Komisi Yudisial (KY) mulai mengorek keterangan lima pelapor perkara putusan pra peradilan Komjen Budi Gunawan. Sedangkan Mahkamah Agung (MA) tampaknya tidak akan membuka celah bagi KPK mengajukan Peninjauan Kembali (PK).
Komisioner KY Taufiqurrahman Syahuri menyatakan, KY bisa merekomendasikan sanksi berupa penghentian atau peÂmecatan hakim Sarpin Rizaldy. Rekomendasi itu tentunya dipuÂtuskan setelah pemeriksaan pengaduan terhadap hakim yang menangani pra peradilan Komjen Budi Gunawan dilakukan.
"Kalau terbukti melanggar etika bisa diberhentikan dengan tidak hormat," katanya, kemarin.
Akan tetapi, bebernya, upaya menuju ke arah tersebut, tidak bisa dilakukan secara cepat. Apalagi, hanya mendasarkan pada laporan yang diterima KY.
Saat ini, urainya, KY sudah membentuk panel untuk memeriksa dugaan pelanggaran kode etik hakim tersebut. Karena sifatnya baru awal, maka belum ada temuan pelanggaran. "Semua masih dalam penelaahan laporan dan informasi."
Sesuai prosedur, dalam penelaahan tersebut, KY akan mengÂkaji dan melengkapi bukti-bukti dugaan penyimpangan dengan meminta keterangan saksi-saksi. Bila bukti-buktinya dinilai valid, baru panel akan merumuskan jenis sanksi yang akan direkoÂmendasikan ke Sidang Majelis Kehormatan Hakim (MKH).
Dia pun belum bersedia memÂberi keterangan tentang hasil pantauan KY terkait pelaksanaan sidang pra peradilan oleh hakim tunggal Sarpin. Menurutnya, semua data nenyangkut dugaan penyimpangan hakim tengah dianalisis. Termasuk di dalamnya, memeriksa saksi-saksi yang melaporkan hakim Sarpin.
Dikonfirmasi seputar saksi-saksi yang dimintai keterangan oleh KY, Taufiq pun enggan membeberkannya lebih jauh. Tapi, Koordinator Koalisi Masyarakat Sipil Erwin Natosmal Oemar mengaku, sudah mengantongi surat panggilan dari KY.
Ketika dikonfirmasi kemarin, dia menyatakan, ada lima orang yang dipanggil untuk menjalani pemeriksaan. Empat orang tercatat sebagai pelapor dari Koalisi Masyarakat Sipil, dan satu orang adalah saksi ahli.
Lebih jauh, Erwin menandasÂkan, laporan dugaan pelanggaran etika dan disiplin hakim ke KY dilatari penilaian yang terkait dugaan kesalahan hakim. "Ada sejumlah kesalahan penilaian dan penafsiran hakim yang kami catat," katanya.
Catatan dan rekaman itu, beber dia, akan disampaikan untuk diuji, dianalisis, atau bahkan dijadikan barang bukti dalam menetapkan rekomendasi pelanggaran etika hakim. Akan tetapi, Erwin belum bersedia memaparkan, apa saja bukti-bukti yang dibawanya itu.
Secara garis besar, salah satu fokus yang akan disampaikanÂnya ke KY menyangkut kesalahan penafsiran hakim ketika mengutip keterangan saksi ahli KPK.
Menanggapi pemeriksaan sakÂsi oleh KY tersebut, Juru Bicara MA Suhadi menandaskan, putuÂsan hakim perkara pra peradilan Komjen Budi Gunawan didasari pada kekuasaan kehakiman yang bebas dan mandiri. Oleh karena itu, setiap orang harus taat dan menghormati putusan tersebut.
Atas hal tersebut, MA menduÂkung putusan hakim Sarpin yang berefek terhadap kehati-hatian penyidik menyiapkan alat bukti dan menetapkan status tersangka pada seseorang.
Menjawab pertanyaan tenÂtang peluang KPK mengajukan PK atas putusan pra peradilan perkara Komjen Budi Gunawan, Suhadi menandaskan, sesuai aturan hukum yang berhak menÂgajukan PK adalah terpidana dan ahli warisnya.
Di tempat terpisah, menanggapi penolakan kasasi yang diajukan KPK, Plt Komisioner KPK Johan Budi SP menyatakan, unsur pimpinan KPK tengah berkonsolidasi secara intensif.
"Sedang kita bahas di interÂnal," ucapnya.
Kilas Balik
Inilah Beda Sudut Pandang KPK Dengan Hakim Tunggal Sarpin RizaldiKPK menetapkan Komjen Budi Gunawan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi berbenÂtuk penerimaan hadiah atau janji selama menjabat Kepala Biro Pembinaan Karier Deputi Sumber Daya Manusia (Karobinkar-SDM) Polri 2003-2006, dan jabatan lainnya di kepolisian.
KPK menyangka Budi meÂlanggar pasal 12 huruf a atau huruf b, pasal 5 ayat 2, serta pasal 11 atau pasal 12 B Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi, juncto pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Atas sangkaan pelanggaran pasal tersebut, Budi terancam hukuman maksimal penjara seumur hidup. Menanggapi penetapan status tersangka terseÂbut, Budi mengajukan gugatan pra peradilan ke Pengadilan Negeri (PN) Jakarta Selatan.
Sedangkan KPK sebagai pihak termohon berpendapat, permohoÂnan Budi tidak termasuk obyek pra peradilan, dan melanggar asas legalitas hukum pidana.
Menurut pasal 77 KUHAP, obyek pra peradilan adalah sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, sah atau tidaknya penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, serta ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seseorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingÂkat penyidikan atau penuntutan.
Dalam putusannya, hakim tunggal Sarpin Rizaldi menyaÂtakan, penetapan tersangka pada bekas ajudan Presiden Megawati Soekarnoputri itu oleh KPK tidak sah. Putusan itu dibacakan pada Senin (16/2).
"Menyatakan penetapan terÂsangka termohon tidak sah," kata Sarpin.
Sarpin menilai, KPK tak bisa mengusut kasus yang menjerat Budi. Pasalnya, kasus Budi, tidak termasuk dalam kualifikasi seperti diatur UUNo 30 tahun 2002 tentang KPK. Dalam puÂtusannya, hakim menganggap bahwa Budi bukan termasuk penegak hukum, dan bukan penyelenggara negara saat kasus yang disangkakan terjadi.
Hakim juga menganggap kaÂsus Budi tidak termasuk dalam kualifikasi mendapat perhatian yang meresahkan masyarakat. Hakim pun menganggap tidak ada kerugian negara dalam kasus tersebut.
Dalam pertimbangannya haÂkim Sarpin menyatakan, obyek permohonan pra peradilan yang diajukan Budi Gunawan termasuk dalam obyek pra peradilan. Dengan demikian, PNJakarta Selatan berhak memeriksa sah atau tidaknya penetapan terÂsangka.
KY Sudah Bisa Mengendus Apa Ada PelanggaranFadli Nasution, Ketua PMHIKetua Perhimpunan Magister Hukum Indonesia (PMHI) Fadli Nasution memandang, laporan mengenai hakim Sarpin ke Komisi Yudisial (KY) merupakan hak pelapor.
Tapi, kesimpulan atas lapoÂran ini, tidak berefek signifikan terhadap putusan pra peradilan. "Semangat yang utama ialah untuk melihat ada atau tidaknya penyalahgunaan kode etik dan disiplin hakim," katanya.
Disampaikan, untuk mengungkap hal tersebut, KY perlu cermat dalam menentuÂkan langkah. Jangan sampai merugikan hak pelapor. Jangan pula mendiskreditkan hakim yang menangani perkara. Apalagi, mempengaruhi unÂsur kemandirian hakim dalam memutus perkara.
Fadli mengingatkan, penyeÂlidikan perkara ini seyogyanya dilaksanakan secara berimÂbang. "Tidak berat sebelah atau hanya menguntungkan pihak tertentu saja," ucapnya.
Dengan kata lain, ia sepakat bila KY segera memanggil dan memeriksa hakim Sarpin. Dia mengingatkan, selama persidangan pra peradilan, KY juga ikut mengawasi persidangan secara langsung.
Dengan asumsi itu, maka setidaknya KY sudah bisa meÂnyimpulkan sendiri apakah terÂjadi pelanggaran atau tidak.
Menurut Fadli, substansi laporan yang diusut KY ini pun hanya menyangkut etika hakim alias tak berefek pada putusan.
"Saya harap proses laporan ini tidak memicu munculnya polemik berkepanjangan," katanya.
Apalagi, sejauh ini masih ramai pro dan kontra mengenai putusan tersebut dalam proses penegakan hukum.
Wajar Ada yang Puas dan Tak PuasAditya Mufti Ariffin, Anggota Komisi III DPRPolitisi PPP Aditya Mufti Ariffin berpendapat, putusan pra peradilan atas penetapan status tersangka Komjen Budi Gunawan, hendaknya dihorÂmati semua pihak.
Dia menandaskan, apapun kenyataannya, putusan pra peradilan diambil melalui mekanisme hukum yang ada. "Diputuskan setelah melamÂpau pertimbangan yang cukup pelik," katanya.
Tarik-ulur yang mewarnai proses persidangan tersebut pun menjadi beban bagi haÂkim yang menangani perkara. Karena itu, putusan yang meÂmenangkan penggugat henÂdaknya diterima secara terÂbuka. Meski putusan tersebut tidak melempangkan jalan penggugat untuk menduduki posisi Kapolri, toh produk huÂkum ini menjadi pembelajaran bagi semua pihak.
Lantas jika saat ini putusan tersebut dipersoalkan oleh beberapa pihak, dia menyataÂkan, hal tersebut wajar adanya. "Ada yang puas dan tidak puas," tuturnya.
Yang penting, penuntasan polemik tersebut dilaksanaÂkan sesuai koridor hukum. Menurutnya, putusan hakim ini, kalaupun dipersoalkan, seyogyanya dilakukan secara proporsional. "Lewat prosedur dan mekanisme hukum yang ada. Tujuannya pun tentu untuk meningkatkan kualitas produk hukum itu sendiri," ucapnya.
Dengan begitu, ketakpuaÂsan atas produk hukum ini, dapat diuji secara yuridis dan proporsional. Momentum inilah yang menurut dia perlu dimanfaatkan KY secara makÂsimal. ***