Terus melonjaknya impor pangan membuat Wakil Presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) gerah. JK bakal memaksa para pegawai Kementerian Pertanian (Kementan) blusukan ke lapangan.
Konversi bahan bakar minyak (BBM) ke Bahan Bakar Gas (BBG) masih jalan di tempat. NaÂmun, Kementerian Energi dan SumÂber Daya Mineral (ESDM) maÂÂlah mau menaikkan harga BBG.
Dirjen Minyak dan Gas Bumi (Migas) Kementerian ESDM Edy Hermantoro mengaku akan meÂngusulkan kenaikan harga BBG kepada Kementerian Koordinator Perekonomian menjadi Rp 4.000 per liter setara premium dari harÂga yang dipatok saat ini Rp 3.100 per liter.
Alasannya, kenaikan itu untuk mendorong swasta ikut memÂbangun Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG).
“Selain ada penugasan kepada Pertamina dan PGN, tidak meÂnutup kemungkinan swasta juga membangun SPBG,†katanya di Jakarta.
Menurut Edy, SPBG yang ada saat ini banyak dibangun oleh PGN. Nah, dengan adanya kenaiÂkan harga itu sebagai titik temu agar di satu sisi tetap terjangkau oleh masyarakat dan di sisi lain memenuhi tingkat keekonomian bagi penyedia gas.
Edy berharap kalangan industri otomotif turut mendorong terbenÂtuknya pasar pengguna BBG.
Ketua Umum Himpunan WiraÂsÂwasta Minyak dan Gas Bumi (Hiswana Migas) Eri PurnoÂmoÂhaÂdi mengatakan, kenaikan harga BBG jadi salah satu satu penÂdorong masuknya investor untuk membangun SPBG.
â€Itu bisa mendorong investasi di SPBG. Apalagi, investasinya menÂcapai Rp 10 miliar per disÂpenser,†katanya kepada
Rakyat Merdeka.
Namun, kata Eri, yang menjadi masalah utama saat ini adalah banyaknya SPBG yang tutup dan tidak beroperasi.
Kenapa bisa begitu? MenurutÂnya, itu disebabkan tidak adanya pembeli karena program konversi BBM ke gas tidak berjalan. Alhasil, banyak SPBG yang tidak operasi.
Salah satu kendala konversi BBM ke gas adalah pemasangan alat
converter kit. Pasalnya, pemasangan diserahkan kepada pemilik kendaraan. Selain itu, para pemilik kendaraan juga tidak mau ambil risiko karena kenÂdaraan yang dipakai akan kehiÂlangan garansi ditambah biaya pembelian alat yang mahal.
Karena itu, untuk mendorong konversi BBM ke gas, pemeÂrinÂtah harus mendorong ATPM unÂtuk membuat mobil yang langÂsung ada
converter kit-nya seperti di Thailand. Ini untuk mendorong masyarakat menggunakan BBG.
Eri berharap ke depannya pemÂbangunan SPBG harus dibaÂrengi dengan jumlah mobil yang menggunakan BBG.
“Ini untuk saling melengkapi. Jika SPBG-nya yang banyak, tapi mobilnya nggak ada, SPBG itu bakal tutup juga,†katanya.
Direktur Industri Alat TransÂporÂtasi Darat Kementerian PerÂindutrian (Kemenperin) Soerjono mengatakan, industri otomotif dalam negeri siap memproduksi mobil BBG. Namun, yang dikhaÂwatirkan para produsen adalah ketersedian SPBG.
â€Jika kita punya mobil BBG tapi cari SPBG susah, orang akan teÂtap memilih menggunakan moÂbil BBM,†katanya.
Hal senada disampaikan Dirjen Industri Unggulan Berbasis TekÂnologi Tinggi Kemenperin Budi Darmadi. Menurutnya, sejak sekitar empat tahun lalu hingga sekarang, sudah ada ribuan unit kendaraan yang dipasang alat konversi gas.
“Akan tetapi, kendaraan yang ada tersebut masih agak kesulitan mencari SPBG,†kata Budi.
Bahkan, kata dia, akibat miÂnimÂnya infrstruktur SPBG,
conÂverter buatan lokal lebih banyak diekspor ke Thailand. ***