Sidang kasus dugaan tindak kekerasan seksual di TK Jakarta International School (JIS) akan kembali hari ini (Rabu, 12/11). Rencananya, Jaksa Penuntut Umum (JPU) akan menghadirkan dua ahli di luar berkas perkara pemeriksaan (BAP) para terdakwa.
"JPU mengatakan akan menghadirkan dua ahli lagi. Di berkas perkara ahli hanya satu, dan itu sudah diperiksa minggu lalu. Jadi JPU akan menghadirkan dua ahli baru yang tidak ada dalam berkas perkara,†ungkap Kuasa Hukum terdakwa Virgiawan Amin dan Agun Iskandar, Patra M. Zen.
Langkah JPU menghadirkan ahli di luar BAP tersebut diduga terkait dengan hasil sidang JIS sejauh ini. Setelah menggelar 14 kali sidang dengan mendengar keterangan 14 orang saksi, bukti-bukti mengenai sodomi kepada siswa, AK, belum ditemukan. Kesaksian dan fakta-fakta yang terungkap di persidangan justru melemahkan kasus ini.
Terkait langkah JPU menghadirkan saksi di luar BAP, Ahli Hukum acara pidana Chairul Huda menilai bahwa hal tersebut dapat dilakukan dalam keadaan tertentu. Namun permintaan tersebut sebetulnya tidak datang dari JPU, tetapi dari hakim.
"Berdasarkan Pasal 180 KUHAP, majelis hakim dapat saja meminta ahli untuk memberikan keterangan. Memang jarang terjadi bila permintaan datang dari JPU. Tapi itu tidak menjadi masalah selama saksi yang dihadirkan adalah saksi ahli dan bukan saksi fakta," ujar Huda.
Huda juga berpendapat bahwa dalam kasus JIS ini, pihak terdakwa bisa saja dibebaskan jika hingga 14 persidangan belum juga ada alat bukti yang menguatkan kejahatan mereka.
"Jika alat bukti tidak juga ditemukan, terdakwa bisa saja dibebaskan dan dakwaannya dicabut karena berarti kejadian itu memang tidak pernah ada," imbuhnya.
Pengajar Fakultas Hukum Universitas Muhammadiyah Jakarta ini menambahkan, seharusnya JPU memastikan berkasnya sudah sempurna ketika menyerahkan berkas perkara ke pengadilan. Itu sebabnya sangat jarang bagi JPU menambahkan saksi atau ahli di tengah persidangan.
Guru Besar Fakultas Hukum Universitas Padjajaran yang juga ahli hukum pidana, Romli Atmasasmita, sependapat dengan Huda. Menurutnya tidak masalah jika saksi yang dihadirkan tidak ada di BAP, asalkan prosesnya telah melalui persetujuan pihak hakim.
"Saksi ahli ini hanya faktor penentu. Yang paling utama itu adalah alat buktinya. Masalahnya hingga saat ini alat bukti itu kan belum ada, hal ini yang seharusnya menjadi pertanyaan, mengingat sudah sidang sampai 14 kali," tandas Romli.
Sejak kasus ini bergulir di pengadilan negeri Jakarta Selatan, sejumlah fakta penting mengungkap bahwa tindak kekerasaan seksual terhadap AK sejatinya tidak ada. Contohnya kesaksian dari dr Narrain Punjabi dari Klinik SOS Media.
Dokter yang pertama kali memeriksa AK atas dugaan kasus kekerasan seksual menegaskan bahwa korban AK tidak pernah mengalami kekerasan seksual. Mengenai penyakit herpes yang diderita AK, Narain mengatakan bahwa penyakit tersebut sangat mungkin terjadi akibat kesalahan diagnosa.
Narain menyarankan agar AK kembali lagi dalam seminggu untuk dilakukan pemeriksaan ulang. Namun hal itu tidak pernah dilakukan, sampai kasus ini meledak di media massa. Bukti adanya herpes inilah yang di awal kasus muncul dijadikan sebagai bukti oleh ibu korban bahwa terjadi sodomi terhadap AK.
Fakta medis lainnya dari RSCM juga mengungkap bahwa kondisi dubur AK normal. Hasil visum RSCM No 183/IV/PKT/03/2014 tanggal 25 Maret 2014 mengungkapkan bahwa pada pemeriksaan terhadap lubang pelepas korban MAK (6 tahun) tidak ditemukan luka lecet/robekan, lipatan sekitar lubang pelepas tampak baik dan kekuatan otot pelepas baik.
Sementara hasil visum RSPI No 02/IV.MR/VIS/RSPI/2014 tanggal 21 April 2014 juga menyebutkan bahwa hasil pemeriksaan visual dan perabaan pada anus MAK tidak menunjukkan adanya kelainan.
[ald]