Berita

Publika

Indonesia Mendukung Two-State Solution Dalam Konflik Israel-Palestina

JUMAT, 03 OKTOBER 2014 | 03:58 WIB

DIDEKLARASIKANNYA negara Israel 15 Mei 1948 membawa konflik di semenanjung Tepi Barat. Sebelum bangsa Yahudi beralih (kembali) ke tanah perjanjian yang dijanjikan Allah yang merupakan tanah air mereka, di tanah tersebut telah tinggal sebuah bangsa, yaitu bangsa Palestina. Ini membawa kepada konflik berkepanjangan, bahkan para ahli internasional menjuluki konflik tersebut sebagai mother of conflict atau induk dari konflik yang terjadi di muka bumi.

Berbagai resolusipun diusahakan untuk mendamaikan kedua negara. Bahkan hampir semua negara di dunia menaruh perhatian kepada konflik yang juga melibatkan beberapa negara Arab. Juga tidak sedikit yang yang menawarkan diri sebagai mediator dan mengusulkan draft resolusi untuk dibahas tiap tahunnya di dalam sidang umum PBB (Perserikatan Bangsa-bangsa), termasuk negara kita Indonesia.

Jika berbicara mengenai keterlibatan Indonesia terhadap usaha kemerdekaan rakyat Palestina, Indonesia mendukung penuh kemerdekaan negara Palestina sejak zaman Presiden pertama Republik Indonesia Ir. DR. Soekarno. Dukungan penuh Republik Indonesia untuk kemerdekaan rakyat Palestina didasari oleh konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia, yang tercantum di dalam pembukaan (prambule) Undang-undang Dasar 1945 (UUD 45) alinea pertama yang menekankan bahwa kemerdekaan itu ialah hak segala bangsa dan penajajahan di atas dunia harus dihapuskan. Segala bangsa termasuk bangsa Palestina.


Inilah yang kemudian menjadi landasan politik luar negeri Indonesia dalam menyikapi masalah konflik antara Israel-Palestina. Hingga kini hampir dalam tiap kesempatan di sidang umum PBB Indonesia selalu menyerukan kemerdekaan bangsa Palestina, Indonesia juga menyambut baik diangkatnya status Palestina sebagai negara peninjau non-anggota dalam PBB. Meski demikian Indonesia tidak secara otomatis Indonesia menolak keberadaan negara Israel seperti pada umumnya negara-negara yang mendukung kemerdekaan Palestina.

Dalam menyikapi keberadaan kedua negara, Indonesia mendukung solusi dua negara (two state solution), seperti yang dapat kita lihat dalam paparan statement  Menteri Luar Negeri Indonesia dalam sidang umum PBB ke-67 tanggal 29 November 2014 di New York kita dapat menemukan sebuah kalimat: "We hold that Palestine’s full membership is consistent with the shared vision of a two-State solution."

Dari penggalan kalimat ini kita dapat melihat bahwa sikap negara Republik Indonesia tetap mempertahankan usulan untuk menjadikan Palestina sebagai sebagai negara anggota PBB secara penuh setara dengan negara lain, namun Indonesia juga mendukung solusi dua negara (two-State solution) yang berarti turut mengakui negara Israel sebagai sebuah negara.

Jika hingga saat ini Negara Kesatuan Republik Indonesia belum membuka hubungan diplomatik dengan Israel, itu bukan karena alasan masalah kedekatan religi ataupun kedekatan emotional antara warga Palestina dan warga Indonesia yang memiliki rasa persaudaraan sesama agama tertentu, meski hal tersebut merupakan salah satu faktor yang memberikan dorongan untuk tetap mengusahakan kemerdekaan rakyat Palestina melalu jalur-jalur diplomasi di PBB atau dalam forum-forum multilateral lainnya serta tetap berpegang kepada usulan menjadikan Palestina sebagai anggota penuh PBB.

Belum dibukanya hubungan diplomatik Indonesia dengan Israel lebih dikarenakan oleh konstitusi yang telah saya singgung di atas. Karena negara Israel dianggap masih menjajah rakyat Palestina dan dianggap bertentangan dengan penekanan alinea pertama UUD 45 “Kemerdekaan adalah hak segala bangsa” dan “Penjajahan diatas dunia harus dihapuskan”. Oleh sebab itu hubungan politik antara Indonesia dan Israel belum dibuka. Tindakan negara Israel tersebut dianggap bertentangan dengan konstitusi Negara Kesatuan Republik Indonesia. [***]

Amos Sury’el Tauruy
Mahasiswa Universitas Prof. Dr. Moestopo (beragama)

Populer

Masih Sibuk di Jogja, Pimpinan KPK Belum Tahu OTT di Lampung Tengah

Selasa, 09 Desember 2025 | 14:21

Pura Jadi Latar Film Porno, Hey Bali: Respons Aparat Dingin

Selasa, 09 Desember 2025 | 21:58

Kebun Sawit Milik POSCO Lebih dari Dua Kali Luas Singapura

Senin, 08 Desember 2025 | 19:12

Mahfud MD soal Bencana Sumatera: Menyuruh Pejabat Mundur Tidak Relevan

Rabu, 10 Desember 2025 | 05:53

Bangun Jembatan Harapan

Minggu, 07 Desember 2025 | 02:46

Distribusi Bantuan di Teluk Bayur

Minggu, 07 Desember 2025 | 04:25

Bahlil Minta Maaf Usai Prank Presiden Prabowo

Selasa, 09 Desember 2025 | 18:00

UPDATE

Kreditur Tak Boleh Cuci Tangan: OJK Perketat Aturan Penagihan Utang Pasca Tragedi Kalibata

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:15

Dolar Melemah di Tengah Data Tenaga Kerja AS yang Variatif

Rabu, 17 Desember 2025 | 08:00

Penghormatan 75 Tahun Pengabdian: Memori Kolektif Haji dalam Buku Pamungkas Ditjen PHU

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:48

Emas Menguat Didorong Data Pengangguran AS dan Prospek Pemangkasan Suku Bunga Fed

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:23

Bursa Eropa Tumbang Dihantam Data Ketenagakerjaan AS dan Kecemasan Global

Rabu, 17 Desember 2025 | 07:01

Pembatasan Truk saat Nataru Bisa Picu Kenaikan Biaya Logistik

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:46

Dokter Tifa Kecewa Penyidik Perlihatkan Ijazah Jokowi cuma 10 Menit

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:35

Lompatan Cara Belajar

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:22

Jakarta Hasilkan Bahan Bakar Alternatif dari RDF Plant Rorotan

Rabu, 17 Desember 2025 | 06:11

Dedi Mulyadi Larang Angkot di Puncak Beroperasi selama Nataru

Rabu, 17 Desember 2025 | 05:48

Selengkapnya