Berita

Disayangkan, KPK Tak Masukkan SKL BLBI Perkara Prioritas

SENIN, 09 MARET 2015 | 14:10 WIB | LAPORAN: ZULHIDAYAT SIREGAR

Upaya dari para obligor Bantuan Likuiditas Bank Indonesia (BLBI) melakukan usaha pengambilalihan atau menguasai kembali aset-aset mereka harus diwaspadai. Caranya melalui mekanisme hukum, baik secara perdata maupun pidana.

Peringatan itu disampaikan peneliti Pusat Advokasi dan Studi Indonesia (PAS Indonesia) Taufik Riyadi dalam keterangan persnya (Senin, 9/3). "Kami mencatat beberapa perkara yang melibatkan pemilik lama. Mereka pernah tercatat sebagai obligor BLBI," jelas Taufik Riyadi.

Taufik mencontohkan langkah salah satu obligor BLBI, yaitu Marimutu Sinivasan. Marimutu berperkara di pengadilan terkait aset yang dimiliknya di masa lalu. "Langkah Marimutu tersebut perlu dicermati oleh semua pihak. Dan semua pihak harus terlibat mengawasi proses peradilan," tegas Taufik Riyadi.

Abraham Samad sendiri saat masih aktif menjadi Ketua KPK menjanjikan akan menyelesaikan kasus kasus Surat Keterangan Lunas (SKL) BLBI tahun ini. Namun sangat disayangkan, Plt Pimpinan KPK saat ini tidak memasukkan penanganan kasus tersebut menjadi perkara yang akan diprioritaskan untuk diselesaikan pada tahun ini.

"Alasan Komisioner KPK bahwa (kasus tersebut) masih dalam tahap penyelidikan tak dapat diterima. Ini masalah kemauan saja kok," jelas pengamat hukum Margarito Kamis sebelumnya.

Dia menjelaskan, selama ini KPK bisa kejar orang jadi tersangka. Masak kasus BLBI sudah ditangani sejak lama tak bisa dituntaskan. "Tinggal dilihat saja pada bagian dan proses mana yang terjadi praktik penyimpangan," sambung Margarito.

Apakah ada unsur politis di balik keputusan KPK tersebut? "Tidak salah bila ada orang yang berpikiran demikian," cetusnya.

Saat ditanya mengenai kabar adanya obligor yang kini berupaya mengambil alih kembali aset mereka yang sudah didivestasikan oleh BPPN, Margarito mengkritik sikap para obligor tersebut. "Mengerikan sekali. Tindakan itu seperti menganggap negara tidak ada saja. Tidak boleh itu," kritiknya. [zul]

Populer

Aduan Kebohongan sebagai Gugatan Perdata

Selasa, 08 Oktober 2024 | 10:03

Lolos OTT, Gubernur Kalsel Sahbirin Noor Gugat Praperadilan Lawan KPK

Jumat, 11 Oktober 2024 | 17:23

PDIP Bisa Dapat 3 Menteri tapi Terhalang Chemistry Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 01:53

Pernah Bertugas di KPK, Kapolres Boyolali Jebolan Akpol 2003

Senin, 07 Oktober 2024 | 04:21

Prabowo Sudah Kalkulasi Chemistry PDIP dengan Gibran

Rabu, 09 Oktober 2024 | 02:35

Bakamla Jangan Lagi Gunakan Identitas Coast Guard

Rabu, 09 Oktober 2024 | 06:46

CEO Coinbase Umumkan Pernikahan, Netizen Seret Nama Raline Shah yang Pernah jadi Istrinya

Kamis, 10 Oktober 2024 | 09:37

UPDATE

LPSK Minta Pemerintah Alokasikan Anggaran Khusus bagi Korban Kekerasan Seksual

Jumat, 18 Oktober 2024 | 05:57

Siap-siap, Toyota bZ4x Segera Dijual Usai Dipakai Acara Pelantikan Presiden dan Wapres

Jumat, 18 Oktober 2024 | 05:42

Supriatna Gumilar Jadi Tersangka, Fraksi PAN DPRD Jabar: Tunggu Keputusan DPP

Jumat, 18 Oktober 2024 | 05:23

Ini Rencana Muhadjir Setelah Tak Lagi Jadi Menteri

Jumat, 18 Oktober 2024 | 04:58

46 Dugaan Pelanggaran Ditangani Bawaslu Jabar hingga Oktober 2024

Jumat, 18 Oktober 2024 | 04:34

Persib Tanpa 3 Pemain Kunci Saat Jamu Persebaya

Jumat, 18 Oktober 2024 | 03:58

Publik Apresiasi Gakkumdu yang Tetapkan Wakil Walikota Metro sebagai Tersangka

Jumat, 18 Oktober 2024 | 03:36

Ketua DPRD Kota Madiun Bantah Walk Out Saat Sidang Paripurna

Jumat, 18 Oktober 2024 | 03:18

Harapan STY agar Kevin Diks Debut Bulan Depan Sulit Terwujud

Jumat, 18 Oktober 2024 | 02:58

DPR Akan Proses Hasil Seleksi Capim dan Dewas KPK Usai Pengumuman Kabinet

Jumat, 18 Oktober 2024 | 02:49

Selengkapnya