Berita

Hukum

Raden Nuh Bersikukuh Tidak Memeras

SELASA, 18 NOVEMBER 2014 | 18:08 WIB | LAPORAN: ADE MULYANA

@Triomacan berkicau” lagi. Dari dalam tahanan, Raden Nuh cs, pengelola akun anonim yang dijerat pasal Pemerasan dan Tindak Pidana Pencucian Uang , erasa dikriminalisasi” akibat pemberitaan dugaan kasus korupsi proyek Mobile Pusat Layanan Internet Kecamatan (MPLIK) di Telkom dan aksi alih-tukar saham anak usaha Telkom, Mitratel dengan PT Tower Bersama Infrastructure Group (TBIG).

RN (Raden Nuh) tetap bersikukuh tidak memeras pelapor, Abdul Satar dan Wahyu Sakti Trenggono. Urusan RN hanya terkait uang kerjasama iklan antara Asatunews.com dan Telkom,” ujar Endi Martono, pengacara Raden Nuh cs dari ND Solicitor, law firm milik eks Kapolda Metro Jaya, Noegroho Djajoesman kepada wartawan (Selasa, 18/11).

Endi menjelaskan, RN bilang secara tidak langsung kerjasama berbentuk iklan tersebut bertujuan untuk meredam” kasus MPLIK yang menyeret AY, seorang menteri dari Kabinet Kerja yang sebelumnya menjabat Direktur Utama PT Telkom Tbk. Adapun pemberitaan kasus MPLIK, kata Endi, sebetulnya sudah disiarkan oleh banyak media sejak 2013.



Klien kami mengaku hanya copas (copy paste) dan mengembangkan atau mendalami informasi kasus tadi dari berita di media-media. Disinyalir media seperti TEMPO dan Detik sebelumnya gencar memberitakan kasus tapi kemudian memperhalus dan menyetop berita itu. Selanjutnya diduga, di media tersebut muncul berbagai jenis iklan dari Telkom, mulai kegiatan CSR, keberhasilan kinerja perseroan di bawah kepemimpinan AY hingga klarifikasi bantahan kasus MPLIK itu sendiri,” jelas Endi.


Biaya iklan berita pengamanan itu miliaran. Ya itungan kasar, ditaksir TEMPO paling banyak kecipratan, minimal Rp 3-5 miliar. Sisanya pengamanan kasus MPLIK juga mengalir ke sejumlah pihak, antara lain LSM, oknum institusi hukum, oknum DPR, konsultan dan sebagainya,” imbuhnya.

Diketahui, kasus korupsi MPLIK dan PLIK saat ini ditangani oleh Kejaksaan Agung. Sudah ada dua tersangka namun belum ditahan yakni Santoso Serad, Kepala Badan Penyedia dan Pengelola Pembiayaan dan Informatika (BP3TI) Kominfo dan Doddy Nasiruddin Achmad, Direktur PT Mulia Data Rancana Prima. Diketahui pula, Arief Yahya dua kali mangkir dari panggilan Kejaksaan sebagai saksi. Pihak Kejagung membantah kasus jalan di tempat.

Menurut berita dan laporan LSM, dari total proyek MPIK dan PLIK senilai Rp 1,4 triliun, Arief diduga mengorupsi Rp 28,5 miliar. Persisnya berupa uang muka yang disetor BP3TI Kominfo ke PT Geosys sebagi rekanan Telkom untuk proyek MPLIK. Nah PT Geosys ini disinyalir hasil penunjukan langsung Arief Yahya sewaktu menjabat Direktur Enterprise &Wholesale PT Telkom. Uang muka dari BP3TI kadung disetor tapi perusahaan itu malah fiktif dan gagal mengerjakan proyek MPLIK di berbagai daerah.

Seharusnya kepolisian atau KPK justru serius mengembangkan kasus di Telkom. Bukan malah menangani kasus ecek-ecek yang dituduhkan kepada RN. Sebagai informasi, Abdul Satar dan Trenggono, adalah bos PT Tower Bersama Grup, rekanan Telkom. Rasanya bukan kebetulan kalau mereka melapor dan menuduh RN memeras,” ujar seorang pengamat. 

Toh begitu, sebelumnya kepolisian tetap yakin kalau Raden cs tetap terlibat memeras terhadap pelapor.

"RN tetap terlibat pemerasan Rp 358 juta, ketiga tersangka terlibat pemerasan," kata Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Rikwanto, di kantornya, Senin (10/11). Rikwanto membantah pernyataan pengacara Raden yang lain, yang menjelaskan uang Rp 358 juta tersebut merupakan biaya operasional untuk media asatunews.com hasil kerja sama tersangka dengan pemilik PT TBIG Abdul Satar.

Ia meluruskan, kerjasama yang dilakukan antara tersangka dengan pelapor batal dilakukan karena terjadi ketidaksepakatan.

"Awalnya ada seperti kerjasama, ada proposal yang dibicarakan. Dalam proposal itu ada yang tidak disetujui, pelapor tidak mau melakukan pembayaran di muka," kata Rikwanto.

Ia menjelaskan, setelah Abdul Satar enggan melakukan pembayaran di muka, tersangka mulai memeras pelapor. "Jadi awalnya seolah-olah ada pemerasan," ujar Rikwanto.[dem]

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Ini Susunan Lengkap Direksi dan Komisaris bank bjb

Selasa, 09 Desember 2025 | 17:12

UPDATE

Tiga Jaksa di Banten Diberhentikan Usai jadi Tersangka Dugaan Pemerasan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:59

Bakamla Kukuhkan Pengawak HSC 32-05 Tingkatkan Keamanan Maritim

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:45

Ketum HAPPI: Tata Kelola Sempadan Harus Pantai Kuat dan Berkeadilan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 05:05

11 Pejabat Baru Pemprov DKI Dituntut Bekerja Cepat

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:51

Koperasi dan Sistem Ekonomi Alternatif

Sabtu, 20 Desember 2025 | 04:24

KN Pulau Dana-323 Bawa 92,2 Ton Bantuan ke Sumatera

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:50

Mutu Pangan SPPG Wongkaditi Barat Jawab Keraguan Publik

Sabtu, 20 Desember 2025 | 03:25

Korban Bencana yang Ogah Tinggal di Huntara Bakal Dikasih Duit Segini

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:59

Relawan Pertamina Jemput Bola

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:42

Pramono dan Bang Doel Doakan Persija Kembali Juara

Sabtu, 20 Desember 2025 | 02:25

Selengkapnya