. Pemerintah jangan terjebak pada data salah tentang kondisi perberasan nasional. Sebab, kesalahan data bisa berakibat pada pengambilan kebijakan perberasan sekaligus memicu permainan mafia beras.
"Seharusnya Pak Jokowi sudah diberi data soal produksi beras nasional yang sesungguhnya," kata anggota Komisi IV DPR dari Fraksi Golkar, Firman Subagyo, dalam keterangan beberapa saat lalu 9Senin, 11/5).
Pernyataan Firman ini terkait dengan perbedaan pernyataan antara Presiden Joko Widodo dengan Wakil Presiden Jusuf Kalla tentang beras. Jokowi sudah menegaskan tidak akan ada impor beras. Sedangkan JK menyatakan keran impor beras akan dibuka untuk memenuhi cadangan.
Perbedaan pernyataan antara Jokowi dengan JK itu cukup mengagetkan Firman. Firman curiga ada yang memberi data salah ke Presiden Jokowi.
Dalam sejarah perberasan nasional, jelas Firman, Bulog belum pernah menyarap empat juta ton karena yang tertinggi 3,6 juta ton. Karena itu Firman menilai ada
missing link di data.
"Kementerian Pertanian bikin rata-rata tujuh ton maksimal. Sehingga surplus yang ada surplus semu. Maka Kementan harus serius membenahi data soal produksi beras nasional kita," kata Firman.
Firman juga menduga perbedaan ini kian membuktikan bahwa memang Jokowi dan TK tak harmonis sehingga pemerintahan keropos. Padahal harus dicatat bahwa penanggung jawab pemerintahan itu Presiden.
"Harusnya datanya kuat dan benar. Selama ini pun data tak transparan, grey area. Dan Kemendag bermain dengan menggunakan data yang grey area itu,†paparnya.
Politikus Golkar itu juga mengingatkan, pernyataan Jokowi bahwa tidak akan ada impor beras juga membuat tengkulak mulai bermain. Sebab, para mafia beras mulai menimbun beras untuk mengkondisikan kelangkaan beras sehingga pemerintah membuka keran impor.
Firman bahkan menyebut ada perusahaan pemain beras yang terafiliasi ke salah satu menteri saat ini. Dan parahnya, justru perusahaan milik salah satu menteri itu pula yang beroperasi memborong beras petani dengan harga tinggi sehingga Bulog tak bisa bersaing.
"Akhirnya ketika beras masuk gudang semua, begitu di lapangan dan pasaran habis, mau tak mau kan impor. Yang ditunggu cuma impor itu. Itu bagian dari skenario importir beras itu. Nanti habis beras ini, muncul juga skema importir kedelai dan gula," ungkapnya.
Lebih disayangkan lagi, kata mantan Ketua Komisi IV DPR itu, Direksi Perum Bulog saat ini juga kurang memahami dunia perberasan. Akibatnya, Bulog maupun pemerintah juga kesulitam membaca situasi dan kondisi yang ada.
"Masalah ini akan menjadi sulit kalau pemerintah tak mempertegas data yang ada. Karena data yang ada hanya data asal bapak senang. Bisa jadi menterinya dibohongi anak buahnya. Di sisi lain, harga pasar harus dikendalikan betul. Pemerintah juga harus tentukan harga eceran tertinggi dan terendah," demikian Firman.
[ysa]