Berita

ilustrasi

Bisnis

Agar Tak Langgar UU Perlindungan Hutan, Petani Sawit Butuh Kepastian Tata Ruang

SENIN, 17 NOVEMBER 2014 | 06:47 WIB | HARIAN RAKYAT MERDEKA

Pemerintah diminta mem­per­baiki aturan tata ruang un­tuk memberikan kepastian hukum bagi pelaku usaha perkebunan.

Sekjen Asosiasi Petani Kela­pa Sawit Indonesia Asmar Arsjad menegaskan, perke­bunan sawit tidak melakukan de­forestasi seperti dituduhkan selama ini. Keluarnya Undang-Un­dang Nomor 18/2013 me­ngenai Pencegahan dan Pem­berantasan Perusakan Hutan berakibat buruk kepada status lahan perkebunan milik petani rakyat.

Aturan ini memberikan ketidakpastian bagi petani sawit menjual hasil panen. Soalnya, petani yang lahannya masuk status hutan hasil pe­nennya dilarang untuk dibeli,” ujar Asmar.


Jika tetap dilakukan, kata dia, maka pedagang yang mem­beli hasil panen petani akan dike­nakan denda Rp 5 miliar dan kurungan penjara 5 tahun. Bagi perusahaan yang membeli juga kena denda Rp 1 triliun dan kurungan penjara seumur hidup.

Menurut Asmar, petani sela­ma ini tidak pernah dibe­ritahu oleh pemerintah kalau lahan yang dimiliki itu masuk kawa­san hutan. Aturan ini baru keluar, sedangkan umur perke­bunan sawit rakyat sudah lebih dari 25 tahun.

Dia mengatakan, pemerintah harus menyelesaikan masalah ketidakpastian tata ruang apabila ingin mendorong pera­nan petani dalam industri sawit. Hingga sekarang dua juta hek­tar lahan petani belum dire­majakan karena tidak dapat bantuan pemerintah.

Sekretaris Jendral Gabungan Pengusaha Kelapa Sawit Indo­nesia (Gapki) Joko Supriyono mengatakan, isu deforestasi sebenarnya ditujukan kepada industri kelapa sawit. Isu dikeluarkan dengan motif anti kelapa sawit dan bisnis semata.

Berdasarkan penelitian Tropenbos, penggunaan hutan dalam 10 tahun terakhir sekitar 3 persen. Pelaku usaha sawit telah meminta kepastian hu­kum dan tata ruang.

Pembangunan sustainabi­lity dapat berjalan asal disertai perbaikan tata ruang,” kata Joko.

Ketua Harian Komisi Indo­nesian Sustainable Palm Oil Rosediana Suharto mengata­kan, isu sustainability telah bercampur kepentingan politik dan perdagangan. Sustaina­bility hanya ditujukan kepada kelapa sawit bukan kepada minyak nabati lain.

Negara maju sebaiknya tidak menggunakan sustaina­bility untuk kepentingan non tariff barrier dan non technical barrier. Aturan ini lebih ber­sifat diskriminatif kepada mi­nyak sawit,” tegas Rosediana. ***

Populer

Ketika Kebenaran Nasib Buruh Migran Dianggap Ancaman

Sabtu, 20 Desember 2025 | 12:33

OTT KPK juga Tangkap Haji Kunang Ayah Bupati Bekasi

Jumat, 19 Desember 2025 | 03:10

Uang yang Diamankan dari Rumah Pribadi SF Hariyanto Diduga Hasil Pemerasan

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:37

OTT Beruntun! Giliran Jaksa di Bekasi Ditangkap KPK

Kamis, 18 Desember 2025 | 20:29

Kejagung Ancam Tak Perpanjang Tugas Jaksa di KPK

Sabtu, 20 Desember 2025 | 16:35

Tamparan bagi Negara: WNA China Ilegal Berani Serang Prajurit TNI di Ketapang

Sabtu, 20 Desember 2025 | 09:26

Kajari Bekasi Eddy Sumarman yang Dikaitkan OTT KPK Tak Punya Rumah dan Kendaraan

Sabtu, 20 Desember 2025 | 14:07

UPDATE

Adik Kakak di Bekasi Ketiban Rezeki OTT KPK

Senin, 22 Desember 2025 | 17:57

Pramono Putus Rantai Kemiskinan Lewat Pemutihan Ijazah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:44

Jangan Dibenturkan, Mendes Yandri: BUM Desa dan Kopdes Harus Saling Membesarkan

Senin, 22 Desember 2025 | 17:42

ASPEK Datangi Satgas PKH Kejagung, Teriakkan Ancaman Bencana di Kepri

Senin, 22 Desember 2025 | 17:38

Menlu Sugiono Hadiri Pertemuan Khusus ASEAN Bahas Konflik Thailand-Kamboja

Senin, 22 Desember 2025 | 17:26

Sejak Lama PKB Usul Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:24

Ketua KPK: Memberantas Korupsi Tidak Pernah Mudah

Senin, 22 Desember 2025 | 17:10

Ekspansi Pemukiman Israel Meluas di Tepi Barat

Senin, 22 Desember 2025 | 17:09

Menkop Dorong Koperasi Peternak Pangalengan Berbasis Teknologi Terintegrasi

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

PKS Kaji Usulan Pilkada Dipilih DPRD

Senin, 22 Desember 2025 | 17:02

Selengkapnya