RENCANA penyelengaraan Musyawarah Nasional (Munas) Partai Golkar di Bandung, pada tanggal 30 November 2014 sebagaimana yang direkomendasikan oleh Rapimnas Partai Golkar, patut untuk digugat keabsahannya secara konstitusional kepartaian.
Suasana Rampimnas Golkar di Yogyakarta, 17-19 November 2014, sungguh kentara diwarnai oleh aroma rekayasa guna mengamankan posisi Aburizal Bakrie (ARB) yang ‘kebelet’ untuk maju kembali sebagai Ketua Umum Partai Golkar periode kedua. Memanfaatkan otoritas ketua-ketua DPD Provinsi yang telah berada sepenuhnya dalam radar pengaruh politiknya, ARB pun menekan DPD-DPD I untuk mengajukan percepatan jadual penyelenggaraan Munas.
Mengapa rencana Munas tersebut harus digugat keabsahannya? Alasan utamanya adalah, bahwa rencana Munas Bandung bertentangan dengan Keputusan Munas Partai Golkar di Pekanbaru tahun 2009 dimana Munas sesudahnya akan diselenggarakan pada bulan Januari 2015. Keputusan ini telah pula dikuatkan oleh Rapat Pleno DPP Partai Golkar yang baru saja digelar dalam bulan
November ini. Mengingat forum Rapimnas memiliki kedudukan hukum yang lebih rendah dari Munas, maka Rampimnas tidak bisa menganulir, apalagi mengubah keputusan Munas. Dengan demikian, rekomendasi Rapimnas Yogyakarta mengenai rencana Munas Bandung harus dinyatakan Munas Bandung memang layak untuk digugat keabsahannya.
Apabila Munas Bandung jadi digelar oleh DPP pimpinan ARB, maka sesungguhnya yang berlangsung bukanlah Munas melainkan Munas Luar Biasa (Munaslub). Hal ini mengingat Munas sesungguhnya baru akan terjadi pada Januari 2015 sesuai keputusan Munas Pekanbaru 2009. Jika usulan DPD-DPD I mengenai Munas Bandung telah disetujui Rampimnas, maka forum itu seharusnya bernama Munaslub.
Yang lebih memprihatinkan, DPD-DPD I yang mengusulkan rencana Munas Bandung, sesungguhnya tidak lagi punya hak konstitusional sebab masa kepengurusan DPD-DPD I sudah kedaluarsa.
Para Ketua DPD I yang datang ke Rapimnas Yogyakarta hanya bermodalkan surat perpanjangan kepengurusan yang dikeluarkan oleh DPP. Jadi, dari aspek yuridis kepartaian, status DPD I dalam Rapimnas sebenarnya tidak sah lagi lantaran kepengurusannya telah kedauluarsa.
Apabila Munas Bandung tetap dipaksakan penyelenggaraannya, maka logika ikutannya, adalah ARB otomatis kehilangan haknya untuk dipilih kembali karena terbukti gagal memimpin partai. Kalau ARB misalnya dianggap berhasil, maka untuk apa Munaslub?
Selain itu, terdapat sejumlah alasan moral-politik mengapa DPP Golkar di bawah kepemimpinan ARB tidak layak untuk menggelar Munas, apalagi Munas Bandung. Kegagalan konsolidasi pada Pemilu Legislatif 2014 dilatari oleh sejumlah hal diantaranya; Pertama, ARB melakukan wan-prestasi karena gagal mengucurkan dana segar sebesar Rp. 1 triliun yang dijanjikannya kepada Golkar untuk membantu konsolidasi mesin partai di seluruh Indonesia. Namun, karena janji dana itu tidak direalisasi maka konsolidasi Pileg pun terseok-seok.
Kedua, adanya kebijakan ‘one unity campaign’ yang mewajibkan pemasangan gambar ARB pada atribut Caleg dan atribut partai telah membuat masyarakat resisten, apatis, dan antipati. Pasalnya, figur ARB memang dianggap sebagai figur yang kontroversial dan tidak laku dijual, menyusul munculnya kasus lumpur Lapindo, kasus pajak dan hutang di lingkaran perusahaan Bakrie Group.
Ketiga, cacat moralitas publik yang dilakukan oleh ARB saat berliburan ke Maladewa bersama artis Marzela Zalianti yang sedikit banyak telah mengundang sinisme dan sikap nyinyir masyarakat.
Sebagai petinggi utama Partai Golkar, ARB dianggap tidak pantas melakukan perjalanan bersama artis untuk alasan yang tidak berkaitan dengan tugas-tugas kepartaian. Insiden Maladewa ini pun mengundang olok-olok publik mengenai citra negatif ARB dan sekaligus citra Golkar.
Kegagalan fatal lainnya yang melekat pada ARB adalah saat dia gagal menjadi Calon Presiden pada kontestasi Pilpres 2014. Eksistensi Golkar sebagai partai besar dan partai tertua dalam sejarah kepartaian di Indonesia seketika dipertanyakan khalayak saat tidak mampu memunculkan Capres sendiri.
Diprediksi bahwa apabila pada Pilpres yang lalu, Golkar mampu menentukan Capres sendiri maka besar kemungkinan Capres Golkar menjadi Capres alternatif sebagai solusi dari dua Capres lainnya (Prabowo dan Jokowi) , yang secara over-roll memiliki citra kepemimpinan yang minus-maklum.
Bentuk DPP Tandingan†Sikap ngotot ARB untuk maju kembali sebagai calon ketua umum, sudah tentu menyimpan bom waktu bagi masa depan Partai Golkar, karena kegagalan kepemimpinannya pada periode sebelumnya akan beranakpinak dalam wujud kegagalan lainnya di masa mendatang. Di bawah kepemimpinan ARB, Golkar tidak lebih merupakan kekuatan politik yang hanya mahir memainkan peran sekedar sebagai ‘pemburu rente’.
Lihat saja, rencana Munas Bandung yang direkayasa oleh ARB, justru dimotori oleh orang-orang dekatnya yang memang bermasalah hukum dalam riwayat politiknya, diantaranya Nurdin Halid (bekas narapidana korupsi) yang malah ditunjuk sebagai ketua penyelenggara Munas Bandung.
Juga ada Sekjen Golkar Idrus Marham yang semasa menjadi Ketua Umum DPP KNPI pernah melakukan penipuan umur untuk dapat terpilih sebagai ketua umum wadah kepemudaan itu.
Terbetik kabar, ARB sudah memobilisasi dukungan dari DPD I dan DPD II dengan mahar politik berupa uang puluhan juta per daerah. Mengingat para ketua DPD Golkar di daerah sebagian besarnya adalah juga pejabat pemerintahan, maka mahar politik dari ARB sudah dapat dikategorikan sebagai tindakan gratifikasi. Oleh karena itu, otoritas penegak hukum diantaranya Kejaksaan dan Kepolisian dapat melakukan penyelidikan terhadap kasus penyuapan oleh kubu ARB. Bahkan bila perlu dengan melibatkan KPK dan PPATK dalam membongkar mafia gratifikasi yang sedang dimainkan oleh kubu ARB, dan bila perlu menangkap ARB sebagai biang pemberi gratifikasi.
Kini saatnya para calon ketua umum dan tokoh-tokoh intelektual Golkar menyatukan energi politiknya untuk melawan kedzaliman politik ARB. Mereka yang mencalonkan diri sebagai ketua umum itu antara lain Agung Laksono, Indra Bambang Utoyo, Agus Gumiwang Kartasasmita, Priyo Budi Santoso, Agun Gunanjar, Taufik Hidayat, Zainudin Amali, Sofyan Mile, Nusron Wahid, dan Titiek Soeharto. Sedangkan para intelektual partai yang juga diharapkan peranannya untuk mengorganisir semangat perlawanan terhadap ARB diantaranya adalah Yoryys Raweyai dan Melkias Markus Mekeng, serta para tokoh muda diantaranya Ahmad Doli Kurnia (Ketua Umum AMPG) dan Dave Laksono (Ketua Umum AMPI).
Penyatuan energi perlawanan terhadap ARB dapat dimanifestasikan dalam wujud pembentuan DPP Konstitusionalâ€, atau meminjam terminologi terkini yakni semacam DPP Tandinganâ€. DPP Konstitusi ini memiliki tugas dan peran yang tunggal yakni menyelenggarakan Munas Golkar pada bulan Januari 2015, selaras dan sejalan Keputusan Munas Pekanbaru 2009! ***
Erwin Ricardo Silalahi
Ketua Depinas SOKSI