. Pimpinan KPK harus bertanggung jawab atas tindakan penyidiknya yang telah melakukan pengekangan kebebasan terhadap seluruh pegawai Pendidikan Khusus dan Layanan Khusus (PKLK) Dinas Pendidikan dan Kebudayaan Kupang NTT, pada tanggal 17 November pukul 10.00 wita sampai 18 Novembe pukuk 04.30 wib.
Ketika melakukan penggeledahan dalam rangka penyidikan terhadap berbagai dokumen kasus korupsi pengelolaan dana program Pendidikan Luar Sekolah Dinas Pendidikan Pemuda dan Olahraga (PPO) NTT, jelas telah melanggar HAM bagi sebagian besar pegawai PKLK yang tidak ada hubungan dengan dugaan tindak pidana korupsi pada instansi yang bersangkutan.
"Memang KPK sangat membutuhkan dokumen terkait upaya membuktikan kesalahan Tersangka, akan tetapi ketika upaya itu dilakukan dengan cara-cara yang bertentangan dengan hukum dan harus menyandera begitu banyak pegawai PKLK, maka tindakan tersebut jelas sebagai tindakan yang bertentangan dengan hukum dan HAM," kata Ketua Bidang Advokasi DPP Kongres Advokat Indonesia (KAI) Ardi Mbalembout saat berbincang dengan wartawan, Jumat (28/11).
Ardi yang juga putra NTT ini menerangkan, apapun alasannya seharusnya KPK terlebih dahulu melakukan pengamanan terhadap lokasi TKP, para pegawai PKLK diberi pengarahan atas maksud dan tujuan kedatangan KPK, ruangan disteril atau di police line, cukup dihadiri oleh Tersangka atau pejabat yang bersangkutan dengan dokumen bukti, sementara pegawai lainnya dipulangkan tanpa harus menyendera orangnya dengan merampas HP para pegawai tersebut.
"Oleh karena itu KAI menyatakan protes keras dengan perilaku anggota KPK sebagaimana diberitakan Harian Pos Kupang bahwa KPK 'sandera' pegawai PKLK, bermalam di Kantor selama Pemeriksaan Dokumen Kasus PLS tersebut," jelasnya.
KAI mendesak Pimpinan KPK agar segera meminta maaf kepada seluruh pegawai PKLK yang disandera dan jika tidak dimaafkan maka seluruh aparat KPK yang melakukan penyanderaan dan penyekapan terhadapa pegawai PKLK yang tidak terkait sebagai Saksi/Tersangka dugaan korupsi berhak menuntut KPK baik secara pidana maupun perdata.
"KAI yakin bahwa seluruh pegawai PKLK dan seluruh masyarakat NTT pasti mendukung KPK melakukan pemberantasan korupsi di NTT yang semakin ganas dan merata diseluruh NTT, akan tetapi apabila pelaksanaan tugas itu dilakukan dengan cara-cara melanggar hukum dan HAM maka KPK juga harus dikoreksi, dievaluasi dan diberikan sanksi atas pelaksanaan tugas yang bertentangan dengan KUHAP dan Undang-Undang HAM", ujarnya.
Pasalnya menurut Ardi, di dalam Undang-Undang Tentang Komisi Pemberantasan Korupsi juga mengatur bahwa dalam hal KPK menjalankan tugasnya bertentangan dengan hukum, maka pihak yang durugikan akibat Perbuatan Melanggar Hukum yang dilakukan oleh KPK berhak menuntut pertanggungjawaban kepada KPK secara hukum. Artinya disini UU sudah mengingatkan KPK untuk hati-hati dalam menjalankan tugas. namun dalam praktek KPK bisa salah dan melanggar hukum karena itu masyarakat yang dirugikan akibat pelaksanaan tugas KPK yang bertentangan dengan hukum berhak menuntut KPK untuk bertanggungjawab dan bisa saja segala hasil penggeledahannya dinyatakan batal dan tidak sah. KPK harusnya sudah dewasa dan lebih dewasa dalam bertindak, tidak perlu berlebihan dan overacting.
Semua orang juga tahu bahwa KPK memiliki kekuasaan yang lebih besar dari Kepolisian dan Kejaksaan akan tetapi kekuasaan yang lebih besar itu tetap dalam batas-batas yang normatif dan tidak sampai melanggar HAM dan hak-hak lainnya dari orang-orang yang tidak ada sangkaut pautnya dengan perbuatan korupsi para pejabat di PKLK yang saat ini sudah jadi tersangka tersebut. KAI berharap hal seperti ini harus diakhiri oleh KPK, karena polisi dan Jaksa juga walaupun dalam pem berantasan korupsi masih kalah jauh gerakannya dengan KPK, akan tetapi dalam melakukan penggeledahan dan upaya paksa lainnya jauh lebih santun dan terukur sesuai dengan KUHAP. Dalam soal semacam ini KPK harus berguru kepada Kepolisian dan Kejaksaan walaupun mereka yang bertindak sebagai penyidik di KPK juga adalah aparat Kepolisian dan Kejaksaan.
"Mengapa dalam bertindak ke lapangan di Kupang NTT saat penggeledahan di Kantor PKLK kok KPK bersikap berbeda dan melanggar HAM orang lain, padahal acuan hukum acara yang digunakan KPK adalah sama yaitu KUHAP dengan beberapa pasal yang dikecualikan tetapi tidak untuk menyandera dan melanggar hak dan HAM pihak lain, tidak ada semua orang HPnya disita/dirampas dan tidak boleh pulang ke rumah sebelum KPK selesai merampas dokumen. Ini yang namanya tujuan baik menghalalkan cara sekalipun melanggar Hukum dan HAM pihak lain yang tidak tahu menahu," sesalnya.
[rus]