Berita

komjen budi gunawan

Hukum

Hak Asasinya Mulai Dikebiri, Wajar Komjen BG ke Praperadilan

RABU, 04 FEBRUARI 2015 | 23:52 WIB | LAPORAN:

Langkah Komisaris Jenderal Budi Gunawan mengajukan gugatan praperadilan terhadap status tersangka yang disematkan kepadanya oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) harus dihormati semua pihak sebagai upaya mencari keadilan.

"Langkah Komjen BG harus dihormati. Itu sudah sesuai koridor hukum," tegas peneliti hukum, Andri W. Kusuma, kepada wartawan di Jakarta, Rabu (4/2).

Menurut pria yang berprofesi advokat ini, praperadilan adalah wadah yang sah berdasarkan hukum untuk seorang tersangka menggunakan haknya bila merasa dirugikan atau ada penyimpangan prosedur hukum dalam proses pemeriksaan perkara pidana.


"Karena predikat tersangka yang disandang sesorang itu merupakan awal dari pengebirian hak asasinya. Jadi wajar Komjen BG menggunakan haknya ke praperadilan," katanya.

Praperadilan diatur dalam UU 8/1981 tentang Hukum Acara Pidana (KUHAP), khususnya Pasal 1 angka 10, Pasal 77 s/d Pasal 83, Pasal 95 ayat (2) dan ayat (5), Pasal 97 ayat (3), dan Pasal 124.

Adapun yang menjadi obyek praperadilan sebagaimana yang diatur dalam Pasal 77 KUHAP adalah Pengadilan Negeri berwenang untuk memeriksa dan memutus, sesuai dengan ketentuan yang diatur dalam undang-undang ini tentang sah atau tidaknya penangkapan, penahanan, penghentian penyidikan atau penghentian penuntutan, ganti kerugian dan atau rehabilitasi bagi seorang yang perkara pidananya dihentikan pada tingkat penyidikan atau penuntutan.

"Banyak ahli yang melihat pasal ini secara limitatif. Akan tetapi patut diingat dalam sistem hukum yang berlaku di Indonesia hakim dapat menemukan hukum (rechtfinding) dan membuat hukum (judge made law)," katanya.

Ditambahkannnya, dalam hukum acara pidana terdapat kekosongan hukum, antara lain tidak diberikannya hak bagi tersangka untuk menguji sah atau tidaknya penyidikan dan penuntutan kepadanya, termasuk di dalamnya masalah penetapan tersangka. Sehingga kekosongan hukum ini dapat diisi oleh kewenangan hakim.

"Patut diingat praperadilan memiliki kekuatan hukum tetap dalam pengadilan pertama. Tetapi, masih dapat diajukan upaya hukum luar biasa berupa Peninjauan Kembali (PK). Di tahap PK ini, hakim bisa mengisi kekosongan hukum itu," tutupnya.

Sidang praperadilan Komjen BG sendiri ditunda dari rencana Senin lalu, karena KPK sebagai pihak tergugat tidak hadir dengan alasan adanya perubahan materi gugatan. [ald]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya