juga menemukan bahwa praktek perbudakan dan penyiksaan yang rutin terjadi di negara tersebut juga didorong oleh kebijakan pemerintah.

Pemeirntah Eritrea, disebut dalam laporan PBB, secara efektif memperbudak orang dengan sistem yang dikenal sebagai "layanan nasional". Kebijakan tersebut melibatkan penahanan sewenang-wenang, penyiksaan, penyiksaan seksual, kerja paksa, dan tidak adanya cuti.

Sementara itu layanan nasional itu seharusnya hanya berlangsung 18 bulan, tapi PBB menemukan bahwa ada kasus penahanan selama 17 tahun.

Selain itu, Eritrea juga mengoperasikan kebijakan perbatasannya dengan menembak di tempat orang yang berupaya melaikan diri. Komisi HAM PBB menemukan kasus penembakan tahun 2014 meski pemerintah mengaku telah mengakhiri kebijakan tersebut.

Bukan hanya itu, pemerintah juga mengoperasikan jaringan mata-mata untuk memantau warga negaranya sendiri. Sedangkan aparat penegak hukum tidak digaji dengan semestinya.

Sejumlah kasus pembunuhan massal pun masih ditemukan di negara tersebut.

"Komisi menyimpulkan bahwa pemerintah bertanggung jawab atas penyiksaan yang meluas diderita seluruh negeri Eritrea," masih dalam laporan yang sama.

Disebutkan juga dalam laporan tersebut bahwa selama penyelidikan, PBB berupaya meminta akses dan informasi ke pemerintah Eritrea, namun tidak ada tanggapan positif. [mel]

Populer

Pendapatan Telkom Rp9 T dari "Telepon Tidur" Patut Dicurigai

Rabu, 24 April 2024 | 02:12

Polemik Jam Buka Toko Kelontong Madura di Bali

Sabtu, 27 April 2024 | 17:17

Pj Gubernur Ingin Sumedang Kembali jadi Paradijs van Java

Selasa, 23 April 2024 | 12:42

Jurus Anies dan Prabowo Mengunci Kelicikan Jokowi

Rabu, 24 April 2024 | 19:46

Tim Hukum PDIP Minta Penetapan Prabowo-Gibran Ditunda

Selasa, 23 April 2024 | 19:52

Pj Gubernur Jabar Minta Pemkab Garut Perbaiki Rumah Rusak Terdampak Gempa

Senin, 29 April 2024 | 01:56

Bey Pastikan Kesiapan Pelaksanaan Haji Jawa Barat

Rabu, 01 Mei 2024 | 08:43

UPDATE

Hadiri Halal Bihalal Ansor, Kapolda Jateng Tegaskan Punya Darah NU

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:19

Bursa Bacalon Wali Kota Palembang Diramaikan Pengusaha Cantik

Jumat, 03 Mei 2024 | 06:04

KPU Medan Tunda Penetapan Calon Terpilih Pileg 2024

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:50

Pensiunan PNS di Lubuklinggau Bingung Statusnya Berubah jadi Warga Negara Malaysia

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:35

Partai KIM di Kota Bogor Kembali Rapatkan Barisan Jelang Pilkada

Jumat, 03 Mei 2024 | 05:17

PAN Jaring 17 Kandidat Bakal Calon Wali Kota dan Wakil Wali Kota Bengkulu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:58

Benny Raharjo Tegaskan Golkar Utamakan Kader untuk Pilkada Lamsel

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:41

Pria di Aceh Nekat Langsir 300 Kg Ganja Demi Upah Rp50 Ribu

Jumat, 03 Mei 2024 | 04:21

Alasan Gerindra Pagar Alam Tak Buka Pendaftaran Bacawako

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:57

KPU Tubaba Tegaskan Caleg Terpilih Tidak Dilantik Tanpa Serahkan LHKPN

Jumat, 03 Mei 2024 | 03:26

Selengkapnya